Ilmu Tajwid merupakan disiplin ilmu yang fundamental dalam pembacaan Al-Qur’an, memastikan setiap huruf dibaca dengan benar sesuai dengan hak dan mustahaknya. Di antara berbagai kaidah panjang-pendek (Mad), terdapat satu hukum yang memiliki kekhususan dan keunikan yang sangat spesifik, yaitu Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi. Hukum ini seringkali menjadi titik pembahasan mendalam karena keterbatasannya dan ketentuan bacaannya yang mutlak.
Pemahaman yang komprehensif mengenai Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi (MLMK) tidak hanya melibatkan pengenalan definisinya semata, melainkan juga menuntut pengetahuan akan sebab-sebab penetapannya, perbandingannya dengan kategori Mad Lazim lainnya, serta aplikasi praktis dalam pembacaan. Artikel ini akan mengupas tuntas seluruh aspek ketentuan hukum bacaan Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi, menjadikannya panduan lengkap bagi setiap pembelajar Al-Qur’an.
Sebelum mendalami Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi, penting untuk menguatkan pemahaman mengenai dasar-dasar ilmu Tajwid, khususnya kategori Mad (panjang). Mad secara harfiah berarti memanjangkan suara. Dalam ilmu Tajwid, Mad terbagi menjadi dua kelompok besar: Mad Ashli (Mad Thabi’i) dan Mad Far’i (Mad Cabang). Mad Lazim adalah sub-kategori dari Mad Far’i, yang diklasifikasikan berdasarkan sebab pemanjangan, yaitu sukun atau hamzah.
Kata 'Lazim' dalam konteks Tajwid berarti 'wajib' atau 'pasti'. Ini mengindikasikan bahwa panjang bacaan pada kategori Mad ini bersifat mutlak dan tidak boleh diubah-ubah. Panjangnya ditetapkan secara pasti, yaitu enam (6) harakat atau setara dengan tiga alif. Kategori Mad Lazim terbentuk apabila Mad Thabi’i bertemu dengan sukun asli (sukun yang tetap ada, baik diwasal maupun diwaqaf).
Mad Lazim kemudian dibagi lagi menjadi empat jenis utama, berdasarkan apakah ia terjadi dalam satu kata (Kilmi) atau dalam huruf-huruf tunggal pembuka surat (Harfi), dan apakah ia dibaca berat (Muthaqqal) atau ringan (Mukhaffaf). Pembagian inilah yang membawa kita kepada fokus utama pembahasan kita, yaitu Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi.
Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi (MLMK) adalah gabungan dari empat terminologi yang masing-masing membawa makna spesifik:
Secara keseluruhan, MLMK didefinisikan sebagai bacaan Mad Lazim yang terjadi dalam satu kata (kilmi) dan dibaca secara ringan (mukhaffaf) karena huruf Mad diikuti oleh sukun asli yang tidak diidghamkan.
MLMK terjadi apabila:
Sebab utama mengapa hukum ini disebut 'Mukhaffaf' adalah karena hilangnya tasydid atau idgham. Seandainya sukun asli tersebut dileburkan ke huruf berikutnya, hukumnya akan berubah menjadi Muthaqqal (berat), seperti yang terjadi pada Mad Lazim Muthaqqal Kilmi.
Ketentuan bacaan Mad Lazim, termasuk Mukhaffaf Kilmi, adalah wajib dipanjangkan sepanjang enam (6) harakat atau setara dengan tiga alif. Ini adalah ukuran maksimal dalam sistem Mad Far'i dan harus konsisten, tanpa memandang tempo pembacaan (baik tahqiq, tadwir, maupun hadr).
Panjang Mutlak: 6 Harakat (Tiga Alif).
Sifat Bacaan: Ringan (Tanpa Idgham/Tasydid).
Lokasi: Dalam Satu Kata (Kilmi).
