Ketentuan Mad Thabi'i pada Huruf Wau Sukun: Analisis Tajwid Komprehensif

Ilmu Tajwid merupakan disiplin ilmu yang fundamental dalam praktik pembacaan Al-Qur'an, memastikan setiap huruf diucapkan dengan tepat sesuai makhraj dan sifatnya, serta memenuhi hak-haknya dalam hal panjang pendek bacaan. Salah satu hukum yang paling mendasar dan sering ditemui adalah hukum Mad Thabi'i (مد طبيعي), atau sering disebut Mad Asli. Meskipun tampak sederhana, pemahaman mendalam mengenai ketentuan Mad Thabi'i, khususnya yang melibatkan huruf Wau Sukun (و), memerlukan kajian rinci agar pembacaan tidak menyimpang dari standar riwayat Hafs an 'Asim.

Artikel ini akan mengupas tuntas hakikat Mad Thabi'i, membedah secara spesifik bagaimana Wau Sukun dapat berfungsi sebagai Huruf Mad, serta meninjau pengecualian dan kondisi-kondisi yang membatalkan keaslian Mad tersebut, menjadikannya jenis Mad yang lain. Pembahasan ini penting mengingat kekeliruan dalam menerapkan panjang bacaan dapat mengubah makna kata dalam konteks bahasa Arab.

Representasi Kaidah Mad Thabi'i untuk Wau Sukun Diagram yang menunjukkan syarat Mad Thabi'i: Harakat Dammah diikuti oleh huruf Wau Sukun. ضمة (Dammah) + و = MAD THABI'I (2 Harakat) Alt Text: Diagram menunjukkan kriteria Mad Thabi'i Wau: Huruf berharakat Dammah bertemu dengan Wau Sukun, menghasilkan panjang 2 Harakat.

I. Definisi Dasar dan Kedudukan Mad dalam Ilmu Tajwid

Secara etimologi (bahasa), kata "Mad" (المد) berarti memanjangkan atau menambah. Dalam konteks ilmu Tajwid, Mad didefinisikan sebagai memanjangkan suara pada salah satu huruf Mad ketika bertemu dengan sebab-sebab Mad, atau ketika ia berdiri sendiri sebagai Mad Asli. Memahami Mad adalah gerbang menuju pembacaan yang fasih (tartil) dan terhindar dari kesalahan yang fatal (Lahn Jali) maupun yang tersembunyi (Lahn Khafi).

A. Pengelompokan Umum Hukum Mad

Para ulama Tajwid membagi hukum Mad menjadi dua kategori utama, yang mana salah satunya adalah fokus utama kita:

Seluruh Mad Far'i merupakan pengembangan dari Mad Thabi'i. Oleh karena itu, Mad Thabi'i dianggap sebagai fondasi; jika fondasi ini tidak dipahami, maka struktur Mad Far'i akan runtuh. Ketepatan dalam melafalkan dua harakat pada Mad Thabi'i sangat esensial karena ia merupakan standar waktu pemanjangan yang dipakai sebagai perbandingan untuk seluruh jenis Mad lainnya (misalnya, empat atau enam harakat). Kesalahan dalam menentukan panjang dua harakat dapat menyeret pada kesalahan dalam menentukan panjang Mad Far'i yang empat atau enam harakat.

B. Huruf-Huruf Mad (Huruful Mad)

Huruf Mad ada tiga, yang semuanya merupakan huruf-huruf yang memiliki sifat 'Jauf' (rongga mulut dan tenggorokan) ketika dilafalkan. Ketiga huruf ini harus dalam kondisi sukun (mati) dan didahului oleh harakat yang sesuai (harakat yang senada/sejenis) agar dapat berfungsi sebagai pemanjang suara (Mad Thabi'i):

  1. Alif (ا): Harus didahului oleh huruf berharakat Fathah (ـَ).
  2. Ya Sukun (يْ): Harus didahului oleh huruf berharakat Kasrah (ـِ).
  3. Wau Sukun (وْ): Harus didahului oleh huruf berharakat Dammah (ـُ).

Kajian kita berfokus pada kondisi ketiga, yaitu Wau Sukun. Ketika kondisi ini terpenuhi, maka Wau Sukun secara otomatis mengambil peran sebagai huruf yang memperpanjang vokal dari harakat Dammah di depannya, menghasilkan bunyi 'uu' yang konsisten selama dua harakat.

