Kenapa Yesus Disebut Tuhan? Mengungkap Dasar Kepercayaan Kristen
Pertanyaan "kenapa Yesus disebut Tuhan" merupakan inti dari teologi Kristen dan membedakannya dari banyak agama lain. Bagi miliaran umat Kristen di seluruh dunia, pengakuan terhadap Yesus sebagai Tuhan adalah landasan iman, ibadah, dan harapan mereka. Namun, bagi mereka yang tidak akrab dengan doktrin Kristen, atau bahkan bagi orang Kristen yang baru mendalami iman, pertanyaan ini mungkin memunculkan kebingungan atau memerlukan penjelasan yang mendalam. Artikel ini akan mengupas tuntas dasar-dasar biblis, teologis, dan historis yang menopang kepercayaan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, Putra Allah yang menjelma.
Kita akan menjelajahi bagaimana Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, memberikan kesaksian yang konsisten tentang keilahian Yesus. Kita akan melihat klaim-klaim yang dibuat oleh Yesus sendiri, pengakuan dari para rasul dan penulis Alkitab lainnya, serta sifat-sifat ilahi dan perbuatan-perbuatan yang hanya bisa dilakukan oleh Tuhan yang Mahakuasa. Lebih lanjut, kita akan membahas bagaimana doktrin ini berkembang dalam sejarah gereja awal dan bagaimana hal itu memiliki implikasi yang mendalam bagi keselamatan dan kehidupan rohani umat percaya. Memahami keilahian Yesus bukan sekadar wacana akademis, melainkan fondasi yang krusial untuk memahami tujuan kedatangan-Nya ke dunia, pekerjaan-Nya di kayu salib, kebangkitan-Nya, dan janji-Nya akan kehidupan kekal.
I. Fondasi Keilahian Yesus dalam Perjanjian Lama: Ramalan dan Pra-Eksistensi
Meskipun Yesus secara eksplisit dikenal dan diakui sebagai Tuhan dalam Perjanjian Baru, benih-benih keilahian-Nya sudah tertanam jauh dalam narasi dan nubuat Perjanjian Lama. Para penulis Perjanjian Baru seringkali merujuk kembali pada teks-teks kuno ini untuk menegaskan identitas Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan, yang memiliki sifat-sifat ilahi yang unik.
A. Nubuat Mesianik yang Mengisyaratkan Keilahian
Beberapa nubuat dalam Perjanjian Lama, meskipun tidak secara langsung menyebut "Yesus adalah Tuhan," memberikan gambaran tentang Mesias yang melampaui sekadar manusia biasa, bahkan mengisyaratkan sifat ilahi:
- Yesaya 9:6: Ini adalah salah satu nubuat yang paling kuat dan langsung mengenai sifat ilahi Mesias. Nubuat ini berbunyi: "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Gelar-gelar seperti "Allah yang Perkasa" (El Gibbor) dan "Bapa yang Kekal" secara jelas menunjuk pada sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Tuhan. Para teolog Kristen memahami ini sebagai nubuat langsung tentang keilahian Yesus, yang akan lahir sebagai manusia tetapi memiliki natur ilahi sepenuhnya.
- Mikha 5:2: Nubuat ini berbicara tentang asal usul Mesias: "Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala." Frasa "yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala" (dari zaman kekekalan) mengindikasikan pra-eksistensi dan sifat kekal dari Mesias, sesuatu yang hanya dapat dikaitkan dengan Tuhan. Ini adalah salah satu argumen utama untuk kekekalan Kristus sebelum kelahiran-Nya di Betlehem.
- Zakharia 12:10: Meskipun lebih samar, ayat ini sering dikutip dalam konteks penderitaan Mesias: "Aku akan mencurahkan roh kasih karunia dan roh permohonan kepada keluarga Daud dan kepada penduduk Yerusalem, dan mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam, dan mereka akan meratapi Dia seperti orang meratapi anak tunggal, dan akan menangisi Dia dengan pedih seperti orang menangisi anak sulung." Menariknya, yang berbicara adalah TUHAN (Yahweh) sendiri, yang kemudian menyatakan "mereka akan memandang kepada Dia yang telah mereka tikam." Dalam Perjanjian Baru, Yohanes 19:37 merujuk pada penggenapan nubuat ini pada penyaliban Yesus, di mana Dia ditikam. Implikasi bahwa Yahweh yang ditikam melalui pribadi Mesias adalah petunjuk kuat akan kesatuan ilahi antara Yahweh dan Mesias.
- Mazmur 45:6-7: Ayat ini sering dianggap sebagai nubuat mesianik, dan dalam Ibrani 1:8-9, ayat ini secara eksplisit diterapkan kepada Yesus: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran." Penulis Ibrani secara langsung mengutip ini sebagai perkataan Allah Bapa kepada Anak-Nya, Yesus, menyebut-Nya "Allah." Ini adalah salah satu teks paling eksplisit dalam Perjanjian Baru yang secara langsung menggunakan Perjanjian Lama untuk menegaskan keilahian Yesus.
B. "Malaikat TUHAN" dan Theophany dalam Perjanjian Lama
Dalam beberapa kisah Perjanjian Lama, muncul sosok yang disebut "Malaikat TUHAN" (Malakh YHWH) atau "Malaikat Yahweh" yang tampaknya lebih dari sekadar utusan biasa. Sosok ini berbicara dengan otoritas ilahi, menerima penyembahan, dan bahkan diidentifikasi sebagai TUHAN sendiri. Contohnya:
- Kejadian 16:7-13: Malaikat TUHAN berbicara kepada Hagar dan menerima sebutan "Engkau adalah El-Ro'i" (Allah yang melihat aku). Hagar bahkan berkata, "Bukankah di sini kulihat Dia yang melihat aku?"
- Kejadian 22:11-18: Malaikat TUHAN menghentikan Abraham dari mengorbankan Ishak. Ayat 15-16 mengatakan, "Untuk kedua kalinya berserulah Malaikat TUHAN dari langit kepada Abraham, kata-Nya: 'Aku bersumpah demi Diri-Ku sendiri – demikianlah firman TUHAN – : Karena engkau telah berbuat demikian, dan tidak segan-segan menyerahkan anakmu yang tunggal, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah...'" Di sini, Malaikat TUHAN berbicara sebagai TUHAN dan bersumpah demi diri-Nya sendiri.
- Keluaran 3:2-6: TUHAN menampakkan diri kepada Musa dalam nyala api di semak duri. Ayat 2 menyebutkan "Malaikat TUHAN" yang menampakkan diri, namun ayat 4-6 dengan jelas mengatakan "TUHAN melihat" dan "berfirmanlah TUHAN kepadanya."
- Hakim-hakim 13:21-22: Malaikat TUHAN menampakkan diri kepada Manoah dan istrinya, dan ketika Ia naik ke surga dalam api, Manoah berkata kepada istrinya, "Kita akan mati, sebab kita telah melihat Allah."
Banyak teolog Kristen menafsirkan penampakan "Malaikat TUHAN" ini sebagai penampakan pra-inkarnasi dari Putra Allah, yaitu Yesus Kristus. Ini adalah cara Allah untuk menyatakan diri-Nya dalam bentuk yang dapat dilihat dan berinteraksi dengan manusia, jauh sebelum kelahiran-Nya di Betlehem. Ini menunjukkan pra-eksistensi Yesus dan natur ilahi-Nya yang sudah aktif dalam sejarah keselamatan Perjanjian Lama.