Salah satu aspek yang paling unik dan membedakan Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi dari semua hukum Tajwid lainnya adalah frekuensi dan lokasinya yang sangat terbatas. Hukum ini tidak muncul secara luas di seluruh mushaf; ia hanya ditemukan dalam dua tempat (kalimat) di dalam Al-Qur’an.
Dua lokasi di mana Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi terjadi adalah pada kata الْآنَ (Al-Āna):
Pada kedua ayat tersebut, huruf Mad (Alif) diikuti oleh sukun asli pada huruf Lam لْ. Karena sukun pada Lam tersebut tidak diidghamkan ke huruf lain, ia dibaca ringan (Mukhaffaf) dan dipanjangkan selama 6 harakat.
Kata الْآنَ (Al-Āna) pada dasarnya adalah gabungan dari Hamzah Istifham (Hamzah pertanyaan/penegasan) yang bertemu dengan Alif Lam Ta'rif (Kata sandang 'Al').
Asalnya adalah أَ + اَلْآنَ. Ketika Hamzah Istifham bertemu dengan Hamzah Wasal, dalam ilmu Tajwid terdapat kaidah khusus, yaitu boleh dibaca dengan Tashil (meringankan hamzah wasal) atau dengan menggantinya (Ibdal) menjadi huruf Mad, diikuti oleh sukun asli pada Lam. Pilihan kedua, Ibdal (penggantian menjadi Mad) inilah yang membentuk hukum Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi.
Oleh karena sifatnya yang merupakan penggantian (Ibdal) dari Hamzah Wasal menjadi Mad, dan diikuti oleh sukun yang tidak ber-tasydid, hukum ini menjadi sangat spesifik. Kelangkaan ini menambah urgensi bagi setiap pembaca untuk memastikan bahwa kedua kata ini dibaca dengan ketentuan 6 harakat secara konsisten.
Untuk benar-benar memahami sifat 'ringan' (Mukhaffaf) dari MLMK, kita harus membandingkannya secara ekstensif dengan saudaranya, Mad Lazim Muthaqqal Kilmi (MLMKi). Kedua hukum ini berbagi tiga kesamaan: Mad, Lazim, dan Kilmi. Perbedaan mutlak terletak pada sifat huruf setelah Mad.
MLMKi adalah Mad Lazim yang terjadi dalam satu kata (kilmi) dan dibaca berat (muthaqqal) karena huruf Mad diikuti oleh sukun yang telah diidghamkan ke huruf berikutnya, sehingga menghasilkan tasydid. Tasydid (ّ) secara esensial adalah dua huruf yang sama, di mana huruf pertama sukun dan huruf kedua berharakat, yang dileburkan menjadi satu penekanan.
Contoh MLMKi: الضَّالِّينَ (Adh-Dhāllīn). Di sini, huruf Mad (Alif) diikuti oleh huruf Lam yang bertasydid (لّ). Tasydid ini menunjukkan adanya idgham, yang menghasilkan suara yang 'berat' atau 'ditekan'. Panjangnya tetap wajib 6 harakat.
Perbedaan mendasar ini menentukan kualitas auditori dari bacaan tersebut:
| Aspek | Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi | Mad Lazim Muthaqqal Kilmi |
|---|---|---|
| Sebab Berat/Ringan | Huruf setelah Mad adalah Sukun Asli Tanpa Idgham. | Huruf setelah Mad adalah Sukun Asli Dengan Idgham (Tasydid). |
| Kualitas Suara | Ringan, halus, sukun dibaca jelas. | Berat, ditekan, ada penahanan suara (Ghunnah jika di huruf Ghunnah). |
| Panjang Bacaan | Wajib 6 Harakat. | Wajib 6 Harakat. |
| Frekuensi | Sangat Langka (Hanya 2 tempat). | Sering Ditemukan. |
Penting untuk dicatat bahwa meskipun MLMK dan MLMKi sama-sama memuat ketentuan panjang 6 harakat, cara eksekusi kedua hukum tersebut berbeda secara signifikan pada huruf sukunnya. MLMK memerlukan pembacaan sukun yang ringan, sedangkan MLMKi memerlukan penekanan (tasydid) yang lebih kuat.