II. Kriteria Khusus Mad Thabi'i pada Huruf Wau Sukun

Untuk memastikan bahwa Wau Sukun benar-benar berperan sebagai Mad Thabi'i, kita harus merinci dua kriteria utama yang tidak dapat diganggu gugat. Penyimpangan sekecil apa pun dari kriteria ini akan mengubah hukum Mad, bahkan menghilangkan hukum Mad sama sekali.

A. Syarat Pertama: Harakat yang Sesuai (Dammah)

Syarat mutlak agar Wau Sukun (وْ) berfungsi sebagai huruf Mad Thabi'i adalah bahwa huruf yang mendahuluinya (huruf sebelum Wau) haruslah berharakat Dammah (ـُ). Dammah adalah harakat yang secara fonetik paling serasi dengan pengucapan Wau. Dalam ilmu fonetik Arab, Dammah merupakan vokal pendek yang dihasilkan dengan membulatkan bibir, sedangkan Wau Sukun berfungsi sebagai perpanjangan dari vokal tersebut.

Hubungan antara Dammah dan Wau Sukun bersifat kausal dan integratif. Dammah adalah "akar" dari perpanjangan suara, dan Wau Sukun adalah "alat" yang mewujudkan perpanjangan tersebut hingga mencapai tempo dua harakat. Jika harakat sebelumnya adalah Fathah atau Kasrah, maka hukumnya akan berubah total.

Implikasi Linguistik Dammah dan Wau

Secara tata bahasa Arab (Nahwu dan Sharaf), gabungan Dammah dan Wau Sukun sering muncul dalam pola jamak mudzakkar salim (bentuk jamak laki-laki yang beraturan) ketika kata tersebut berkedudukan sebagai marfu' (subjek atau predikat), contohnya: قَائِمُونَ (Qaa'imūna). Wau di sini tidak hanya berfungsi sebagai Mad, tetapi juga sebagai tanda gramatikal. Namun, dalam konteks Tajwid, perhatian kita semata-mata pada pengucapan yang konsisten selama dua harakat, lepas dari fungsi gramatikalnya, kecuali jika konteks gramatikal tersebut memicu perubahan harakat saat waqaf (berhenti).

B. Syarat Kedua: Ketiadaan Sebab Mad Far'i

Mad Thabi'i harus bersih dari segala hal yang dapat mengubahnya menjadi Mad Far'i. Ini berarti, Mad Thabi'i (Wau Sukun yang didahului Dammah) tidak boleh:

Jika salah satu dari tiga kondisi di atas terjadi, Mad Thabi'i 'berubah status' menjadi Mad Far'i, dan panjangnya akan menjadi lebih dari dua harakat (empat, lima, atau enam, tergantung jenisnya). Selama Wau Sukun dan Dammah tersebut tidak diikuti oleh Hamzah atau Sukun, maka ia mempertahankan keasliannya sebagai Mad Thabi'i, dengan panjang wajib dua harakat.

يَقُولُونَ (Yaqūlūna), تَعْلَمُونَ (Ta‘lamūna), مُؤْمِنُونَ (Mu'minūna)

Pada setiap contoh di atas, Wau Sukun didahului oleh Dammah, dan tidak diikuti oleh Hamzah atau Sukun, sehingga ia dibaca persis dua harakat. Inilah esensi Mad Thabi'i pada Wau Sukun.

III. Perbedaan Kunci: Wau Mad Thabi'i vs. Wau Lain

Kesalahan umum dalam pembacaan Tajwid sering terjadi karena ketidakmampuan membedakan antara Wau Sukun yang berfungsi sebagai Huruf Mad (Mad Thabi'i) dengan Wau Sukun yang berfungsi sebagai Huruf Lin atau Wau Qasam (sumpah), atau Wau yang diikuti sukun taktis.

A. Membedakan Mad Thabi'i dan Mad Lin

Perbedaan antara Mad Thabi'i dan Mad Lin (لين) adalah perbedaan yang paling krusial dan harus dipahami dengan cermat. Keduanya melibatkan Wau Sukun, namun harakat sebelumnya berbeda:

1. Mad Thabi'i (Asli)

Seperti yang telah dijelaskan, kriteria MT adalah: Dammah + Wau Sukun (وْ). Panjangnya tetap 2 harakat, baik saat washal (bersambung) maupun waqaf (berhenti).

