Dahak berdarah, atau secara medis dikenal sebagai hemoptisis, merujuk pada batuk darah yang berasal dari saluran pernapasan di bawah laring (tenggorokan). Ini adalah gejala yang seringkali menimbulkan kekhawatiran besar, baik bagi pasien maupun keluarga. Memahami asal muasal darah sangatlah krusial, karena ia menentukan langkah diagnosis selanjutnya.
Seringkali, darah yang dikeluarkan melalui mulut disalahartikan. Penting untuk membedakan antara hemoptisis (darah berasal dari paru-paru) dan hematemesis (darah berasal dari saluran pencernaan):
Hemoptisis diklasifikasikan berdasarkan volume darah yang dikeluarkan dalam periode 24 jam. Klasifikasi ini sangat penting karena memengaruhi keputusan penanganan, terutama risiko gagal napas:
Alt Text: Ilustrasi skematis sistem pernapasan manusia (paru-paru dan bronkus).
Pada sebagian besar kasus, dahak berdarah yang sifatnya ringan (hanya berupa garis) disebabkan oleh kondisi yang tidak mengancam jiwa. Darah ini berasal dari robekan kecil pada pembuluh darah kapiler di saluran napas yang superfisial akibat tekanan batuk yang berlebihan.
Bronkitis, baik akut maupun kronis, adalah penyebab paling sering ditemui. Peradangan pada bronkus menyebabkan pembengkakan lapisan mukosa. Batuk yang terus-menerus dan hebat dapat merobek pembuluh darah kecil ini. Pada bronkitis kronis, peradangan jangka panjang (sering dikaitkan dengan merokok) menyebabkan hiperplasia pembuluh darah bronkial, membuatnya lebih rentan berdarah.
Infeksi umum seperti pilek atau flu dapat menyebabkan batuk yang sangat kering dan iritatif. Iritasi kronis pada laring dan trakea dapat menyebabkan keluarnya sedikit darah yang bercampur dengan lendir, terutama saat pagi hari.
Darah yang berasal dari saluran pernapasan atas, seperti mimisan (epistaksis) atau pendarahan gusi, dapat mengalir ke belakang tenggorokan dan kemudian dibatukkan keluar. Dalam kasus ini, sumber pendarahan bukanlah paru-paru, tetapi seringkali sulit dibedakan oleh pasien.
Pasien yang menjalani terapi pengencer darah (antikoagulan) seperti Warfarin, Apixaban, atau Heparin memiliki risiko pendarahan yang meningkat, termasuk pendarahan kapiler ringan di paru-paru, meskipun dosisnya sudah tepat.
Jika hemoptisis bersifat berulang, jumlahnya banyak, atau disertai gejala sistemik lainnya (seperti penurunan berat badan, demam berkepanjangan, atau nyeri dada), ini seringkali menandakan adanya penyakit serius pada paru-paru atau sistem vaskular.
Tuberkulosis adalah salah satu penyebab utama hemoptisis di negara berkembang. Kerusakan jaringan paru-paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat melukai pembuluh darah. Hemoptisis pada TBC dapat terjadi dalam berbagai fase:
Bronkiektasis adalah kondisi kronis di mana saluran udara (bronkus) menjadi melebar secara abnormal dan permanen. Pelebaran ini menyebabkan penumpukan lendir dan infeksi berulang. Pada dinding bronkus yang melebar, terjadi peningkatan aliran darah melalui arteri bronkial (sistem bertekanan tinggi). Peradangan kronis membuat dinding ini rapuh, dan pendarahan dari arteri bronkial yang membesar adalah penyebab umum hemoptisis berulang dan masif pada pasien bronkiektasis.