Aplikasi praktis dari MLMK sangat sederhana, namun membutuhkan ketelitian agar panjangnya tepat enam harakat dan sifat keringanannya terjaga. Proses pembacaan harus mengikuti urutan spesifik.
Enam harakat adalah durasi terpanjang dalam pembacaan Al-Qur’an. Durasi ini harus dipertahankan secara konsisten. Untuk mengukur 6 harakat, dapat dilakukan dengan metode ketukan (tiga ketukan lambat yang setara dengan enam ketukan cepat) atau menggunakan hitungan jari tangan (enam jari ditutup/dibuka secara berurutan).
Apabila pembaca membaca dengan tempo cepat (Hadr), durasi 6 harakat akan lebih singkat dibandingkan jika membaca dengan tempo lambat (Tahqiq), namun rasio panjangnya harus tetap 6:1 (enam harakat MLMK berbanding satu harakat Mad Thabi’i). Konsistensi tempo adalah kunci.
Setelah selesai memanjangkan suara Mad (huruf Alif pada الْآنَ) selama 6 harakat, lidah harus segera menyiapkan makhraj untuk membaca huruf Lam sukun (لْ) tanpa adanya penekanan yang berlebihan atau isyarat tasydid. Pembacaan harus mengalir dengan lancar, menandakan ketiadaan idgham.
Kesalahan umum yang sering terjadi adalah membaca MLMK seolah-olah ia adalah MLMKi, atau sebaliknya, memendekkannya seperti Mad Jaiz Munfasil karena frekuensinya yang jarang. Keduanya adalah kekeliruan fatal yang mengubah makna dan merusak ketentuan Tajwid.
Praktik Khusus pada آلْآنَ:
Untuk mencapai pemahaman yang paripurna, kita harus menganalisis setiap komponen dari definisi Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi dan membedakannya dari potensi Mad lainnya yang memiliki kemiripan superfisial. Ketelitian dalam membedakan ini adalah esensi dari ilmu Tajwid yang mendalam.
Mad Lazim Harfi (MLH) juga memiliki dua jenis: Mukhaffaf Harfi dan Muthaqqal Harfi. Perbedaannya dengan MLMK terletak pada kata 'Kilmi' vs 'Harfi'.
Meskipun Mad Lazim Mukhaffaf Harfi (MLMH) juga dibaca ringan (tanpa idgham) dan 6 harakat, ia tidak pernah disalahartikan sebagai MLMK karena konteksnya yang sepenuhnya berbeda (huruf pembuka surat vs. kata bermakna).
Ketentuan MLMK mensyaratkan sukun yang bertemu dengan Mad adalah sukun asli. Sukun asli adalah sukun yang tetap ada, baik saat diwasal (disambung) maupun diwaqaf (dihentikan). Ini membedakannya dari Mad ‘Aridh Lissukun.
Pada kata الْآنَ, huruf Lam (لْ) memang secara struktural bersukun, sehingga memenuhi syarat sukun asli untuk Mad Lazim, dan karena tidak ber-tasydid, ia menjadi Mukhaffaf.
Kajian mendalam para ahli qira’at mengungkap bahwa pada kata آلْآنَ, terdapat wajah (cara baca) lain yang dikenal sebagai Tashil. Dalam riwayat Hafs dari Ashim (yang umum di Indonesia), bacaan dominan adalah Ibdal (mengganti hamzah wasal menjadi Mad 6 harakat) yang menghasilkan Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi. Namun, ada riwayat lain yang memperbolehkan Tashil (meringankan hamzah wasal) yang menghasilkan panjang Mad yang berbeda. Meskipun demikian, bagi pembaca riwayat Hafs, ketentuan mutlak adalah Mad Lazim 6 harakat.