2. Mad Lin (Lien)

Mad Lin terjadi ketika Wau Sukun (atau Ya Sukun) didahului oleh harakat Fathah (ـَ). Contoh: خَوْفٍ (khawfin).

Oleh karena itu, Wau Sukun yang didahului Fathah TIDAK PERNAH diklasifikasikan sebagai Mad Thabi'i. Ini adalah poin penting yang memisahkan kedua jenis Mad ini secara fundamental.

B. Kasus Wau yang Diikuti Hamzah (Wau Tertulis dan Tersembunyi)

Apabila Wau Sukun yang didahului Dammah (seharusnya MT) diikuti oleh Hamzah, hukumnya berubah menjadi Mad Far'i, namun jenisnya bergantung pada penulisan:

1. Mad Wajib Muttasil (Bersambung)

Secara teoritis, jika Wau Mad dan Hamzah berada dalam satu kata, ia menjadi Mad Wajib Muttasil. Namun, karena sifat bahasa Arab yang cenderung menghindari rangkaian Mad dan Hamzah yang aneh pada vokal *ū* di tengah kata, contoh ini sangat langka atau hanya muncul dalam kasus khusus. Jika ini terjadi, hukumnya menjadi wajib dipanjangkan 4 atau 5 harakat.

2. Mad Jaiz Munfasil (Terpisah)

Ini lebih umum. Terjadi ketika Wau Mad (di akhir kata) bertemu Hamzah Qat’i (di awal kata berikutnya). Contoh: قَالُوا أَنْفُسَكُمْ (Qaalū Anfusakum). Hukumnya jaiz (boleh) dipanjangkan 4 atau 5 harakat (sesuai riwayat Hafs), dan statusnya telah berubah dari Mad Thabi'i.

Jika kita membaca dalam keadaan washal (bersambung), maka panjangnya adalah Mad Jaiz. Jika kita memilih waqaf pada kata قَالُوا (Qaalū), maka Wau Sukun kembali murni menjadi Mad Thabi'i, karena sebab Mad Far'i (Hamzah) terputus oleh waqaf.

C. Wau Mad Thabi'i yang Berubah Menjadi Mad Aridh Lissukun

Ini adalah kasus di mana Wau Sukun awalnya adalah Mad Thabi'i murni, namun berubah panjangnya hanya karena kondisi waqaf. Terjadi ketika Mad Thabi'i diikuti oleh satu huruf berharakat yang kemudian disukunkan (dimatikan) karena pembaca memilih berhenti di akhir kata tersebut.

يَعْمَلُونَ (Ya'malūna)

Saat washal (terus dibaca), Wau pada kata يَعْمَلُونَ adalah Mad Thabi'i (2 harakat) karena huruf Nun (ن) berharakat Fathah, dan tidak ada Hamzah atau Sukun asli di belakangnya. Namun, ketika berhenti (waqaf), Nun tersebut disukunkan (يَعْمَلُونْ). Karena Mad Thabi'i kini diikuti oleh sukun yang datang tiba-tiba (Aridh), maka ia berubah menjadi Mad Aridh Lissukun, yang boleh dibaca 2, 4, atau 6 harakat. Ini menunjukkan bahwa Mad Thabi'i adalah status yang bisa berubah, tetapi hanya karena kondisi waqaf yang menciptakan sukun baru.

IV. Kadar dan Praktik Penerapan Mad Thabi'i

Kadar panjang Mad Thabi'i telah disepakati oleh seluruh ahli Qira'at sebagai dua harakat (حركتان). Konsep harakat sendiri adalah satuan waktu yang setara dengan durasi mengucapkan dua huruf berharakat secara normal atau durasi menutup dan membuka jari tangan dengan kecepatan sedang.

A. Konsistensi Pengukuran Waktu

Konsistensi adalah kunci utama dalam menerapkan Mad Thabi'i. Pembaca harus memastikan bahwa durasi pemanjangan pada Wau Sukun sama persis dengan durasi pemanjangan pada Ya Sukun dan Alif Mad. Jika pembaca membaca dengan tempo cepat (Hadr), maka dua harakatnya harus pendek namun konsisten. Jika membaca dengan tempo sedang (Tadwir) atau tempo lambat (Tahqiq), durasi dua harakat akan lebih lama, tetapi tetap harus setara dengan Mad Thabi'i lainnya dalam bacaan yang sama.

