Gambar placeholder untuk ilustrasi:
Skala keadilan bersanding dengan tumpukan buku hukum, melambangkan persatuan antara keadilan dan hukum.
Dalam setiap tatanan masyarakat yang beradab, kehadiran hukum adalah suatu keniscayaan. Namun, hukum tidak hanya berfungsi sebagai seperangkat aturan yang membatasi atau memerintahkan tindakan. Lebih dari itu, hukum menjadi fondasi bagi terwujudnya ketertiban, stabilitas, dan yang terpenting, keadilan bagi seluruh elemen masyarakat. Dua asas fundamental yang menjadi tulang punggung sistem hukum adalah asas kepastian hukum dan asas keadilan.
Asas kepastian hukum atau rechtszekerheid mengandung makna bahwa setiap warga negara harus mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Ini berarti bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku harus jelas, tidak multitafsir, dan dapat diprediksi dampaknya. Individu perlu mengetahui hak dan kewajibannya, serta konsekuensi hukum dari setiap tindakan yang dilakukannya. Tanpa kepastian hukum, masyarakat akan hidup dalam ketidakpastian dan ketakutan, karena tidak ada dasar yang kuat untuk menentukan benar atau salah, serta konsekuensi yang akan diterima.
Kepastian hukum juga menuntut adanya konsistensi dalam penerapan hukum. Putusan pengadilan, misalnya, harus didasarkan pada undang-undang yang berlaku dan tidak boleh berubah-ubah hanya karena subjektivitas hakim. Hal ini menciptakan rasa aman dan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Ketika hukum bersifat pasti, individu dapat merencanakan hidupnya, berinvestasi, dan berinteraksi tanpa rasa khawatir akan perubahan aturan yang tiba-tiba atau penerapan hukum yang sewenang-wenang.
Di sisi lain, asas keadilan atau gerechtigheid menekankan pada prinsip kesetaraan, proporsionalitas, dan objektivitas dalam perlakuan hukum. Keadilan bukanlah sekadar penerapan aturan secara kaku, melainkan upaya untuk mencapai hasil yang adil dan patut bagi semua pihak yang terlibat. Ini mencakup penegakan hukum yang tidak memihak, memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk didengar, dan memastikan bahwa sanksi yang dijatuhkan sepadan dengan pelanggaran yang dilakukan.
Keadilan juga berarti bahwa hukum harus mampu merespons kebutuhan dan dinamika sosial yang terus berkembang. Terkadang, penerapan hukum yang semata-mata mengutamakan kepastian dapat menimbulkan ketidakadilan karena tidak mempertimbangkan aspek kemanusiaan atau konteks spesifik suatu kasus. Oleh karena itu, interpretasi dan penerapan hukum harus senantiasa berorientasi pada pencapaian keadilan yang substantif.
Asas kepastian hukum dan keadilan bukanlah dua konsep yang berdiri sendiri, melainkan saling melengkapi dan menguatkan. Kepastian hukum yang tidak disertai keadilan dapat menjadi rezim yang represif dan otoriter. Sebaliknya, keadilan yang tanpa kepastian hukum dapat berujung pada kesewenang-wenangan dan anarki. Keduanya harus berjalan beriringan dalam menciptakan sistem hukum yang ideal.
Negara yang menjunjung tinggi asas kepastian hukum dan keadilan akan memberikan landasan yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Dalam praktiknya, terwujudnya sinergi ini membutuhkan kerja keras dari seluruh komponen bangsa, mulai dari pembuat undang-undang, penegak hukum, hingga masyarakat itu sendiri. Peninjauan berkala terhadap peraturan, peningkatan kualitas hakim dan aparatur penegak hukum, serta edukasi publik tentang hak dan kewajiban hukum adalah langkah-langkah krusial untuk mencapai cita-cita tersebut.
Ketika masyarakat merasa bahwa hukum yang berlaku adalah pasti dan adil, rasa percaya terhadap negara akan meningkat, partisipasi publik dalam pembangunan akan lebih optimal, dan potensi konflik dapat diminimalisir. Dengan demikian, asas kepastian hukum dan keadilan bukan hanya sekadar jargon hukum, melainkan pilar fundamental yang menopang keberlangsungan dan kemajuan sebuah negara.