Mengingat pentingnya dan kelangkaan hukum ini, penegasan berulang mengenai ketentuan dasarnya harus dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada keraguan dalam aplikasi praktis. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi adalah manifestasi dari kemutlakan hukum dalam Tajwid.
Sekali lagi ditekankan, tidak ada pilihan panjang lain untuk Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi. Tidak seperti Mad Jaiz Munfasil (2, 4, atau 5 harakat) atau Mad Wajib Muttasil (4 atau 5 harakat), Mad Lazim harus 6 harakat. Ini adalah hukum yang bersifat lazim (wajib) karena pertemuan dua sukun (huruf Mad yang sukun bertemu huruf berikutnya yang sukun asli) dalam satu kata, yang menuntut pemanjangan ekstrem untuk memisahkan kedua sukun tersebut dan menjaga kejelasan pembacaan tanpa menghilangkan huruf.
Kajian fonetik menunjukkan bahwa durasi 6 harakat berfungsi sebagai pemisah vokal dan konsonan sukun yang berdekatan. Jika durasi Mad ini dipendekkan, risiko terjadinya pengucapan yang salah, atau bahkan penghilangan salah satu sukun (terutama huruf Mad), akan meningkat. Oleh karena itu, hukum Mad Lazim menjamin pemisahan bunyi yang jelas dan terperinci.
Sifat Mukhaffaf adalah karakteristik kunci MLMK. Keringanan ini berasal dari keputusan linguistik untuk tidak meng-idghamkan (meleburkan) Lam sukun (لْ) pada kata الْآنَ. Jika Lam sukun ini dileburkan ke huruf berikutnya (seandainya ada huruf Lam lain setelahnya), ia akan menjadi Muthaqqal. Namun, karena Lam sukun ini diikuti oleh Alif berharakat, tidak terjadi peleburan, yang pada gilirannya menjaga pembacaan tetap ringan.
Perbedaan antara Muthaqqal (berat) dan Mukhaffaf (ringan) adalah perbedaan antara suara yang "terikat" dan suara yang "terlepas". Muthaqqal terikat oleh tasydid, sementara Mukhaffaf terlepas dari tasydid, meskipun sama-sama memiliki sukun asli yang diakomodasi oleh Mad 6 harakat.
Ketentuan Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi, meski langka, memiliki nilai pedagogis dan filosofis yang mendalam dalam studi Tajwid.
Kelangkaan MLMK (hanya dua lokasi) menjadi ujian bagi pembaca dalam hal konsistensi. Jika sebuah hukum muncul ribuan kali (seperti Mad Thabi'i), ia cenderung mudah diingat. Namun, hukum yang muncul sangat jarang menuntut tingkat hafalan dan perhatian yang lebih tinggi. Pembaca yang cermat harus dapat mengingat dan menerapkan hukum 6 harakat ini secara otomatis setiap kali bertemu آلْآنَ dalam Surat Yunus.
Dalam banyak kaidah bahasa Arab, ketika dua sukun bertemu dalam satu kata, biasanya salah satu dari sukun tersebut akan dihilangkan atau diubah harakatnya untuk mencegah benturan suara. Namun, pada MLMK, Mad 6 harakat berfungsi sebagai ‘jembatan’ atau ‘kompromi’ yang mempertahankan kedua sukun (huruf Mad dan Lam sukun) tanpa melanggar kaidah fonetik Arab. Pemanjangan yang ekstrem adalah solusi linguistik untuk masalah pertemuan dua sukun.
Kesalahan dalam membaca MLMK seringkali berpusat pada dua aspek: durasi (panjangnya) dan sifat (berat/ringan).
Untuk memahami sepenuhnya kewajiban 6 harakat dalam Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi, kita perlu mengkaji secara fonetik mengapa pertemuan Mad dan sukun asli menimbulkan kebutuhan durasi yang ekstrem. Struktur ini adalah hasil dari interaksi vokal panjang dan konsonan mati.