Penting ditekankan bahwa durasi dua harakat ini tidak boleh dikurangi (menjadi satu harakat, yang disebut Qasr, menyebabkan Lahn Jali jika pada kata tertentu) dan tidak boleh ditambah (menjadi tiga harakat atau lebih, yang disebut Ifraath), kecuali jika ada sebab Mad Far'i yang memaksanya.

Kesalahan Umum pada Wau Mad Thabi'i

Pembaca non-Arab seringkali melakukan kesalahan pada Wau Mad Thabi'i ketika mengakhiri kata dengan Wau dan Nun (وُن), seperti pada kata تَكْفُرُونَ. Kesalahan yang sering terjadi adalah:

Kriteria Mad Thabi'i menuntut presisi. Huruf Dammah harus disempurnakan (Itmamul Harakat) sebelum diperpanjang oleh Wau Sukun, memastikan bibir dimajukan dengan sempurna.

B. Analisis Mendalam Mengenai Huruf Wau di Tengah Kata

Wau Sukun yang menjadi Mad Thabi'i dapat muncul di tengah atau akhir kata. Kemunculan di tengah kata seringkali lebih mudah diidentifikasi, seperti pada: قُولُوا, نُوحِيهَا, يَسْتَوُونَ. Dalam semua kasus ini, Wau berfungsi murni sebagai huruf vokal panjang, dan pembaca harus mempertahankan durasi dua harakat tanpa pengecualian, selama tidak ada Hamzah atau Sukun yang mengikutinya di dalam kata.

Seringkali terjadi kebingungan antara Wau Mad Thabi'i dengan Wau yang merupakan bagian dari Hamzah Washal atau huruf lain yang tidak dibaca. Namun, karena Wau Mad Thabi'i selalu didahului oleh Dammah, identifikasi menjadi lebih mudah dibandingkan dengan Alif Mad yang bisa saja merupakan Alif Ziyadah (tambahan) yang tidak berfungsi sebagai Mad.

V. Studi Kasus Komprehensif: Wau dan Tanda Sukun

Dalam mushaf standar (seperti Mushaf Madinah), Wau yang berfungsi sebagai Mad Thabi'i umumnya tidak diberi tanda sukun secara eksplisit (kepala huruf Kha kecil). Namun, ini tidak berarti ia tidak sukun; secara linguistik dan fonetik, ia tetaplah huruf mati yang berfungsi memperpanjang harakat sebelumnya. Ketiadaan tanda sukun ini adalah penanda visual bahwa ia adalah Huruf Mad, berbeda dengan Wau Lin atau Wau Sifat yang diberi tanda sukun eksplisit jika di tengah kata.

A. Wau Mad dengan Harakat Tertulis (Wau Ziyadah)

Terkadang, Wau Sukun tertulis namun tidak berfungsi sebagai Mad Thabi'i karena ia diikuti oleh Alif atau tidak didahului oleh Dammah yang serasi. Kasus yang paling rumit adalah Wau Ziyadah (Wau Tambahan) yang tidak dibaca sama sekali, contohnya pada kata أُوْلَئِكَ (Ula'ika). Dalam kata ini, Wau ditulis namun berfungsi sebagai kursi Hamzah atau hanya sebagai penambahan yang diabaikan saat membaca, dan harakat Dammah di depannya (pada Hamzah) hanya dibaca pendek. Ini BUKAN Mad Thabi'i.

Hal ini memerlukan perhatian khusus. Untuk menjadi Mad Thabi'i, Wau Sukun harus secara aktif memperpanjang bunyi Dammah. Jika Wau diabaikan karena merupakan Ziyadah atau karena adanya Tanda Qashr (pemendekan), maka aturan Mad Thabi'i otomatis gugur.