C. Kesimpulan tentang Perjanjian Lama
Perjanjian Lama menyediakan fondasi yang kuat bagi keilahian Yesus. Melalui nubuat-nubuat yang mengisyaratkan sifat-sifat ilahi Mesias, dan melalui penampakan-penampakan ilahi yang diidentifikasi sebagai "Malaikat TUHAN," Alkitab Ibrani telah mempersiapkan pembaca untuk kedatangan sosok yang bukan hanya seorang nabi atau raja manusia, tetapi Tuhan sendiri yang datang dalam rupa manusia. Ini adalah jembatan penting yang menghubungkan ekspektasi Mesianik Yudaisme dengan penggenapan dalam diri Yesus Kristus.
II. Klaim Langsung dan Tidak Langsung Yesus tentang Keilahian-Nya
Klaim keilahian Yesus bukanlah sekadar hasil interpretasi para pengikut-Nya setelah kematian-Nya, melainkan sesuatu yang secara konsisten diungkapkan oleh Yesus sendiri selama pelayanan-Nya di bumi. Klaim-klaim ini seringkali disampaikan secara tersirat, memerlukan pemahaman konteks Yudaisme pada masa itu, namun ada pula yang sangat eksplisit sehingga memicu reaksi keras dari para pemimpin agama Yahudi.
A. Klaim Eksklusif yang Menyamakan Diri dengan Allah Bapa
Yesus sering membuat pernyataan yang secara langsung atau tidak langsung menempatkan diri-Nya pada tingkat yang sama dengan Allah Bapa, sesuatu yang sangat mengejutkan bagi pendengar Yahudi yang monoteis:
- Yohanes 10:30: "Aku dan Bapa adalah satu." Pernyataan ini bukanlah klaim kesatuan tujuan semata, melainkan kesatuan esensi dan natur. Orang-orang Yahudi segera memahami implikasi keilahian pernyataan ini, karena mereka mengambil batu untuk melempari-Nya, menuduh-Nya menghujat Allah (Yohanes 10:31-33). Jika Yesus hanya mengklaim kesatuan moral atau spiritual, reaksi mereka tidak akan sekeras itu.
- Yohanes 14:9: "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa." Ini adalah klaim yang sangat mendalam tentang identitas Yesus sebagai representasi sempurna dan inkarnasi dari Allah Bapa. Melihat Yesus berarti melihat Allah dalam wujud manusiawi. Ini menegaskan bahwa Yesus tidak hanya berasal dari Allah, tetapi Dia adalah manifestasi ilahi itu sendiri.
- Yohanes 8:58: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham ada, Aku telah ada." Frasa "Aku telah ada" (ego eimi dalam bahasa Yunani) adalah padanan dari nama ilahi Yahweh ("Aku adalah Aku") yang diungkapkan kepada Musa di semak duri (Keluaran 3:14). Dengan menggunakan frasa ini, Yesus secara langsung mengklaim pra-eksistensi dan keilahian abadi, memosisikan diri-Nya sebagai Allah yang kekal. Reaksi orang Yahudi lagi-lagi sangat keras; mereka berusaha merajam-Nya.
B. Mengklaim Atribut dan Otoritas Ilahi
Yesus juga menunjukkan keilahian-Nya melalui tindakan dan klaim yang berkaitan dengan atribut dan otoritas yang hanya dimiliki oleh Tuhan:
- Mengampuni Dosa: Dalam beberapa kesempatan, Yesus mengklaim dan mempraktikkan otoritas untuk mengampuni dosa (Markus 2:5-10; Lukas 7:48). Bagi orang Yahudi, pengampunan dosa adalah hak prerogatif Allah semata. Ketika Yesus melakukannya, para ahli Taurat menganggap-Nya menghujat. Yesus sendiri menantang mereka, "Manakah yang lebih mudah, mengatakan kepada orang lumpuh ini: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah?" (Markus 2:9). Ini menunjukkan bahwa Dia memiliki otoritas ilahi untuk mengampuni dosa.
- Otoritas atas Taurat: Yesus sering mengatakan, "Kamu telah mendengar firman... Tetapi Aku berkata kepadamu..." (Matius 5:21-22, 27-28, dst.). Dengan ini, Dia tidak meniadakan Taurat, melainkan menegaskan otoritas-Nya sendiri yang lebih tinggi, bahkan setara dengan pemberi Taurat, yaitu Allah sendiri. Dia mengklaim otoritas untuk menafsirkan dan bahkan memperdalam makna hukum ilahi.
- Otoritas atas Hari Sabat: Yesus secara berulang kali melakukan penyembuhan pada hari Sabat dan menyatakan diri-Nya "Tuan atas hari Sabat" (Markus 2:28). Ini adalah klaim otoritas yang luar biasa, karena Sabat adalah perintah ilahi yang sakral. Dengan mengklaim otoritas atas Sabat, Yesus menegaskan kembali posisi-Nya yang setara dengan Allah, yang menciptakan dan menetapkan Sabat.
- Penerima Doa dan Penyembahan: Sepanjang Injil, Yesus menerima penyembahan dari banyak orang (Matius 14:33, 28:9, 17; Yohanes 9:38). Dalam Yudaisme yang monoteis, penyembahan hanya boleh diberikan kepada Allah. Yesus tidak pernah menolak penyembahan ini, sebaliknya, Dia menerimanya, yang menunjukkan bahwa Dia menganggap diri-Nya layak untuk disembah—sebuah tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh Tuhan. Dia juga mengundang orang untuk berdoa dalam nama-Nya, yang merupakan keistimewaan ilahi.
- Otoritas atas Kehidupan dan Kematian: Yesus menyatakan bahwa Dia memiliki kuasa untuk memberikan hidup dan untuk mengambilnya kembali (Yohanes 5:21, 10:18). Dia juga menunjukkan kuasa ini dengan membangkitkan orang mati (Lazarus, putri Yairus, anak janda di Nain). Kuasa atas hidup dan mati adalah atribut fundamental dari Allah yang Mahakuasa.
C. Penggunaan Gelar "Anak Manusia" dan "Anak Allah"
- Anak Manusia: Gelar ini sering digunakan Yesus untuk merujuk pada diri-Nya sendiri. Meskipun terdengar merujuk pada kemanusiaan, dalam konteks Daniel 7:13-14, "Anak Manusia" adalah sosok surgawi yang menerima kekuasaan, kemuliaan, dan kerajaan yang kekal dari Yang Lanjut Usianya (Allah Bapa), dan kepada-Nya semua bangsa akan menyembah. Dengan menggunakan gelar ini, Yesus secara tidak langsung mengklaim otoritas dan keilahian eskatologis yang luar biasa.
- Anak Allah: Gelar ini, baik digunakan oleh Yesus atau oleh orang lain untuk-Nya, juga menunjukkan keilahian-Nya. Meskipun gelar "anak Allah" kadang-kadang digunakan untuk Israel atau raja, dalam konteks Yesus, gelar ini memiliki makna yang unik dan esensial. Ketika Natanael mengakui Yesus sebagai "Anak Allah" dan "Raja Israel" (Yohanes 1:49), atau ketika Petrus mengakui, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (Matius 16:16), ini adalah pengakuan akan hubungan ilahi yang unik antara Yesus dan Allah Bapa. Dalam Markus 14:61-64, ketika Imam Besar bertanya apakah Dia adalah Mesias, Anak dari Yang Diberkati, jawaban Yesus yang afirmatif menyebabkan Dia dituduh menghujat dan dihukum mati, menunjukkan bahwa para pemimpin Yahudi memahami klaim ini sebagai klaim keilahian.