Mad Lazim, baik Kilmi maupun Harfi, Muthaqqal maupun Mukhaffaf, pada dasarnya adalah kaidah yang dirancang untuk mengatasi "pertemuan dua sukun" (Iltiqa’ as-Sākinain). Dalam bahasa Arab standar, benturan dua sukun secara berurutan adalah dilarang, kecuali pada kondisi tertentu yang memerlukan adaptasi.
Pada MLMK, huruf Mad itu sendiri adalah sukun (vokal yang diperpanjang). Huruf Lam (لْ) yang mengikutinya juga sukun asli. Dengan memperpanjang huruf Mad menjadi 6 harakat, kita menciptakan jeda temporal yang cukup untuk memisahkan bunyi sukun pertama (Mad) dari bunyi sukun kedua (Lam), sehingga kedua sukun tetap dapat dipertahankan tanpa harus menghilangkan atau memberi harakat pada salah satunya.
Mad 6 harakat di sini bertindak sebagai 'peregangan vokal' yang memisahkan konsonan mati Lam. Inilah sebabnya mengapa hukumnya wajib (lazim); tanpa pemanjangan ini, kaidah Iltiqa’ as-Sākinain akan dilanggar.
Konteks 'Kilmi' (dalam satu kata) menekankan bahwa benturan ini terjadi pada unit leksikal tunggal, berbeda dengan Harfi yang terjadi pada unit fonem tunggal (huruf). Ini adalah pertemuan yang terstruktur dan terikat erat.
Konteks 'Mukhaffaf' (ringan) menegaskan bahwa meskipun kaidah Iltiqa’ as-Sākinain diatasi dengan Mad 6 harakat, tidak diperlukan 'beban' tambahan berupa Tasydid atau Idgham. Artinya, solusi yang diterapkan adalah solusi pemanjangan (durasi), bukan solusi penggabungan (fusi suara).
Kondisi Mukhaffaf Kilmi merupakan kasus yang paling minimalis dari Mad Lazim karena ia memenuhi syarat pertemuan dua sukun asli dalam satu kata (Mad Lazim Kilmi) tetapi tidak memiliki beban Tasydid (Mukhaffaf). Ini membuat MLMK menjadi salah satu Mad Lazim yang paling murni dalam menunjukkan kaidah Iltiqa’ as-Sākinain yang diselesaikan melalui pemanjangan durasi.
Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi adalah hukum bacaan yang wajib dipahami secara detail oleh setiap pembaca Al-Qur’an. Ketentuannya yang mutlak 6 harakat dan sifatnya yang ringan (Mukhaffaf) membedakannya dari semua kategori Mad lainnya. Meskipun hanya muncul dalam dua tempat di Al-Qur’an (Surat Yunus ayat 51 dan 91, pada kata آلْآنَ), kelangkaan ini justru menuntut perhatian yang lebih besar agar tidak terlewatkan atau disalahbaca.
Pemahaman mengenai MLMK adalah bukti ketelitian dan keindahan sistem Tajwid. Ia menunjukkan bahwa setiap detail fonetik dalam Al-Qur’an telah diatur dengan presisi yang sempurna, bahkan untuk kasus-kasus linguistik yang paling unik dan jarang terjadi. Dengan mempraktikkan MLMK sesuai ketentuannya, yaitu 6 harakat yang ringan dan jelas, pembaca telah memenuhi hak bacaan Al-Qur’an secara sempurna.
Ketentuan hukum Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi adalah sebagai berikut: Apabila Mad Thabi’i bertemu dengan sukun asli dalam satu kata, dan sukun tersebut tidak dileburkan (tidak bertasydid), maka wajib dipanjangkan 6 harakat. Ketentuan ini adalah pondasi yang harus dipegang teguh untuk menjaga otentisitas dan kesahihan bacaan Al-Qur’an.