Kanker paru-paru, baik jenis sel kecil (Small Cell Lung Cancer/SCLC) maupun non-sel kecil (NSCLC), harus selalu dicurigai, terutama pada perokok atau mereka yang memiliki riwayat paparan karsinogen. Tumor yang tumbuh dapat mengikis atau menyerang pembuluh darah besar di dekatnya. Hemoptisis yang disebabkan oleh kanker biasanya bersifat ringan hingga sedang, namun terus berlanjut (persisten). Jika darah berasal dari pusat paru-paru (sentral), risiko hemoptisis masif lebih tinggi.
Infeksi paru-paru akut (pneumonia) dapat menyebabkan dahak berdarah. Darah biasanya bercampur dengan dahak yang tebal dan berwarna karat atau merah tua, terutama pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti Klebsiella pneumoniae. Tingkat keparahan hemoptisis akan mereda seiring dengan membaiknya infeksi.
Emboli paru adalah penyumbatan pada salah satu arteri di paru-paru, biasanya oleh gumpalan darah yang berasal dari kaki (Trombosis Vena Dalam). Hemoptisis pada emboli paru terjadi karena iskemia (kekurangan suplai darah) pada jaringan paru-paru, yang menyebabkan infark (kematian jaringan) dan pendarahan ke dalam alveoli. Gejala khas seringkali meliputi nyeri dada tajam saat bernapas (pleuritik) dan sesak napas mendadak.
Tidak semua hemoptisis berasal dari kerusakan langsung pada bronkus atau alveoli; beberapa berasal dari peningkatan tekanan dalam sistem vaskular paru atau penyakit jantung.
Stenosis mitral menyebabkan darah sulit mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Akibatnya, terjadi penumpukan tekanan balik yang sangat tinggi di atrium kiri, kemudian ke vena paru, dan akhirnya ke kapiler paru. Tekanan tinggi ini dapat menyebabkan pecahnya kapiler kecil, dikenal sebagai edema paru hemoragik, yang menghasilkan dahak berwarna merah muda atau berbusa, sering disertai sesak napas parah.
Mirip dengan stenosis mitral, gagal jantung yang memburuk secara akut (dekompensasi) menyebabkan tekanan hidrostatik di kapiler paru meningkat drastis. Ini memaksa cairan dan sel darah merah masuk ke ruang udara, menghasilkan batuk darah berbusa merah muda (pink frothy sputum).
Ini adalah hubungan abnormal antara arteri dan vena paru, memungkinkan darah melewati kapiler. Jika PAVM terletak superfisial atau besar, ia bisa pecah, menyebabkan pendarahan. Kondisi ini sering dikaitkan dengan penyakit bawaan seperti Hereditary Hemorrhagic Telangiectasia (HHT) atau Sindrom Osler-Weber-Rendu.
Meskipun jarang, robeknya aneurisma aorta torakalis ke dalam trakea atau bronkus (fistula bronko-aorta) adalah penyebab hemoptisis masif yang hampir selalu fatal. Ini adalah kondisi darurat bedah ekstrem.
Beberapa kondisi langka yang melibatkan respons imun abnormal dapat secara khusus menargetkan pembuluh darah kecil di paru-paru (kapiler), menyebabkan pendarahan yang meluas.
Sindrom Goodpasture adalah penyakit autoimun yang sangat jarang di mana antibodi menyerang membran basal di ginjal dan paru-paru. Ini menyebabkan pendarahan di paru-paru (hemoptisis) dan kegagalan ginjal yang cepat (glomerulonefritis). Hemoptisis biasanya difus (menyebar) dan parah.
Dahulu dikenal sebagai Wegener’s Granulomatosis. Ini adalah bentuk vaskulitis (peradangan pembuluh darah) yang menyerang saluran pernapasan, ginjal, dan organ lain. Peradangan pada kapiler paru dapat menyebabkan pendarahan alveolar (alveolar hemorrhage), menghasilkan batuk darah.
Pada pasien SLE, komplikasi pulmonal dapat mencakup pendarahan alveolar difus, yang merupakan manifestasi parah dari penyakit ini dan memerlukan penanganan imunosupresif agresif.