D. Kesimpulan tentang Klaim Yesus Sendiri
Secara konsisten, perkataan dan perbuatan Yesus menunjuk pada identitas ilahi-Nya. Dia tidak hanya mengklaim otoritas yang hanya dimiliki oleh Tuhan, tetapi juga menerima penyembahan dan membuat pernyataan yang secara eksplisit menyamakan diri-Nya dengan Allah Bapa. Reaksi keras dari para pemimpin Yahudi pada zaman-Nya justru menjadi bukti bahwa mereka sepenuhnya memahami implikasi dari klaim-klaim ini: Yesus mengklaim diri-Nya sebagai Tuhan.
III. Kesaksian Para Rasull dan Penulis Perjanjian Baru
Setelah kebangkitan Yesus dan pencurahan Roh Kudus, pemahaman para murid tentang identitas Yesus mengalami transformasi yang mendalam. Mereka mulai secara terang-terangan dan tanpa ragu menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Kesaksian mereka membentuk dasar teologi Kristen yang kemudian berkembang.
A. Pengakuan oleh Para Rasul dalam Injil dan Kisah Para Rasul
- Thomas: Mungkin pengakuan paling langsung dan dramatis datang dari Thomas setelah melihat Yesus yang bangkit. Dia berseru, "Ya Tuhanku dan Allahku!" (Yohanes 20:28). Yesus tidak menegur Thomas, melainkan menerima pengakuan ini. Ini adalah pernyataan keilahian yang tak terbantahkan dari salah satu murid terdekat-Nya.
- Petrus: Dalam khotbahnya di hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:36), Petrus dengan berani menyatakan: "Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus." Penggunaan gelar "Tuhan" (Kyrios) di sini bukan hanya dalam arti "tuan" atau "guru," tetapi merujuk pada gelar ilahi yang sama dengan Yahweh dalam Septuaginta (terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama).
- Stefanus: Saat dirajam, Stefanus berdoa, "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku" (Kisah Para Rasul 7:59). Berdoa kepada Yesus dan menyerahkan roh kepadanya adalah tindakan yang hanya dapat dilakukan kepada Tuhan.
B. Paulus dan Surat-Suratnya: Teologi Keilahian Kristus yang Mendalam
Rasul Paulus, seorang mantan penganiaya orang Kristen yang kemudian menjadi salah satu penyebar Injil terbesar, mengembangkan teologi Kristus yang sangat kaya, secara konsisten menegaskan keilahian Yesus.
- Filipi 2:5-11: Ini adalah salah satu bagian paling penting dalam seluruh Perjanjian Baru yang menggambarkan keilahian, inkarnasi, dan peninggian Yesus. Paulus menulis bahwa Yesus:
"yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan menganugerahkan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: 'Yesus Kristus adalah Tuhan,' bagi kemuliaan Allah Bapa!"
Ayat ini secara jelas menyatakan bahwa Yesus sudah ada "dalam rupa Allah" (morphe Theou) sebelum inkarnasi-Nya dan setara dengan Allah. Dia mengosongkan diri bukan dengan melepaskan keilahian-Nya, melainkan dengan menyembunyikan kemuliaan-Nya dan menerima batasan-batasan kemanusiaan. Akhirnya, setiap lutut akan bertekuk dan setiap lidah akan mengaku Yesus sebagai Tuhan (Kyrios), suatu frasa yang dalam konteks Perjanjian Lama (Yesaya 45:23) hanya ditujukan kepada Yahweh.
- Kolose 1:15-17: Paulus menyatakan Yesus sebagai "gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung atas segala ciptaan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik takhta, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia." Ini adalah pernyataan yang luar biasa tentang peran Yesus sebagai Pencipta dan Pemelihara alam semesta, atribut yang hanya dimiliki oleh Tuhan.
- Titus 2:13: Paulus menulis: "dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan pernyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus." Dalam tata bahasa Yunani, frasa ini secara gramatikal menunjukkan bahwa "Allah yang Mahabesar" dan "Juruselamat kita Yesus Kristus" adalah satu dan orang yang sama. Ini adalah salah satu pernyataan paling eksplisit tentang keilahian Yesus dalam surat-surat Paulus.
- Roma 9:5: "Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam rupa manusia, yang adalah di atas segala-galanya. Ia adalah Allah yang terpuji sampai selama-lamanya. Amin." Meskipun ada perdebatan tata bahasa kecil di antara beberapa penafsir, mayoritas sarjana Alkitab setuju bahwa ini adalah pernyataan langsung dari Paulus yang menyebut Yesus sebagai "Allah yang terpuji sampai selama-lamanya."
- 2 Korintus 5:19: "Sebab Allah mendamaikan dunia dengan Diri-Nya dalam Kristus." Di sini, Kristus adalah agen ilahi melalui siapa pendamaian ilahi terjadi.
C. Penulis Ibrani: Superioritas dan Keilahian Yesus
Kitab Ibrani dimulai dengan pernyataan agung tentang keilahian dan keunggulan Yesus:
- Ibrani 1:1-3: "Pada zaman dahulu Allah berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, berkali-kali dan dalam berbagai cara. Maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai ahli waris dari segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah yang sebenarnya, yang menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi." Bagian ini menggambarkan Yesus sebagai Pencipta alam semesta, yang merupakan "cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah yang sebenarnya," dan yang menopang segala sesuatu dengan firman-Nya. Ini adalah atribut-atribut ilahi yang jelas.
- Ibrani 1:8: Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, penulis Ibrani mengutip Mazmur 45:6-7 dan secara langsung menerapkannya kepada Yesus: "Tetapi tentang Anak Ia berkata: 'Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran.'" Allah Bapa sendiri yang menyebut Anak-Nya sebagai "Allah."
D. Kitab Wahyu: Alfa dan Omega
Dalam Kitab Wahyu, Yesus Kristus disebut dengan gelar-gelar yang hanya pantas bagi Tuhan:
- Wahyu 1:8: "Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa." Meskipun di sini dikatakan "firman Tuhan Allah," konteks selanjutnya dalam Wahyu secara jelas menunjukkan bahwa gelar "Alfa dan Omega" dan "Yang Mahakuasa" juga digunakan oleh dan untuk Yesus Kristus.
- Wahyu 22:13: Yesus sendiri berkata: "Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir." Gelar-gelar ini dalam Perjanjian Lama secara eksklusif digunakan untuk Yahweh (Yesaya 41:4; 44:6; 48:12). Penggunaan gelar ini oleh dan untuk Yesus secara tegas menyatakan keilahian-Nya yang kekal.
E. Kesimpulan tentang Kesaksian Perjanjian Baru
Para penulis Perjanjian Baru, yang adalah saksi mata atau orang-orang yang sangat dekat dengan saksi mata kehidupan Yesus, secara konsisten dan tegas menyatakan keilahian Yesus Kristus. Mereka menyatakannya sebagai Pencipta, Pemelihara, Pengampun dosa, penerima penyembahan, dan setara dengan Allah Bapa dalam esensi dan kekuasaan. Kesaksian mereka adalah pilar utama bagi doktrin keilahian Kristus dalam kekristenan.
IV. Atribut dan Perbuatan Ilahi Yesus
Selain klaim langsung dan kesaksian para rasul, tindakan dan sifat-sifat yang ditunjukkan Yesus selama pelayanan-Nya di bumi juga secara meyakinkan menunjukkan bahwa Dia adalah Tuhan. Yesus memanifestasikan atribut-atribut yang secara tradisional hanya dikaitkan dengan Allah.
