Pertanyaan mengenai keberadaan hewan anjing, terutama dalam konteks ajaran agama yang menganggapnya haram, seringkali menimbulkan rasa penasaran. Mengapa makhluk yang begitu setia dan memiliki peran penting dalam sejarah peradaban manusia ini diciptakan jika sebagian besar umat beragama mayoritas di dunia menganggapnya najis atau haram untuk disentuh atau dipelihara secara umum? Untuk memahami hal ini, kita perlu melihatnya dari berbagai perspektif, baik dari sisi agama, sains, maupun filosofi.
Dalam Islam, mayoritas ulama sepakat bahwa anjing itu najis, terutama air liurnya. Hal ini didasarkan pada beberapa hadis Nabi Muhammad SAW. Namun, penting untuk dicatat bahwa penafsiran mengenai "haram" dan "najis" ini memiliki nuansa. Status najis tidak selalu berarti haram untuk segala bentuk interaksi. Banyak ulama membolehkan memelihara anjing untuk tujuan tertentu yang memang dibutuhkan, seperti menjaga rumah, ternak, atau berburu, asalkan tetap menjaga kebersihan dan menghindari kontak langsung yang tidak perlu.
Penciptaan segala makhluk hidup di alam semesta ini, menurut pandangan agama, adalah kehendak Allah SWT. Setiap ciptaan memiliki tujuan dan fungsinya masing-masing, meskipun terkadang tidak langsung terlihat oleh akal manusia. Argumen yang sering dikemukakan adalah bahwa Allah Maha Tahu akan segala hikmah di balik penciptaan-Nya. Jika anjing diciptakan, tentu ada alasan yang lebih besar dari sekadar status najisnya bagi sebagian umat. Bisa jadi, keberadaan anjing adalah bagian dari ujian keimanan, di mana umat Muslim dituntut untuk tetap menjaga kesucian diri dan menjalankan perintah agama terkait dengan kebersihan, meskipun berhadapan dengan makhluk tersebut.
Perlu dibedakan antara hukum menyentuh atau berinteraksi dengan anjing yang dianggap najis, dengan status penciptaan anjing itu sendiri. Keberadaan anjing bukan berarti Allah tidak menghargai umat-Nya yang menjaga kesucian. Justru, aturan mengenai kebersihan terkait anjing menjadi bagian dari syariat yang bertujuan menjaga kesehatan fisik dan spiritual.
Terlepas dari pandangan agama tertentu, anjing telah menjadi sahabat manusia selama ribuan tahun. Mereka telah berevolusi bersama manusia, membantu dalam berbagai tugas, mulai dari berburu, menjaga, hingga menjadi gembala ternak. Di banyak budaya, anjing memiliki peran yang sangat dihargai dan bahkan dianggap sebagai anggota keluarga.
Secara ilmiah, anjing adalah mamalia dari famili Canidae. Mereka memiliki kemampuan penciuman yang luar biasa, kecerdasan yang tinggi, dan kemampuan untuk membangun ikatan emosional yang kuat dengan manusia. Kemampuan inilah yang membuat mereka sangat berguna dalam berbagai bidang, seperti anjing pelacak, anjing penyelamat, anjing terapi, dan anjing pemandu bagi penyandang disabilitas.
Jika kita hanya melihat dari kacamata kegunaan dan kesetiaan, rasanya tidak masuk akal jika makhluk seperti anjing tidak pernah diciptakan. Keberadaan mereka telah memberikan manfaat luar biasa bagi peradaban manusia, bahkan di negara-negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, anjing tetap eksis dan memiliki peran ekologis serta sosialnya.
Perbedaan pandangan mengenai anjing ini sebenarnya dapat menjadi sumber pembelajaran. Bagi umat Muslim, ini adalah ujian untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan benar, termasuk aspek kebersihan dan bagaimana berinteraksi dengan makhluk yang memiliki status najis. Ini mengajarkan tentang pentingnya membedakan antara hal yang secara syariat tidak boleh dilakukan, dengan keberadaan ciptaan itu sendiri.
Di sisi lain, keberadaan anjing juga membuka ruang dialog antarbudaya dan antaragama. Memahami bagaimana masyarakat lain memelihara dan menghargai anjing dapat memperluas wawasan dan menumbuhkan toleransi, meskipun tetap berpegang teguh pada keyakinan masing-masing. Keberagaman ciptaan Allah adalah salah satu bukti kebesaran-Nya, dan keberagaman pandangan manusia terhadap ciptaan-Nya juga merupakan bagian dari dinamika kehidupan.
Pada akhirnya, pertanyaan "kenapa anjing diciptakan jika haram?" lebih mengarah pada pemahaman tentang hikmah penciptaan dan penafsiran ajaran agama. Anjing diciptakan sebagai bagian dari ekosistem dan sejarah manusia, dengan segala manfaat dan juga ketentuan yang mengaturnya dalam agama tertentu. Keberadaan mereka bukanlah pertanyaan tentang "kesalahan" penciptaan, melainkan tentang bagaimana manusia memaknai dan berinteraksi dengan segala ciptaan sesuai dengan pemahaman dan keyakinan masing-masing.