Gangguan pembekuan darah bawaan (seperti hemofilia) atau didapat (seperti defisiensi Vitamin K, sirosis hati, atau konsumsi obat berlebihan) membuat pasien rentan terhadap pendarahan dari pembuluh darah paru yang paling kecil sekalipun.
Alt Text: Ilustrasi skematis jantung, menunjukkan keterkaitan antara masalah jantung dan sistem paru.
Ketika pasien datang dengan keluhan dahak berdarah, prioritas utama dokter adalah menentukan kuantitas pendarahan, menstabilkan pasien (terutama pada hemoptisis masif), dan mencari lokasi serta penyebab pendarahan.
Dokter akan menggali informasi detail:
Pencitraan bertujuan melokalisasi sumber pendarahan dan mengidentifikasi kelainan struktural pada paru-paru.
Bronkoskopi fleksibel adalah alat diagnostik dan terapeutik yang paling penting, terutama jika hemoptisis bersifat masif atau jika penyebabnya tidak jelas setelah pencitraan. Dokter memasukkan selang tipis berlampu melalui hidung atau mulut ke dalam saluran napas.
Alt Text: Ilustrasi kaca pembesar, melambangkan proses diagnosis dan penelitian medis yang cermat.
Penanganan hemoptisis bergantung sepenuhnya pada tingkat keparahan. Pada hemoptisis ringan, pengobatan diarahkan pada penyebab dasarnya (misalnya, antibiotik untuk bronkitis). Pada hemoptisis masif, prioritasnya adalah menstabilkan pasien dan menghentikan pendarahan.
Tujuan utama adalah menjaga jalan napas tetap terbuka (mencegah aspirasi) dan memastikan pertukaran gas yang memadai.
BAE adalah terapi non-bedah pilihan utama untuk menghentikan hemoptisis sedang hingga masif, terutama yang berasal dari bronkiektasis atau TBC lama, karena sebagian besar pendarahan paru berasal dari sistem arteri bronkial (sistem bertekanan tinggi).
Prosedur ini melibatkan ahli radiologi intervensi yang memasukkan kateter melalui arteri di pangkal paha hingga mencapai arteri bronkial yang berdarah. Bahan penyumbat (koil atau partikel) kemudian disuntikkan untuk menghentikan aliran darah ke area yang bermasalah. BAE memiliki tingkat keberhasilan tinggi (sekitar 70-90%) dalam menghentikan pendarahan akut, meskipun pendarahan bisa berulang jika pembuluh darah baru tumbuh.
Pembedahan (misalnya, lobektomi atau pneumonektomi) dilakukan hanya jika BAE gagal, pendarahan terus berlanjut, sumber pendarahan terlokalisasi dengan baik, dan fungsi paru pasien masih memungkinkan untuk menahan pengangkatan sebagian paru-paru. Pembedahan adalah pilihan kuratif terbaik untuk penyakit terlokalisir seperti aspergilloma atau kanker paru stadium awal.
Setelah pendarahan terkontrol, fokus beralih ke pengobatan penyebab akar masalah:
Dampak jangka panjang dari hemoptisis sangat bergantung pada penyebab dan tingkat keparahan pendarahan itu sendiri.
Komplikasi paling akut dan fatal dari hemoptisis masif adalah asfiksia, di mana darah memenuhi saluran napas utama dan mencegah pertukaran gas. Ini dapat terjadi bahkan dengan volume darah yang relatif kecil (sekitar 200 ml) jika pendarahan terjadi dengan cepat dan pasien tidak mampu membersihkan jalan napasnya melalui batuk yang efektif.
Hemoptisis ringan yang berulang dan kronis, meskipun tidak mengancam jiwa secara akut, dapat menyebabkan kehilangan zat besi secara bertahap yang pada akhirnya mengakibatkan anemia defisiensi besi yang memerlukan suplementasi dan investigasi ulang sumber pendarahan.
