Bakteri anaerob adalah mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen molekuler untuk tumbuh dan berkembang biak. Sebaliknya, mereka seringkali terhambat atau bahkan mati jika terpapar oksigen. Kelompok bakteri ini memiliki peran ganda: beberapa bersifat komensal yang hidup harmonis dalam sistem pencernaan manusia, namun banyak di antaranya bersifat patogen oportunistik yang menyebabkan infeksi serius ketika mereka berpindah ke jaringan tubuh yang biasanya memiliki kadar oksigen rendah, seperti abses, rongga gigi yang dalam, atau luka kronis.
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob seringkali ditandai dengan pembentukan nanah (abses) dengan bau yang khas (karena produk sampingan metabolisme anaerob) dan cenderung resisten terhadap antibiotik spektrum luas yang aktif melawan aerob. Oleh karena itu, penanganan yang efektif memerlukan pemilihan antibiotik untuk bakteri anaerob yang tepat dan spesifik.
Kesulitan dalam mengobati infeksi anaerobik bermula dari lingkungan tempat mereka berkembang biak. Jaringan yang mengalami iskemia (kekurangan suplai darah) atau abses memiliki potensi redoks yang sangat rendah (anaerobik). Obat-obatan harus mampu mencapai konsentrasi terapeutik di lokasi infeksi yang seringkali terlindungi oleh kumpulan sel darah putih dan jaringan mati. Selain itu, beberapa antibiotik seperti aminoglikosida kehilangan efektivitasnya di lingkungan yang sangat tereduksi ini.
Pemilihan antibiotik sangat bergantung pada jenis bakteri anaerob yang dicurigai (misalnya, Bacteroides, Clostridium, atau Peptostreptococcus) dan lokasi infeksi. Berikut adalah kelas obat yang paling sering diresepkan:
Metronidazol sering dianggap sebagai "standar emas" dalam terapi antibiotik untuk banyak infeksi anaerobik, terutama yang disebabkan oleh spesies Bacteroides dan Clostridium. Mekanisme kerjanya melibatkan reduksi molekul obat di dalam sel anaerob, menghasilkan radikal bebas toksik yang merusak DNA bakteri. Obat ini sangat efektif dan menembus jaringan dengan baik.
Klindamisin efektif melawan berbagai bakteri Gram-positif anaerobik dan banyak Gram-negatif anaerobik. Keunggulannya adalah kemampuannya untuk mencapai konsentrasi tinggi di dalam makrofag dan jaringan tulang. Namun, penggunaannya harus hati-hati karena risiko tinggi menyebabkan kolitis terkait Clostridium difficile (C. diff).
Beberapa antibiotik golongan beta-laktam, seperti amoksisilin/asam klavulanat (Augmentin) atau piperasilin/tazobaktam (Tazocin), sangat penting. Penisilin murni seringkali tidak cukup efektif karena banyak anaerob memproduksi enzim beta-laktamase. Kombinasi dengan inhibitor beta-laktamase (seperti asam klavulanat atau tazobaktam) memungkinkan antibiotik tersebut bekerja dengan baik melawan strain penghasil enzim ini.
Obat seperti meropenem atau imipenem adalah pilihan spektrum luas yang sering digunakan untuk infeksi anaerobik yang parah, polimikroba, atau ketika resistensi terhadap obat lini pertama telah dicurigai. Karbapenem memiliki cakupan anaerob yang sangat luas.
Penggunaan antibiotik untuk bakteri anaerob harus selalu didasarkan pada diagnosis klinis yang kuat dan, jika memungkinkan, hasil kultur sensitivitas. Pemberian antibiotik secara empiris (tanpa kultur) harus ditargetkan berdasarkan patogen paling mungkin di lokasi infeksi spesifik.
Selain itu, jika infeksi melibatkan abses yang jelas, drainase bedah seringkali lebih penting daripada antibiotik saja. Antibiotik bekerja paling baik ketika sumber infeksi telah dihilangkan atau dikurangi volumenya.
Infeksi anaerob sering bersifat polimikroba, yang berarti melibatkan campuran bakteri aerob dan anaerob. Oleh karena itu, rejimen pengobatan seringkali dimulai dengan terapi kombinasi yang menargetkan kedua jenis mikroorganisme tersebut sampai hasil kultur tersedia untuk mengarahkan terapi menjadi lebih spesifik.
Secara ringkas, pemahaman mendalam tentang fisiologi bakteri anaerob dan sifat penetrasi obat adalah kunci keberhasilan dalam mengatasi infeksi yang sulit ini, dengan Metronidazol dan antibiotik beta-laktam yang dikombinasikan sebagai pilar utama terapi.