B. Ketentuan Pemanjangan Mad Thabi'i dalam Berbagai Qira'at

Meskipun artikel ini fokus pada riwayat Hafs an 'Asim, perlu dicatat bahwa standar dua harakat untuk Mad Thabi'i adalah konsensus di antara semua riwayat utama (seperti Warsh, Qalun, dll.). Stabilitas hukum ini menegaskan bahwa dua harakat adalah panjang 'alami' dan 'minimal' yang diperlukan untuk mengucapkan huruf-huruf Mad secara benar. Panjang ini merefleksikan pengucapan Arab yang fasih dan menjadi pembeda utama antara vokal pendek (harakat) dan vokal panjang (Mad).

Para ulama Tajwid kontemporer, seperti Dr. Ayman Suwaid, menekankan bahwa dua harakat adalah standar yang wajib dipertahankan. Mereka mendefinisikannya sebagai durasi waktu yang sama yang diperlukan untuk melafalkan sebuah harakat pendek (Fathah, Kasrah, atau Dammah) dan kemudian jeda sejenak (Sukun). Artinya, vokal panjang adalah dua kali lipat vokal pendek.

Implikasi pada Dhomir Jamak

Wau Sukun pada Mad Thabi'i sering ditemukan pada dhomir jamak (kata ganti orang ketiga jamak) yang berakhiran Dammah, seperti pada قَالُوا. Jika kata ini dibaca washal ke kata berikutnya, dan kata berikutnya diawali dengan huruf selain Hamzah atau Sukun, maka ia mempertahankan Mad Thabi'i dua harakatnya. Pemahaman yang jelas tentang struktur dhomir dan kapan Mad muncul adalah inti dari penerapan Mad Thabi'i Wau Sukun.

VI. Analisis Mendalam tentang Mad Silah Kubra dan Sughra yang Berhubungan dengan Wau

Meskipun Mad Silah (Mad Penghubung) berfokus pada huruf Ha' Dhomir, namun dalam beberapa kasus, ia menciptakan bunyi 'uu' panjang yang mirip dengan efek Wau Mad Thabi'i, terutama pada Mad Silah Sughra. Penting untuk membedakannya.

A. Mad Silah Sughra (Mad Penghubung Pendek)

Mad Silah Sughra terjadi ketika Ha' Dhomir (kata ganti) berharakat Dammah, diapit oleh dua huruf berharakat, dan tidak diikuti Hamzah. Dalam riwayat Hafs, Dhomir tersebut dibaca panjang dua harakat, dan penulisan mushaf seringkali menambahkan Wau kecil (Wau shilah) setelah Ha' untuk menunjukkan perpanjangan ini.

إِنَّهُ كَانَ (Innahū kāna)

Secara fonetik, perpanjangan 'huu' ini identik dengan Mad Thabi'i pada Wau Sukun. Oleh karena itu, Mad Silah Sughra sering disebut juga sebagai Mad Thabi'i Hukmi (Mad Thabi'i secara hukum), karena panjangnya sama (2 harakat) meskipun secara harfiah tidak ada Wau Sukun asli yang tertulis (hanya Wau kecil penanda). Ketentuan panjangnya juga harus dua harakat dan konsisten.

B. Mad Silah Kubra (Mad Penghubung Panjang)

Jika Ha' Dhomir yang berharakat Dammah (atau Kasrah) bertemu dengan Hamzah di awal kata berikutnya, maka ia berubah menjadi Mad Silah Kubra. Hukumnya sama dengan Mad Jaiz Munfasil (4 atau 5 harakat).

مَالُهُ أَخْلَدَهُ (Māluhū akhladahū)

Dalam kasus ini, meskipun perpanjangan vokal berasal dari Ha' Dhomir (diberi tanda Wau kecil), durasi perpanjangan yang jauh melebihi dua harakat menunjukkan bahwa ini telah keluar dari kategori Mad Thabi'i murni, dan telah menjadi Mad Far'i. Memahami hubungan antara Mad Silah Sughra dan Mad Thabi'i membantu memperkuat pemahaman bahwa dua harakat adalah standar dasar untuk semua vokal panjang yang tidak memiliki sebab-sebab Mad tambahan.

VII. Peninjauan Kembali Syarat Inti Mad Thabi'i pada Wau Sukun

Untuk mengunci pemahaman tentang bagaimana Wau Sukun berfungsi sebagai Mad Thabi'i, kita akan merangkum dan memperluas pembahasan mengenai kondisi di mana ia ditemukan dalam Al-Qur'an dan bagaimana keabsahannya diverifikasi.