A. Atribut Kekuasaan Ilahi
- Mahakuasa (Omnipotent):
- Kuasa atas Alam: Yesus menunjukkan kuasa mutlak atas alam dengan menenangkan badai (Markus 4:35-41), berjalan di atas air (Matius 14:22-33), mengubah air menjadi anggur (Yohanes 2:1-11), dan melipatgandakan roti dan ikan untuk memberi makan ribuan orang (Matius 14:13-21, 15:32-39). Tindakan-tindakan ini mencerminkan kuasa pencipta dan pemelihara alam semesta.
- Kuasa atas Penyakit dan Kematian: Yesus menyembuhkan segala jenis penyakit dan mengusir roh-roh jahat dengan firman-Nya (Matius 8:16; Markus 1:32-34). Lebih jauh lagi, Dia menunjukkan kuasa atas kematian dengan membangkitkan orang mati, seperti putri Yairus (Markus 5:35-43), anak janda di Nain (Lukas 7:11-17), dan Lazarus (Yohanes 11:1-44). Puncak kuasa-Nya adalah kebangkitan-Nya sendiri dari kematian, sebuah kemenangan atas kuasa dosa dan maut.
- Mahatahu (Omniscient):
- Yesus sering menunjukkan pengetahuan tentang pikiran, niat hati, dan masa depan, yang melampaui kemampuan manusia biasa. Dia mengetahui pikiran ahli-ahli Taurat (Markus 2:8), mengetahui dosa-dosa wanita Samaria (Yohanes 4:17-19), mengetahui siapa yang akan mengkhianati-Nya (Yohanes 6:64), dan Dia meramalkan kehancuran Bait Allah dan kedatangan-Nya yang kedua (Matius 24). Pengetahuan yang sedemikian mendalam dan menyeluruh adalah atribut ilahi.
- Mahahadir (Omnipresent):
- Meskipun sebagai manusia inkarnasi, Yesus hadir secara fisik di satu tempat, Dia mengklaim kehadiran rohani di mana pun nama-Nya dipanggil. "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka" (Matius 18:20). Ini adalah janji kehadiran yang melampaui batasan fisik, mencerminkan sifat omnipresent Allah. Setelah kebangkitan-Nya, Dia menjanjikan, "Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Matius 28:20).
- Kekal (Eternal) dan Tidak Berubah (Immutable):
- Klaim Yesus, "Sebelum Abraham ada, Aku telah ada" (Yohanes 8:58), secara langsung menunjuk pada kekekalan-Nya. Penulis Ibrani juga menyatakan, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya" (Ibrani 13:8), mencerminkan ketidakberubahan ilahi.
B. Atribut Moral Ilahi
- Kekudusan yang Sempurna: Yesus hidup tanpa dosa (Ibrani 4:15; 1 Petrus 2:22; 2 Korintus 5:21). Dia menantang musuh-musuh-Nya, "Siapakah di antaramu yang dapat membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?" (Yohanes 8:46). Hidup tanpa cacat dosa ini adalah tanda kekudusan ilahi, karena semua manusia selain Dia telah berdosa.
- Kebenaran Mutlak: Segala pengajaran dan keputusan Yesus adalah kebenaran. Dia adalah kebenaran itu sendiri (Yohanes 14:6). Ini mencerminkan sifat Allah sebagai Sumber kebenaran.
C. Perbuatan Penebusan yang Hanya Bisa Dilakukan Tuhan
- Penciptaan: Yohanes 1:3 menyatakan, "Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan." Kolose 1:16 juga menegaskan bahwa segala sesuatu diciptakan "oleh Dia dan untuk Dia." Peran sebagai pencipta adalah atribut fundamental Allah.
- Pemeliharaan: Ibrani 1:3 mengatakan bahwa Yesus "menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan." Ini berarti Dia tidak hanya menciptakan alam semesta tetapi juga secara aktif memeliharanya dari waktu ke waktu.
- Juruselamat Dunia: Injil berulang kali menyatakan Yesus sebagai Juruselamat yang datang untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka (Matius 1:21). Ini adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh Tuhan, karena hanya Tuhan yang dapat mengatasi dosa, memberikan pengampunan, dan mendamaikan manusia dengan Diri-Nya.
- Hakim atas Hidup dan Mati: Yesus menyatakan bahwa Bapa telah menyerahkan seluruh penghakiman kepada Anak (Yohanes 5:22). Pada akhir zaman, Yesus akan datang kembali sebagai Hakim yang adil atas seluruh umat manusia, memisahkan domba dari kambing (Matius 25:31-46). Otoritas untuk menghakimi seluruh umat manusia adalah prerogatif ilahi.
D. Kesimpulan tentang Atribut dan Perbuatan Ilahi
Atribut-atribut kekuasaan, pengetahuan, kehadiran, kekekalan, dan kesempurnaan moral yang ditunjukkan Yesus, serta perbuatan-perbuatan seperti penciptaan, pemeliharaan, penebusan, dan penghakiman, semuanya adalah karakteristik yang hanya dimiliki oleh Tuhan. Yesus tidak hanya berbicara tentang menjadi Tuhan, tetapi Dia hidup, bertindak, dan berkuasa sebagai Tuhan dalam segala aspek.
V. Doktrin Teologis: Inkarnasi dan Tritunggal
Untuk memahami sepenuhnya mengapa Yesus disebut Tuhan, kita harus menyelami dua doktrin teologis fundamental dalam kekristenan: Inkarnasi dan Tritunggal. Kedua doktrin ini tidak hanya menjelaskan identitas Yesus, tetapi juga bagaimana Allah berinteraksi dengan ciptaan-Nya dan menyediakan keselamatan bagi umat manusia.
A. Inkarnasi: Allah Menjadi Manusia
Inkarnasi adalah doktrin bahwa Putra Allah yang kekal, Pribadi kedua dari Tritunggal, mengambil natur manusiawi dan menjadi manusia sejati dalam diri Yesus Kristus, tanpa kehilangan keilahian-Nya. Ini adalah misteri sentral iman Kristen. Yohanes 1:14 dengan jelas menyatakan: "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran."
- Tuhan yang Penuh dan Manusia yang Penuh: Doktrin inkarnasi mengajarkan bahwa Yesus memiliki dua natur yang sempurna dan tidak bercampur: natur ilahi sepenuhnya dan natur manusiawi sepenuhnya. Dia adalah "Allah sejati dari Allah sejati" dan "manusia sejati dari manusia sejati." Dia tidak setengah ilahi dan setengah manusiawi; Dia adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia. Ini dikenal sebagai hipostasis atau kesatuan pribadi.
- Mengapa Inkarnasi Penting?
- Wahyu tentang Allah: Inkarnasi memungkinkan Allah untuk mengungkapkan diri-Nya kepada manusia dalam cara yang paling pribadi dan dapat dimengerti. Yesus adalah "gambar Allah yang tidak kelihatan" (Kolose 1:15), dan melalui Dia, kita melihat Bapa (Yohanes 14:9).
- Penebusan Dosa: Untuk menebus dosa manusia, penebus haruslah seorang manusia, karena dosa dilakukan oleh manusia. Namun, penebus itu juga haruslah Allah yang tidak terbatas untuk dapat menanggung murka Allah atas dosa seluruh dunia dan memberikan korban yang memiliki nilai tak terbatas. Hanya Allah yang menjelma yang dapat menjadi perantara yang sempurna antara Allah dan manusia (1 Timotius 2:5).
