Lagu "Kakamban Habang" merupakan salah satu karya seni musik tradisional Kalimantan Selatan yang mempesona, khususnya dari etnis Banjar. Lagu ini tidak hanya indah didengarkan, tetapi juga sarat makna dan mencerminkan kekayaan budaya serta nilai-nilai luhur masyarakat Banjar. Kata "Kakamban Habang" sendiri secara harfiah dapat diartikan sebagai "selendang merah". Namun, di balik kesederhanaan terjemahannya, tersembunyi sebuah metafora yang mendalam tentang kasih sayang, kelembutan, dan penerimaan.
Lagu ini sering kali dilantunkan dalam berbagai kesempatan, mulai dari upacara adat, perayaan, hingga sebagai pengantar tidur bagi anak-anak. Melodi yang syahdu dan lirik yang puitis menjadikan "Kakamban Habang" sebagai lagu yang abadi dan terus dicintai dari generasi ke generasi. Keunikan lagu ini terletak pada penggabungan antara nuansa religiusitas yang kental dengan sentuhan humanisme yang hangat, ciri khas kebudayaan Banjar yang banyak dipengaruhi oleh ajaran Islam.
"Kakamban Habang" secara umum menggambarkan kerinduan, cinta, dan doa dari seorang ibu kepada anaknya. Selendang merah (kakamban habang) seringkali menjadi simbol kasih sayang yang tulus dan perlindungan. Dalam konteks lagu, selendang ini bisa diinterpretasikan sebagai doa dan harapan orang tua agar anaknya senantiasa dilindungi, diberi kebaikan, dan tumbuh menjadi pribadi yang mulia.
Lebih dari sekadar ungkapan cinta seorang ibu, lagu ini juga seringkali dihubungkan dengan nilai-nilai spiritual. Kelembutan lirik dan keseriusan nada seringkali mengingatkan pada ajaran agama, yaitu pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama, memohon rahmat Tuhan, dan senantiasa bersyukur atas segala nikmat. Ini sejalan dengan budaya Banjar yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan kekeluargaan.
Berikut adalah kutipan lirik lagu "Kakamban Habang" yang populer:
Setiap bait dalam lagu "Kakamban Habang" memiliki nuansa tersendiri. Bait pertama yang menggambarkan batang beringin dan dinding panjuran memberikan gambaran tentang lingkungan alam dan kehidupan sehari-hari. Pohon beringin sering diidentikkan dengan keteduhan dan kekuatan, sementara dinding panjuran melambangkan struktur keluarga.
Bagian mengenai "kakamban habang" dan "mawar melayang" pada bait kedua dan keempat menjadi inti dari lagu ini. Selendang merah yang indah dan bunga mawar yang harum mewakili kelembutan, kecantikan, dan kasih sayang yang melambangkan perasaan mendalam dari orang tua untuk anaknya. Frasa "habis takacap, habis takatur" bisa diartikan sebagai harapan agar segala sesuatu berjalan lancar dan teratur, serta kebaikan yang tak terhingga.
Bait ketiga secara eksplisit menunjukkan ungkapan cinta "Umai oi umai, anakku sayang". Ini adalah bentuk panggilan sayang yang tulus dari seorang ibu. Doa dan harapan agar anak tumbuh dengan baik, terhindar dari kesulitan ("malam nang dingin"), dan menjadi kebanggaan keluarga ("nang binih jadi kadang-kadang sayang") tergambar jelas di sini. Lirik "buah jambu ai" juga merupakan simbol kesegaran dan manisnya kehidupan yang diharapkan.
Lagu "Kakamban Habang" bukan sekadar hiburan semata, melainkan juga media penting dalam pelestarian budaya. Melalui lagu ini, nilai-nilai kekeluargaan, kasih sayang, dan kelembutan senantiasa ditanamkan. Irama dan liriknya yang mudah diingat membuat lagu ini efektif disebarkan dan diwariskan kepada generasi muda.
Keberadaan lagu seperti "Kakamban Habang" menegaskan betapa pentingnya musik tradisional sebagai cerminan identitas suatu bangsa. Dengan terus menyanyikan, mendengar, dan memahami makna di balik liriknya, kita turut berkontribusi dalam menjaga kelestarian warisan budaya yang berharga ini agar tetap hidup dan relevan di tengah modernisasi.