A. Kontinuitas Harakat Dammah

Dammah sebelum Wau Sukun harus merupakan Dammah yang sah dan stabil (tsabitah). Jika harakat tersebut adalah harakat yang berubah karena idgham (peleburan) atau harakat yang baru muncul karena alasan gramatikal tertentu yang tidak stabil, maka status Mad Thabi'i bisa diragukan. Namun, dalam konteks riwayat Hafs, mayoritas Wau Mad Thabi'i didukung oleh Dammah yang stabil.

Salah satu aspek yang sering diabaikan adalah Itmamul Harakat (penyempurnaan harakat). Jika Dammah sebelum Wau tidak diucapkan dengan pembulatan bibir yang sempurna, maka vokal 'u' akan terdengar samar atau cenderung menjadi 'o', dan ketika diperpanjang oleh Wau, hasilnya adalah suara yang tidak murni (Imalah atau Isyba' yang salah), yang mana merusak kaidah Tajwid Mad Thabi'i. Pelafalan Wau Mad Thabi'i harus menghasilkan bunyi vokal 'u' yang sama persis dengan bunyi Dammah, hanya saja diperpanjang.

B. Posisi Wau dalam Struktur Kata

Wau Mad Thabi'i dapat muncul di posisi manapun dalam kata, asalkan tidak diikuti oleh Hamzah atau Sukun asli. Biasanya, ia tidak muncul di awal kata. Ketika ia muncul di tengah kata, seperti يُدْعُونَ (yad'ūna), ia berfungsi sebagai jembatan antara dua konsonan, memperpanjang vokal. Ketika ia muncul di akhir kata (sebelum Nun jamak atau dhomir), ia berfungsi ganda sebagai pemanjang dan penanda gramatikal.

Para Qari' harus memperhatikan bahwa jika Wau tersebut merupakan bagian dari sebuah akar kata (verb root), maka status Mad Thabi'i-nya sangat kuat. Contohnya pada kata kerja berwazan فَعَلُوا (fa‘alū). Ini adalah indikasi yang jelas tentang Mad Thabi'i yang harus dibaca dua harakat, kecuali saat bertemu Hamzah Qat’i di awal kata berikutnya (Mad Jaiz).

VIII. Kajian Filologis dan Fonetik Mad Thabi'i Wau

Untuk mencapai kedalaman kajian yang diminta, kita perlu melihat mengapa durasi dua harakat menjadi norma baku, dan apa peranan fonetik Wau Sukun dalam bahasa Arab.

A. Asal Muasal Durasi Dua Harakat

Penentuan dua harakat sebagai panjang Mad Asli bukanlah penetapan sewenang-wenang. Para ulama Tajwid mengambil standar ini dari praktik pembacaan Rasulullah ﷺ yang diajarkan melalui tradisi lisan (Musyafahah). Secara fonetik, vokal panjang dalam bahasa Arab (baik 'aa', 'ii', maupun 'uu') secara alamiah memerlukan durasi dua kali lipat dari vokal pendek. Jika diperpendek, ia akan kehilangan sifatnya sebagai vokal panjang. Jika diperpanjang, ia akan terdengar tidak alami dan melanggar kaidah yang telah ditetapkan oleh riwayat.

Dalam konteks Wau Sukun yang didahului Dammah, pemanjangan ini adalah representasi maksimal dari vokal Dammah itu sendiri. Ketika bibir dimajukan untuk Dammah dan kemudian ditahan (dibekukan) dalam posisi yang sama untuk durasi dua harakat, maka terciptalah bunyi 'uu' Mad Thabi'i.

B. Peranan Wau dalam Sistem Vokal Arab

Wau Sukun (sebagai huruf Mad) secara teknis berfungsi sebagai semivokal (seperti 'w' dalam bahasa Inggris, tetapi lebih dileburkan) yang menyerap dan memperpanjang vokal 'u' (Dammah). Ini berbeda dengan Wau yang merupakan konsonan keras (Wau berharakat, seperti وَجَدَ, wajada).