- Teladan Hidup: Sebagai manusia, Yesus menunjukkan bagaimana menjalani hidup yang benar dan kudus di hadapan Allah, menjadi teladan bagi semua orang percaya.
- Penyangkalan Terhadap Inkarnasi: Sepanjang sejarah, berbagai bidat mencoba menolak salah satu aspek inkarnasi (misalnya, menolak keilahian-Nya – Arianisme; menolak kemanusiaan-Nya – Gnostisisme). Gereja awal secara tegas menentang pandangan-pandangan ini, karena mengorbankan salah satu aspek ini merusak inti Injil dan rencana keselamatan Allah.
B. Tritunggal: Satu Allah dalam Tiga Pribadi
Doktrin Tritunggal adalah upaya untuk memahami bagaimana Allah itu Esa, namun eksis sebagai tiga Pribadi yang berbeda namun setara: Allah Bapa, Allah Anak (Yesus Kristus), dan Allah Roh Kudus. Doktrin ini tidak mengajarkan tiga Allah, melainkan satu Allah yang memiliki tiga Pribadi.
- Satu Esensi, Tiga Pribadi: Allah adalah satu dalam esensi (hakikat, substansi, natur), tetapi eksis sebagai tiga Pribadi yang berbeda dalam hubungan dan peran. Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, namun hanya ada satu Allah. Ketiga Pribadi ini kekal, mahakuasa, mahatahu, dan memiliki kemuliaan yang sama.
- Hubungan Antar Pribadi:
- Allah Bapa: Sumber dan asal mula segala sesuatu, tidak diciptakan, tidak diperanakkan.
- Allah Anak (Yesus Kristus): Diperanakkan oleh Bapa (bukan diciptakan, melainkan hubungan kekal dalam keilahian), menjadi Firman yang menjelma. Dia adalah Allah yang menyatakan diri secara visual dan nyata.
- Allah Roh Kudus: Keluar dari Bapa dan Anak (menurut tradisi Barat), atau dari Bapa (menurut tradisi Timur), adalah kuasa dan kehadiran aktif Allah di dunia dan dalam orang percaya.
- Dasar Biblis Tritunggal: Meskipun kata "Tritunggal" tidak ada dalam Alkitab, konsepnya sangat jelas diajarkan secara implisit maupun eksplisit:
- Matius 28:19: Perintah Agung Yesus, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus." Penggunaan kata "nama" (singular) untuk tiga Pribadi menunjukkan kesatuan ilahi.
- 2 Korintus 13:14: Berkat Paulus, "Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian." Ketiga Pribadi disebut bersamaan dengan atribut ilahi.
- Kisah pembaptisan Yesus: Bapa berbicara dari surga, Anak dibaptis, dan Roh Kudus turun dalam rupa burung merpati (Matius 3:16-17).
- Dalam Perjanjian Lama, konsep "Elohim" (kata jamak untuk Allah) dan penggunaan "Kami" oleh Allah (Kejadian 1:26, 11:7) sering dianggap sebagai petunjuk awal pluralitas dalam keesaan Allah.
- Implikasi untuk Keilahian Yesus: Dalam kerangka Tritunggal, Yesus adalah Pribadi kedua dari Allah yang Esa. Dia bukan "Allah yang lebih rendah" atau "ciptaan pertama," melainkan sepenuhnya Allah, setara dengan Bapa dan Roh Kudus. Doktrin Tritunggal memungkinkan kita untuk memahami bagaimana Yesus dapat menjadi Tuhan sambil tetap mengakui monoteisme ketat dalam iman Yahudi dan Kristen.
C. Kesimpulan tentang Inkarnasi dan Tritunggal
Doktrin Inkarnasi dan Tritunggal adalah pilar fundamental yang menjelaskan "bagaimana" Yesus bisa disebut Tuhan. Inkarnasi menjelaskan Dia sebagai Allah yang menjadi manusia untuk menyelamatkan kita, sementara Tritunggal menjelaskan Dia sebagai salah satu dari tiga Pribadi ilahi yang membentuk satu Allah yang kekal. Kedua doktrin ini bekerja bersama untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang identitas unik Yesus Kristus.
VI. Sejarah Gereja Awal dan Konsolidasi Doktrin Keilahian Kristus
Meskipun Perjanjian Baru telah dengan jelas menegaskan keilahian Yesus, pemahaman dan perumusan doktrin ini tidak terjadi tanpa pergumulan. Gereja awal menghadapi berbagai tantangan teologis dan filosofis yang memaksa mereka untuk merumuskan secara lebih presisi kepercayaan mereka tentang Yesus. Proses ini memuncak dalam berbagai konsili ekumenis yang menghasilkan kredo-kredo penting.
A. Tantangan Awal dan Perdebatan
Pada abad-abad awal kekristenan, muncul berbagai pandangan mengenai identitas Yesus yang seringkali menyimpang dari ajaran para rasul:
- Gnostisisme: Aliran ini percaya bahwa materi adalah jahat dan roh adalah baik. Oleh karena itu, mereka kesulitan menerima bahwa Allah yang kudus bisa menjelma dalam tubuh manusia yang material. Beberapa Gnostik mengajarkan bahwa Yesus hanya terlihat seperti manusia (doketisme) atau bahwa "Kristus" (roh ilahi) turun ke Yesus (manusia) saat pembaptisan dan meninggalkan-Nya sebelum penyaliban. Pandangan ini menolak kemanusiaan sejati Yesus dan, dengan demikian, juga inkarnasi yang sesungguhnya.
- Adopsionisme: Pandangan ini mengklaim bahwa Yesus adalah manusia biasa yang "diadopsi" oleh Allah menjadi Anak-Nya pada suatu titik dalam hidup-Nya (misalnya, saat pembaptisan atau kebangkitan) dan diberi kuasa ilahi. Ini menyangkal pra-eksistensi dan keilahian esensial Yesus.
- Modalism (Sabellianisme): Doktrin ini mengajarkan bahwa Allah itu satu Pribadi yang menampakkan diri dalam tiga "modus" atau "cara" yang berbeda (Bapa sebagai Pencipta dan Pemberi Hukum, Anak sebagai Penebus, Roh Kudus sebagai Pembangkit). Ini menolak keberadaan tiga Pribadi yang berbeda dalam Allah, sehingga Bapa, Anak, dan Roh Kudus bukanlah entitas berbeda yang ko-eksisten secara simultan.
B. Kontroversi Arianisme dan Konsili Nicea (325 M)
Kontroversi yang paling signifikan dan meluas adalah Arianisme, yang dipromosikan oleh Arius, seorang presbiter dari Aleksandria. Arius mengajarkan bahwa:
- Ada suatu masa ketika Putra (Yesus) tidak ada.
- Putra adalah ciptaan pertama Allah, meskipun Dia adalah ciptaan yang paling agung dan mulia.
- Putra bukanlah Allah dalam esensi yang sama dengan Bapa; Dia adalah makhluk yang diciptakan, meskipun dipakai Allah untuk menciptakan segala sesuatu yang lain.
Pandangan Arianisme ini secara efektif menolak keilahian penuh dan kekal Yesus. Jika Yesus adalah makhluk yang diciptakan, maka Dia tidak dapat menjadi Juruselamat yang ilahi, dan ibadah kepada-Nya akan menjadi penyembahan berhala.