Seluruh pembahasan mendalam mengenai struktur, sebab, perbandingan, dan praktik MLMK ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pembaca dapat menguasai hukum yang sangat spesifik ini. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi, meski langka, adalah permata dalam mahkota ilmu Tajwid.
Pelanggaran terhadap ketentuan Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi, terutama durasi 6 harakatnya atau sifat Mukhaffaf-nya, dianggap sebagai kesalahan jali (kesalahan besar) dalam ilmu Tajwid karena mengubah struktur kata yang sudah ditetapkan. Jika MLMK tidak dibaca 6 harakat, ada beberapa konsekuensi linguistik dan teologis.
Jika panjang Mad pada آلْآنَ dipendekkan menjadi, misalnya, 2 harakat (seperti Mad Thabi’i), maka fungsi pemisah antara dua sukun (Mad dan Lam sukun) akan hilang. Ini akan melanggar kaidah Iltiqa’ as-Sākinain, memaksa pembaca untuk menghilangkan huruf Mad atau Lam, yang keduanya tidak diperbolehkan. Pemendekan Mad 6 harakat secara efektif menghilangkan kompromi fonetik yang diizinkan oleh para ahli Qira'at untuk mempertahankan struktur kata aslinya yang mengandung Hamzah Istifham dan Alif Lam Ta'rif.
Pemendekan juga mengaburkan fungsi Hamzah Istifham. Kata الْآنَ tanpa pemanjangan yang tepat bisa disalahpahami sebagai kata berita biasa, padahal dalam konteks ayat Yunus 51 dan 91, ia berfungsi sebagai kalimat tanya penegasan (interogatif retoris) yang membawa makna dramatis dan penekanan tinggi, seperti: "Apakah sekarang (baru engkau beriman)?" Durasi 6 harakat turut mendukung penekanan makna ini.
Jika MLMK dibaca sebagai Muthaqqal (dengan tasydid pada Lam), ini berarti pembaca telah melakukan Idgham (peleburan) yang tidak diizinkan dalam riwayat Hafs pada kata ini. Mengubah Mukhaffaf menjadi Muthaqqal adalah pengubahan terhadap riwayat bacaan. Meskipun hukum panjangnya (6 harakat) tetap terpenuhi, namun sifat keringanan yang ditetapkan oleh para qurrā’ (ahli qira'at) telah dilanggar. Ini menunjukkan kegagalan dalam membedakan antara sukun yang diidghamkan dan sukun yang dipertahankan keasliannya.
Oleh karena itu, penekanan pada kata Mukhaffaf bukan hanya masalah fonetik, melainkan masalah ketaatan pada riwayat. Kitab-kitab Tajwid menegaskan bahwa MLMK haruslah dibaca ringan, memposisikannya sebagai pengecualian penting dari MLMKi yang jauh lebih sering muncul.
Meskipun secara teoritis Mad Lazim bisa terbentuk dari Alif, Wawu, atau Ya', dalam kasus spesifik Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi pada kata آلْآنَ, huruf Mad yang terlibat secara spesifik adalah Alif. Alif ini, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, berasal dari penggantian (Ibdal) Hamzah Wasal yang bertemu Hamzah Istifham.
Alif Mad selalu memerlukan huruf sebelumnya berharakat fathah. Dalam آلْآنَ, huruf sebelum Alif Mad adalah Hamzah Istifham yang berharakat fathah. Ketika Hamzah Wasal diganti menjadi Alif Mad, maka kaidah Mad Far’i terpenuhi. Alif Mad memiliki sifat sukun secara mutlak dan panjang (panjang sukunnya). Ketika ia bertemu Lam sukun, benturan sukun ini memaksa penerapan Mad 6 harakat.