Ketika Wau berfungsi sebagai Mad Thabi'i, ia adalah bagian dari sistem vokal panjang Arab, bukan bagian dari sistem konsonan. Ini adalah esensi mengapa ia diberi status Mad. Jika ia didahului oleh Fathah (menjadi Wau Lin), ia mengambil peran yang lebih konsonantal, menciptakan bunyi diftong (aw), yang menjelaskan mengapa ia tidak memiliki panjang Mad Asli saat washal.

Oleh karena itu, ketentuan Mad Thabi'i pada Wau Sukun adalah tentang menjaga kemurnian bunyi vokal 'uu' yang dihasilkan oleh Dammah, mempertahankan konsistensinya di hadapan konsonan lain, dan membatasinya hanya pada dua harakat, kecuali jika ada sebab yang memaksanya berubah menjadi Mad Far'i.

IX. Peringatan dan Kehati-hatian dalam Mengidentifikasi Mad Thabi'i

Pembaca perlu sangat berhati-hati dengan beberapa kata unik dalam Al-Qur'an yang mungkin terlihat memiliki Mad Thabi'i Wau, tetapi sebenarnya tidak, atau sebaliknya, memiliki Mad Thabi'i Wau yang tersembunyi.

A. Alif Lam Syamsiyyah dan Wau Mad

Dalam kasus seperti الصُّوَر (As-Shuwar), meskipun ada Wau di dalamnya, Wau tersebut mungkin tidak berfungsi sebagai Mad Thabi'i jika ia membawa harakat atau jika terdapat tasydid yang membatalkan fungsi pemanjangan. Kita harus selalu kembali ke kaidah inti: Dammah + Wau Sukun + Tanpa Hamzah/Sukun setelahnya.

B. Kasus Waqaf dan Ibda'

Terdapat kasus-kasus khusus Mad Thabi'i yang muncul karena waqaf (penghentian). Contoh paling terkenal adalah Mad Iwad (Mad Pengganti) yang mengganti Tanwin Fathah dengan Alif Mad. Dalam kasus Wau Sukun, fenomena ini tidak terjadi secara langsung, tetapi konsep bahwa Mad Thabi'i bisa muncul karena kondisi membaca (waqaf) sangat penting, terutama dalam Mad Aridh Lissukun, di mana Mad Thabi'i "asli" dikembangkan menjadi Mad yang lebih panjang.

Misalnya, jika kata لَيْلَةُ الْقَدْرِ dibaca washal, tidak ada Mad Thabi'i pada huruf Qaf. Namun, jika dibaca dengan waqaf pada kata sebelumnya, maka hukum Mad yang berlaku akan berbeda, menunjukkan bahwa status Mad Thabi'i harus selalu diperiksa dalam konteks washal atau waqaf.

X. Ringkasan Prinsip Keterbatasan Mad Thabi'i

Mad Thabi'i, khususnya pada Wau Sukun, adalah hukum yang didefinisikan oleh keterbatasannya. Keterbatasan ini terwujud dalam dua hal utama:

  1. Keterbatasan Harakat Sebelum: Wajib Dammah.
  2. Keterbatasan Harakat Sesudah: Wajib tidak ada Hamzah atau Sukun.

Jika kedua batas ini dilanggar, maka Mad Wau Sukun tidak lagi menjadi Mad Thabi'i. Pelanggaran batas pertama (misalnya didahului Fathah) mengubahnya menjadi Mad Lin. Pelanggaran batas kedua (diikuti Hamzah) mengubahnya menjadi Mad Munfasil atau Muttasil. Pelanggaran batas kedua (diikuti Sukun asli) mengubahnya menjadi Mad Lazim (yang sangat langka pada Wau Sukun tetapi mungkin secara teoritis). Pelanggaran batas kedua (diikuti Sukun Aridh) mengubahnya menjadi Mad Aridh Lissukun.

Oleh karena itu, untuk menjaga keabsahan Mad Thabi'i pada Wau Sukun, pembaca harus selalu menanyakan tiga hal secara cepat: Apakah huruf sebelumnya Dammah? Apakah Wau itu sukun? Apakah ia tidak diikuti oleh Hamzah atau Sukun? Jika jawabannya Ya, Ya, dan Ya, maka panjangnya haruslah murni dua harakat, tidak kurang dan tidak lebih, sesuai dengan standar bacaan tartil yang diajarkan secara turun temurun oleh para Qari' dan ahli Tajwid.

🏠 Homepage