Untuk mengatasi perdebatan ini, Kaisar Konstantinus Agung memanggil para uskup untuk berkumpul dalam Konsili Nicea pada tahun 325 M. Di bawah kepemimpinan Athanasius, seorang diaken yang kemudian menjadi Uskup Aleksandria, konsili ini menolak Arianisme dan menegaskan bahwa Yesus adalah "homoousios" (Yunani: ομοούσιος), yang berarti "sehakikat" atau "sehakekat" dengan Bapa. Kredo Nicea yang dihasilkan menyatakan:
"Kami percaya pada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah, yang diperanakkan dari Bapa, satu-satunya Anak, yaitu dari hakikat Bapa, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah sejati dari Allah sejati, diperanakkan, bukan dibuat, sehakekat dengan Bapa, yang melalui Dia segala sesuatu dijadikan, baik yang di surga maupun yang di bumi..."
Kredo ini secara tegas mengukuhkan keilahian penuh Yesus dan kekekalan-Nya sebagai bagian dari esensi ilahi yang sama dengan Bapa. Meskipun Arianisme tidak sepenuhnya hilang, Konsili Nicea meletakkan dasar bagi doktrin Ortodoks tentang keilahian Kristus.
C. Konsili Kalsedon (451 M) dan Doktrin Dua Natur Kristus
Setelah Nicea, perdebatan bergeser pada bagaimana keilahian dan kemanusiaan Yesus berhubungan satu sama lain. Muncul berbagai pandangan:
- Nestorianisme: Mengajarkan bahwa ada dua pribadi yang berbeda dalam Kristus—satu ilahi dan satu manusiawi—yang bersatu secara moral, tetapi tidak esensial. Ini memisahkan kedua natur Yesus.
- Eutykianisme (Monofisitisme): Mengajarkan bahwa natur ilahi Yesus begitu dominan sehingga natur manusiawi-Nya diserap atau bercampur menjadi satu natur ilahi-manusiawi yang baru. Ini menghapuskan kemanusiaan sejati Yesus.
Untuk mengatasi kontroversi ini, Konsili Kalsedon diadakan pada tahun 451 M. Konsili ini menghasilkan definisi Kalsedon yang terkenal, yang menjadi formulasi definitif gereja tentang doktrin dua natur Kristus. Definisi ini menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah:
- Satu Pribadi (hypostasis).
- Memiliki dua natur yang sempurna (ilahi dan manusiawi).
- Kedua natur tersebut bersatu tanpa campur aduk (unmixed), tanpa perubahan (unchanged), tanpa terbagi (undivided), dan tanpa terpisah (unseparated).
Dengan kata lain, Yesus adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia, dan kedua natur ini bersatu secara sempurna dalam satu Pribadi ilahi tanpa saling mengurangi atau mengubah. Kalsedon mengukuhkan doktrin hipostasis yang telah disinggung dalam bagian Inkarnasi.
D. Signifikansi Historis
Konsili-konsili ini, terutama Nicea dan Kalsedon, sangat penting karena mereka:
- Mempertahankan Integritas Injil: Dengan menolak ajaran-ajaran sesat, gereja mempertahankan kebenaran tentang Yesus sebagai Juruselamat yang ilahi dan manusiawi, yang merupakan prasyarat mutlak bagi penebusan.
- Menyediakan Kerangka Teologis: Perumusan-perumusan ini memberikan kerangka teologis yang kokoh bagi umat Kristen untuk memahami dan mengartikulasikan iman mereka tentang Yesus.
- Membentuk Kekristenan Ortodoks: Doktrin-doktrin ini menjadi standar kekristenan ortodoks (keyakinan yang benar) yang dipegang oleh sebagian besar denominasi Kristen hingga hari ini.
E. Kesimpulan tentang Sejarah Gereja
Sejarah gereja awal adalah kesaksian atas pentingnya doktrin keilahian Kristus. Meskipun ada banyak perdebatan dan tantangan, gereja, yang dipimpin oleh Roh Kudus dan berpegang pada kesaksian Alkitab, secara konsisten menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan yang sejati, sepenuhnya ilahi dan sepenuhnya manusia. Perumusan doktrin ini melalui konsili-konsili memberikan kejelasan dan fondasi yang kuat bagi iman Kristen.
VII. Implikasi Teologis dan Praktis dari Keilahian Yesus
Kepercayaan bahwa Yesus adalah Tuhan bukanlah sekadar detail teologis yang abstrak; ia memiliki implikasi yang mendalam dan mengubah hidup bagi setiap aspek iman Kristen, mulai dari keselamatan pribadi hingga ibadah dan etika.
A. Implikasi bagi Keselamatan (Soteriologi)
- Korban yang Cukup dan Sempurna: Jika Yesus hanyalah seorang manusia, betapapun mulianya, kematian-Nya di kayu salib tidak akan memiliki bobot yang cukup untuk menebus dosa seluruh umat manusia. Hanya karena Dia adalah Allah yang tak terbatas dan kekal, korban-Nya memiliki nilai yang tak terbatas, cukup untuk membayar harga dosa semua orang sepanjang sejarah. Keilahian-Nya memastikan bahwa penebusan-Nya adalah definitif dan sempurna (Ibrani 9:12, 10:10).
- Mampu Mendamaikan dengan Allah: Dosa telah menciptakan jurang pemisah antara manusia dan Allah. Hanya Allah sendiri yang dapat menjembatani jurang itu. Sebagai Allah yang menjelma, Yesus adalah satu-satunya Mediator yang sempurna antara Allah dan manusia (1 Timotius 2:5), karena Dia sepenuhnya ilahi dan sepenuhnya manusia. Dia dapat mewakili Allah kepada manusia dan manusia kepada Allah.
- Penakluk Dosa, Kematian, dan Iblis: Jika Yesus bukan Tuhan, Dia tidak akan memiliki kuasa untuk menaklukkan dosa, mengalahkan kematian melalui kebangkitan-Nya, dan meremukkan kuasa Iblis (Kolose 2:15; Ibrani 2:14-15). Keilahian-Nya menjamin kemenangan-Nya atas musuh-musuh terbesar umat manusia.
- Jaminan Kehidupan Kekal: Yesus adalah kebangkitan dan hidup (Yohanes 11:25). Karena Dia adalah Tuhan, Dia memiliki kuasa untuk memberikan kehidupan kekal kepada mereka yang percaya kepada-Nya. Janji keselamatan dan kehidupan kekal-Nya adalah janji yang pasti dan dapat diandalkan, karena itu berasal dari Allah sendiri.
B. Implikasi bagi Ibadah dan Doa
- Layak Disembah: Karena Yesus adalah Tuhan, Dia layak menerima penyembahan, pujian, dan hormat yang sama seperti Allah Bapa. Kitab Wahyu secara jelas menggambarkan Yesus menerima penyembahan surgawi (Wahyu 5:12-14). Menolak keilahian-Nya berarti menolak untuk menyembah-Nya, yang bertentangan dengan praktik dan ajaran Perjanjian Baru.
- Doa dalam Nama-Nya: Kita diundang untuk berdoa kepada Bapa dalam nama Yesus (Yohanes 14:13-14, 16:23-24). Ini bukan sekadar formula, tetapi pengakuan akan otoritas dan keilahian Yesus sebagai perantara kita kepada Bapa. Melalui Dia, kita memiliki akses langsung kepada takhta kasih karunia.