MLMK didefinisikan secara umum sebagai Mad Lazim Mukhaffaf yang Kilmi. Namun, faktanya, contoh yang ada hanya melibatkan Alif. Jika Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi terbentuk dari Wawu sukun (و) yang sebelumnya dhommah, atau Ya' sukun (ي) yang sebelumnya kasrah, maka ia harus diikuti oleh sukun asli yang tidak bertasydid, semuanya dalam satu kata. Dalam bahasa Arab Al-Qur’an, kombinasi struktur Mad Wawu atau Mad Ya' yang diikuti sukun asli tanpa tasydid dalam satu kata yang tidak dapat diubah (seperti dua kata آلْآنَ) tidak ditemukan. Ini mengukuhkan status MLMK yang sangat langka dan terbatas pada kasus Ibdal Hamzah Wasal saja.
Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi menuntut latihan yang berulang-ulang dan teliti. Berikut adalah rincian tata cara penerapan untuk memastikan konsistensi 6 harakat dan keringanan bacaan.
Durasi 6 harakat membutuhkan kontrol nafas yang sangat baik, terutama jika MLMK muncul di tengah kalimat yang panjang, seperti dalam Surat Yunus. Pembaca harus memastikan nafas cukup untuk menahan Mad selama 6 harakat dan kemudian menyelesaikan sisa kata dan kalimat tersebut dengan lancar. Nafas yang pendek akan mengakibatkan pemendekan Mad, yang merupakan kesalahan fatal.
Saat mengucapkan Mad (pada Hamzah Istifham yang telah di-Ibdal), pemanjangan suara harus dilakukan secara stabil, tanpa getaran atau fluktuasi. Tempo (tahqiq, tadwir, hadr) harus dipertahankan. Jika pembaca memilih tempo sedang (Tadwir), 6 harakatnya harus konsisten dengan 6 harakat pada Mad Lazim lainnya dalam pembacaan yang sama.
Setelah selesai 6 harakat, transisi ke Lam sukun (لْ) harus segera dilakukan. Lam sukun ini dibaca dengan sifat Tawasut (pertengahan), di mana suara tidak terputus sepenuhnya (Syiddah) dan tidak pula mengalir bebas (Rakhawah). Lam harus terdengar jelas, tetapi tanpa adanya penekanan tambahan yang mengisyaratkan tasydid.
Contoh kesalahan: Terlalu menekan Lam sukun sehingga terdengar seperti آلْلْآنَ (berat), atau terlalu cepat melewati Lam sukun sehingga suaranya hilang. Pembaca harus menyeimbangkan kejelasan suara Lam tanpa penekanan tasydid. Inilah esensi dari Mukhaffaf.
Pemahaman Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi akan semakin kuat dengan mengulang-ulang kontrasnya dengan Muthaqqal Kilmi. Kedua hukum ini seringkali dicampuradukkan oleh pembelajar pemula.
Inti dari perbedaan ini adalah Tashdid (pada Muthaqqal) vs. Sukun Tunggal (pada Mukhaffaf).
Secara auditori, Muthaqqal akan terdengar lebih kuat dan "tertahan" pada huruf bertasydidnya, meskipun Mad-nya sama-sama 6 harakat. Mukhaffaf akan terdengar lebih "mengalir" dan "ringan" setelah pemanjangan 6 harakat. Pengajar Tajwid sering menggunakan perbedaan sensasi suara ini untuk melatih murid membedakan kedua jenis Mad Lazim Kilmi tersebut.
Kesimpulannya, ketentuan hukum bacaan Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi adalah salah satu kaidah paling eksklusif dan mutlak dalam Tajwid. Kewajiban 6 harakatnya bersifat universal, sementara sifat Mukhaffaf-nya menuntut pembacaan sukun yang ringan. Dengan pemahaman yang mendalam terhadap struktur linguistik dan komitmen pada praktik yang cermat, pembaca dapat menguasai hukum yang sangat penting ini dan menyempurnakan bacaan Al-Qur’annya sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ.