Dunia santri identik dengan tradisi keilmuan yang mendalam, disiplin spiritual, dan kekhasan budaya yang kaya. Salah satu bentuk ekspresi budaya yang kerap terdengar di lingkungan pondok pesantren adalah lantunan "stecu" atau sholawat yang diadaptasi dan dinyanyikan dengan gaya khas santri. Lirik stecu versi santri bukan sekadar rangkaian kata-kata pujian kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan sebuah cerminan dari bagaimana ajaran agama berpadu harmonis dengan kearifan lokal dan ekspresi artistik para penuntut ilmu. Melalui lirik ini, kita dapat melihat bagaimana bahasa Arab, yang merupakan bahasa Al-Qur'an dan hadits, bersenyawa dengan nuansa lokal, menciptakan sebuah karya seni yang menyentuh hati dan menginspirasi.
Fenomena lirik stecu versi santri ini menarik untuk dikaji. Biasanya, sholawat yang dibawakan adalah karya-karya klasik dari ulama besar seperti Al-Imam Al-Busiri dalam kitab "Burda" atau karya-karya pujian lainnya yang telah mengakar dalam tradisi Islam Nusantara. Namun, yang membuat versi santri ini istimewa adalah pengemasannya. Seringkali, lirik sholawat yang murni berbahasa Arab akan diberikan tambahan bait atau terjemahan dalam bahasa lokal, atau bahkan dibawakan dengan irama dan melodi yang akrab di telinga santri, terkadang dipadukan dengan instrumen sederhana seperti rebana atau bahkan hanya menggunakan suara vokal. Inilah titik temu antara kesakralan teks dan keakraban budaya.
Lebih dari sekadar hiburan, lirik stecu versi santri berfungsi sebagai media pembelajaran dan penguatan keimanan. Bagi para santri, terutama yang masih dalam tahap awal pembelajaran bahasa Arab, sholawat menjadi jembatan untuk memahami kosa kata dan struktur kalimat bahasa suci tersebut. Pengulangan lirik, ditambah dengan pemahaman makna yang diajarkan oleh guru, membantu mereka menghafal dan merasakan keindahan bahasa Arab. Selain itu, substansi pujian kepada Nabi Muhammad SAW menjadi pengingat konstan akan suri tauladan yang harus diikuti, menumbuhkan rasa cinta dan kerinduan kepada sang utusan.
Untuk memberikan gambaran yang lebih konkret, mari kita lihat salah satu contoh lirik yang sering dijumpai, meskipun variasi dan improvisasi selalu ada dalam praktik di lapangan. Sholawat "Ya Rosulullah" adalah salah satu yang paling populer. Versi santri seringkali menambahkan elemen lokal atau menerjemahkan sebagian lirik agar lebih mudah dipahami.
Contoh di atas hanyalah sebagian kecil. Dalam praktiknya, para santri seringkali kreatif dalam menambahkan bait-bait yang relevan dengan kondisi mereka, menggunakan perumpamaan lokal, atau bahkan menggabungkan dengan unsur-unsur dakwah kontemporer. Kebebasan berekspresi ini menjadikan lirik stecu versi santri sangat dinamis dan tidak monoton. Yang terpenting adalah semangat untuk memuji Rasulullah SAW dan mensyiarkan ajaran Islam tetap terjaga.
Lirik stecu versi santri secara signifikan berperan dalam menjaga kelestarian bahasa Arab di kalangan generasi muda Muslim. Di era modern di mana dominasi bahasa asing lain semakin kuat, lirik-lirik sholawat ini menjadi pengingat pentingnya menguasai bahasa yang mulia. Para santri tidak hanya mempelajari tata bahasa dan kosa kata, tetapi juga mendalami makna filosofis dan spiritual di balik setiap kata. Ini menciptakan hubungan yang lebih dalam antara mereka dengan sumber-sumber ajaran Islam.
Selain itu, adaptasi lirik ke dalam bahasa lokal atau penambahan unsur budaya Nusantara menjadikan sholawat lebih mudah diterima dan dicerna oleh masyarakat luas. Ini adalah contoh bagaimana dakwah dapat dilakukan dengan pendekatan yang relevan dan tidak menimbulkan jarak. Lirik stecu versi santri membuktikan bahwa tradisi keagamaan yang luhur dapat dibungkus dengan kemasan budaya yang kaya tanpa mengurangi nilai kesakralannya. Justru sebaliknya, kemasan inilah yang seringkali menjadi pembuka pintu hati bagi banyak orang untuk lebih mengenal dan mencintai ajaran Islam.
Sebagai penutup, lirik stecu versi santri adalah sebuah fenomena budaya dan spiritual yang patut diapresiasi. Ia adalah perpaduan harmonis antara kecintaan pada bahasa Arab, penghormatan mendalam kepada Rasulullah SAW, dan kekayaan budaya Nusantara. Melalui lantunan pujian ini, semangat keislaman terus hidup dan berkembang, menyentuh hati, serta menginspirasi generasi demi generasi untuk terus belajar, beribadah, dan berakhlak mulia. Keindahan lirik ini tidak hanya terletak pada susunan katanya, tetapi juga pada semangat dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang terus dijaga dan dilestarikan oleh para santri di pondok pesantren.