- Objek Iman yang Aman: Jika Yesus bukan Tuhan, iman kita kepada-Nya akan sia-sia dan harapan kita akan kehidupan kekal tidak berdasar. Tetapi karena Dia adalah Tuhan, iman kita ditempatkan pada Pribadi yang paling dapat diandalkan, yang memiliki kuasa untuk menepati setiap janji-Nya.
C. Implikasi bagi Etika dan Kehidupan Kristen
- Otoritas Mutlak: Karena Yesus adalah Tuhan, ajaran-ajaran-Nya memiliki otoritas mutlak atas kehidupan orang percaya. Perintah-perintah-Nya adalah perintah ilahi, dan teladan-Nya adalah teladan yang harus kita ikuti sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan.
- Motivasi untuk Ketaatan dan Pengorbanan: Pengakuan akan keilahian Yesus mendorong orang percaya untuk hidup dalam ketaatan dan pengorbanan bagi-Nya. Jika Tuhan Yang Mahakuasa merendahkan diri dan mati untuk kita, maka tidak ada pengorbanan yang terlalu besar bagi kita untuk hidup bagi-Nya.
- Pengharapan yang Pasti: Keilahian Yesus memberikan pengharapan yang pasti akan kedatangan-Nya yang kedua, kebangkitan orang mati, dan kehidupan di surga. Janji-janji-Nya adalah janji-janji ilahi yang tidak mungkin gagal.
- Kehidupan yang Berpusat pada Kristus: Hidup Kristen adalah hidup yang berpusat pada Kristus. Pengakuan bahwa Dia adalah Tuhan berarti bahwa Dia harus menjadi pusat dari segala sesuatu yang kita pikirkan, katakan, dan lakukan. Hidup kita seharusnya mencerminkan kemuliaan dan keilahian-Nya.
D. Kesimpulan tentang Implikasi
Singkatnya, keilahian Yesus Kristus bukan hanya sebuah dogma, melainkan kebenaran yang transformatif. Tanpa keilahian-Nya, inti pesan Injil—keselamatan dari dosa, rekonsiliasi dengan Allah, dan harapan akan kehidupan kekal—akan runtuh. Kepercayaan bahwa Yesus adalah Tuhan adalah fondasi yang kokoh bagi iman, ibadah, dan kehidupan praktis setiap orang Kristen.
VIII. Menanggapi Pertanyaan Umum dan Kesalahpahaman
Pertanyaan tentang keilahian Yesus seringkali menimbulkan kesalahpahaman, terutama bagi mereka yang tidak akrab dengan terminologi teologis Kristen atau yang memiliki latar belakang agama lain. Penting untuk mengklarifikasi beberapa pertanyaan dan keberatan umum.
A. Jika Yesus Tuhan, Mengapa Dia Berdoa kepada Bapa?
Ini adalah pertanyaan yang sangat valid dan sering diajukan. Jawabannya terletak pada doktrin Inkarnasi dan Tritunggal. Sebagai Allah yang menjelma, Yesus memiliki dua natur yang sempurna: ilahi dan manusiawi. Ketika Yesus berdoa kepada Bapa, Dia melakukannya dalam natur manusiawi-Nya. Ini menunjukkan:
- Ketaatan sebagai Manusia: Sebagai manusia sejati, Yesus sepenuhnya bergantung pada Allah Bapa dan berfungsi sebagai teladan ketaatan dan kerendahan hati bagi kita. Dia menunjukkan bagaimana manusia seharusnya berhubungan dengan Allah.
- Hubungan dalam Tritunggal: Di dalam Tritunggal, ada hubungan yang kekal antara Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Doa Yesus kepada Bapa mencerminkan dinamika hubungan ini, di mana Anak tunduk pada kehendak Bapa dalam peran-Nya sebagai Juruselamat yang diutus. Ini tidak mengurangi keilahian-Nya, melainkan menegaskan perbedaan Pribadi dalam satu keesaan Allah.
- Kelemahan Manusiawi: Dalam kemanusiaan-Nya, Yesus mengalami kelemahan, godaan, dan penderitaan. Doa-Nya adalah ekspresi ketergantungan-Nya sebagai manusia pada Allah untuk kekuatan, hikmat, dan dukungan.
Dengan demikian, doa Yesus kepada Bapa adalah bukti sempurna dari kemanusiaan sejati-Nya dan sekaligus demonstrasi dari hubungan kekal dalam Tritunggal, bukan indikasi bahwa Dia lebih rendah dari Allah dalam esensi ilahi-Nya.
B. Jika Yesus Tuhan, Mengapa Dia Mengatakan "Bapa lebih besar dari Aku" (Yohanes 14:28)?
Pernyataan ini juga sering dikutip untuk menyangkal keilahian Yesus. Namun, seperti halnya doa-Nya, pernyataan ini harus dipahami dalam konteks inkarnasi dan peran fungsional dalam Tritunggal:
- Peran Fungsional dalam Inkarnasi: Dalam natur ilahi-Nya, Yesus setara dengan Bapa. Namun, dalam natur manusiawi-Nya dan dalam peran-Nya sebagai Anak yang diutus untuk melakukan kehendak Bapa dan membawa keselamatan, Dia secara fungsional menempatkan diri-Nya di bawah Bapa. Ini adalah kerendahan hati dan ketaatan dalam misi penebusan-Nya, bukan kekurangan dalam esensi ilahi-Nya.
- Ekspresi Kemanusiaan: Selama inkarnasi-Nya, kemuliaan ilahi Yesus tersembunyi. Dia mengambil rupa seorang hamba, dan dalam kondisi ini, Bapa adalah "lebih besar" dalam hal posisi otoritas dalam rencana keselamatan. Paulus menjelaskan ini dalam Filipi 2:6-8, di mana Yesus mengosongkan diri dan merendahkan diri.
Jadi, pernyataan "Bapa lebih besar dari Aku" mengacu pada perbedaan peran dalam rencana keselamatan dan kerendahan hati Yesus dalam inkarnasi-Nya, bukan pada perbedaan dalam esensi atau keilahian. Kredo Nicea dengan jelas menyatakan bahwa Dia "sehakekat dengan Bapa," yang berarti mereka berbagi natur ilahi yang sama.
C. Bukankah Monoteisme Berarti Hanya Ada Satu Allah, Bukan Tiga?
Kekristenan secara tegas adalah agama monoteistik. Doktrin Tritunggal tidak mengajarkan tiga Allah, melainkan satu Allah dalam tiga Pribadi yang berbeda. Ini adalah misteri ilahi yang melampaui pemahaman manusia sepenuhnya, tetapi Alkitab menyaksikannya secara konsisten.
- Keesaan Esensi: Ada satu esensi ilahi, satu natur Allah yang dibagi oleh Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Mereka tidak bersaing, tidak memiliki kehendak yang bertentangan, dan tidak terpisah dalam eksistensi mereka sebagai Allah.
- Pluralitas Pribadi: Meskipun satu dalam esensi, Allah ada sebagai tiga Pribadi yang berbeda, yang masing-masing sepenuhnya ilahi. Setiap Pribadi dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari Pribadi lainnya.
- Monoteisme Yudaisme: Yudaisme, yang merupakan latar belakang kekristenan, secara ketat monoteistik. Namun, bahkan dalam Perjanjian Lama, ada petunjuk pluralitas dalam keesaan Allah (misalnya, penggunaan "Elohim" yang jamak, penggunaan "Kami" oleh Allah). Kekristenan menerima monoteisme ini dan memperluas pemahamannya melalui wahyu penuh yang diberikan dalam Yesus Kristus.
Oleh karena itu, Tritunggal adalah pemahaman tentang keesaan Allah yang kaya dan kompleks, bukan pelanggaran terhadap monoteisme. Ini adalah cara Allah menyatakan diri-Nya dalam hubungan dan penebusan.
D. Jika Yesus Tuhan, Apakah Dia Mengetahui Segala Sesuatu Selama di Bumi?
Ini terkait dengan misteri dua natur Yesus. Sebagai Allah, Dia adalah Mahatahu. Namun, dalam kemanusiaan-Nya dan dalam kerangka inkarnasi-Nya, Dia secara sukarela menerima batasan-batasan manusiawi. Misalnya, Markus 13:32 menyatakan, "Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja."
- Pembatasan Diri Secara Sukarela: Yesus secara sukarela memilih untuk membatasi penggunaan atribut ilahi-Nya selama hidup-Nya di bumi sebagai manusia. Ini adalah bagian dari pengosongan diri-Nya yang disebutkan dalam Filipi 2. Dia tidak pernah berhenti menjadi Allah, tetapi Dia tidak selalu menggunakan semua hak istimewa keilahian-Nya.
- Pengetahuan yang Seimbang: Meskipun demikian, Injil juga mencatat banyak contoh Yesus menunjukkan pengetahuan ilahi (misalnya, mengetahui pikiran orang, mengetahui masa depan). Ini menunjukkan bahwa Dia memiliki akses ke pengetahuan ilahi-Nya ketika diperlukan untuk misi-Nya, tetapi tidak selalu menggunakannya secara penuh dalam semua aspek kehidupan sehari-hari-Nya sebagai manusia.
Jadi, Yesus Mahatahu sebagai Allah, tetapi dalam kemanusiaan-Nya, Dia memilih untuk mengalami pertumbuhan dalam hikmat dan pengetahuan, seperti manusia sejati, dalam batasan yang ditetapkan oleh Bapa untuk misi-Nya.
E. Kesimpulan tentang Pertanyaan Umum
Pertanyaan-pertanyaan ini menyoroti kompleksitas dan kedalaman doktrin keilahian Yesus. Jawaban-jawabannya selalu bermuara pada pemahaman yang tepat tentang Inkarnasi—Yesus adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia—dan Tritunggal—Allah yang Esa eksis sebagai tiga Pribadi yang berbeda namun setara. Mempertimbangkan semua aspek ini akan membantu menjawab keraguan dan memperkuat pemahaman iman.
IX. Kesimpulan: Batu Penjuru Iman Kristen
Perjalanan kita dalam menggali alasan "kenapa Yesus disebut Tuhan" telah membawa kita melalui lanskap yang luas dari nubuat Perjanjian Lama, klaim-klaim provokatif yang dibuat oleh Yesus sendiri, kesaksian-kesaksian penuh keyakinan dari para rasul, manifestasi atribut dan perbuatan ilahi yang tak tertandingi, perumusan doktrin oleh gereja awal, hingga implikasi praktis bagi kehidupan setiap orang percaya. Jelaslah bahwa pengakuan terhadap Yesus sebagai Tuhan bukanlah sebuah inovasi yang sembarangan atau hasil rekayasa manusia, melainkan sebuah kebenaran yang berakar kuat dalam Kitab Suci dan dikonfirmasi oleh sejarah serta pengalaman iman.
Dari lembaran-lembaran Perjanjian Lama, kita melihat bayangan Mesias yang melampaui ekspektasi manusiawi, seorang yang akan membawa gelar-gelar ilahi dan yang pra-eksistensi-Nya sudah ada sejak dahulu kala. Penampakan "Malaikat TUHAN" bahkan mengisyaratkan kehadiran ilahi Putra sebelum inkarnasi-Nya. Ini semua mempersiapkan panggung bagi kedatangan-Nya.
Ketika Yesus datang, Dia tidak menyisakan keraguan tentang identitas-Nya. Klaim-klaim-Nya seperti "Aku dan Bapa adalah satu," "sebelum Abraham ada, Aku telah ada," dan otoritas-Nya untuk mengampuni dosa atau menjadi "Tuan atas hari Sabat" secara konsisten menunjukkan bahwa Dia memandang diri-Nya sebagai setara dengan Allah. Reaksi keras dari para pemimpin Yahudi pada zaman-Nya justru menjadi bukti kuat bahwa mereka memahami implikasi ilahi dari klaim-klaim-Nya.
Para rasul, setelah menyaksikan kehidupan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus, serta setelah menerima pencurahan Roh Kudus, dengan yakin dan tanpa kompromi memberitakan bahwa Yesus adalah Tuhan. Dari pengakuan Thomas yang spontan, "Ya Tuhanku dan Allahku!", hingga teologi Kristus yang kaya dalam surat-surat Paulus yang menyebut Yesus sebagai Pencipta, Pemelihara, dan "Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita," Alkitab Perjanjian Baru secara monolitik menegaskan keilahian-Nya. Kitab Wahyu memahkotai Yesus dengan gelar-gelar seperti "Alfa dan Omega," yang secara eksklusif milik Tuhan Yang Mahakuasa.
Atribut-atribut kekuasaan, pengetahuan, kehadiran, kekekalan, dan kesempurnaan moral yang hanya bisa dimiliki oleh Allah, semuanya terwujud dalam pribadi Yesus. Mukjizat-mukjizat-Nya atas alam, penyakit, dan bahkan kematian adalah tanda-tanda kekuasaan ilahi. Peran-Nya sebagai Pencipta, Pemelihara, dan Hakim akhir memperkuat status-Nya sebagai Tuhan.
Secara teologis, doktrin Inkarnasi menjelaskan "bagaimana" Allah yang kekal bisa menjadi manusia tanpa mengurangi keilahian-Nya, sebuah misteri yang memungkinkan penebusan dan wahyu ilahi. Sementara itu, doktrin Tritunggal menjelaskan "bagaimana" Yesus dapat menjadi Tuhan sambil tetap menjaga keesaan Allah, sebagai Pribadi kedua dari Allah yang Esa.
Sejarah gereja awal, dengan segala pergolakan dan perdebatan melawan bidat-bidat seperti Arianisme, menunjukkan betapa krusialnya doktrin keilahian Kristus bagi integritas iman. Konsili-konsili seperti Nicea dan Kalsedon tidak menciptakan doktrin ini, melainkan mengartikulasikan dan melindunginya dari penafsiran yang menyimpang, memastikan bahwa gereja memegang teguh kebenaran tentang Yesus sebagai "Allah sejati dari Allah sejati."
Akhirnya, implikasi dari keilahian Yesus Kristus meluas ke setiap aspek kehidupan dan iman. Keilahian-Nya menjadikan korban-Nya di kayu salib cukup untuk menyelamatkan kita, doa-doa kita dalam nama-Nya berkuasa, dan harapan kita akan kehidupan kekal memiliki dasar yang kokoh. Dia layak menerima penyembahan kita dan memiliki otoritas mutlak atas hidup kita.
Oleh karena itu, bagi umat Kristen, menyebut Yesus sebagai Tuhan bukanlah sekadar tradisi atau gelar kehormatan, melainkan inti dari iman, kebenaran fundamental yang mendefinisikan siapa Allah itu, siapa manusia itu, dan bagaimana keselamatan itu mungkin. Ia adalah batu penjuru yang di atasnya seluruh bangunan iman Kristen berdiri teguh.