Pendarahan alveolar difus, yang sering terlihat pada penyakit autoimun atau TBC parah, dapat menyebabkan penumpukan hemosiderin (zat besi dari darah) di jaringan paru-paru, yang memicu pembentukan jaringan parut (fibrosis) dan penurunan fungsi paru secara permanen.
Bagi pasien dengan kondisi kronis seperti bronkiektasis atau kista fibrosis yang berulang kali mengalami dahak berdarah ringan, manajemen berfokus pada pengendalian infeksi, mengurangi peradangan, dan menjaga kebersihan saluran napas.
Pada bronkiektasis dan kista fibrosis, fisioterapi dada dan teknik pembersihan jalan napas (seperti alat getar atau drainase postural) sangat penting untuk mengeluarkan lendir yang terinfeksi dan mengurangi siklus infeksi-peradangan-pendarahan.
Infeksi berulang adalah pemicu utama pendarahan. Pemberian antibiotik jangka panjang (suppressive antibiotics) atau nebulisasi antibiotik dapat membantu mengendalikan kolonisasi bakteri kronis di bronkus yang rusak.
Meskipun batuk yang kuat adalah penyebab pendarahan, batuk juga merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk membersihkan darah dan lendir. Penggunaan obat penekan batuk (antitusif) harus dilakukan dengan sangat hati-hati, terutama pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak, karena dapat meningkatkan risiko sumbatan jalan napas.
Dalam kasus hemoptisis ringan yang tidak diketahui penyebabnya, dokter mungkin akan menyarankan terapi simptomatik seperti istirahat, penghentian sementara antikoagulan (jika aman), dan observasi ketat. Namun, tidak boleh ada asumsi; setiap kasus dahak berdarah harus dievaluasi untuk menyingkirkan penyebab yang mengancam jiwa, terutama pada orang dewasa dengan riwayat merokok.
Hemoptisis pada anak-anak jarang terjadi dan biasanya memiliki etiologi yang berbeda dari orang dewasa. Penyebab utama pada populasi pediatrik meliputi:
Investigasi pada anak harus selalu cepat dan cermat, seringkali melibatkan bronkoskopi segera untuk menyingkirkan benda asing sebagai penyebab.
Untuk memahami mengapa pengobatan hemoptisis seringkali berfokus pada embolisasi, kita harus memahami dua sistem pembuluh darah yang memberi makan paru-paru, karena sistem ini memiliki tekanan dan fungsi yang sangat berbeda.
Sistem ini berasal dari Aorta (sistem peredaran darah utama) dan berfungsi memberikan nutrisi ke jaringan paru-paru dan dinding saluran napas (bronkus). Ini adalah sistem bertekanan tinggi (mirip tekanan sistemik).
Sistem ini berasal dari Ventrikel Kanan jantung dan membawa darah terdeoksigenasi untuk proses pertukaran gas di alveoli. Ini adalah sistem bertekanan rendah.
Pada penyakit paru kronis, pembuluh darah dari sistem bronkial dan pulmonal seringkali membentuk hubungan abnormal (anastomosis) dalam upaya perbaikan jaringan. Hubungan ini meningkatkan tekanan pada pembuluh darah bronkial yang sudah meradang, menciptakan lingkaran setan yang meningkatkan risiko pendarahan berulang.
Deteksi apakah pendarahan berasal dari sistem bronkial atau pulmonal sangat memengaruhi pilihan pengobatan. Pendarahan bronkial biasanya memerlukan intervensi invasif seperti BAE atau pembedahan, sementara pendarahan pulmonal difus (alveolar hemorrhage) seringkali memerlukan penekanan sistem imun atau penanganan gagal jantung.
Hemoptisis adalah gejala yang memiliki spektrum penyebab yang sangat luas, mulai dari iritasi minor pada saluran napas hingga kondisi serius seperti TBC yang kambuh atau kanker paru. Dalam mengevaluasi dahak berdarah, dokter selalu mempertimbangkan dua hal utama: tingkat kegawatan dan etiologi (penyebab) dasar.
Jika Anda mengalami dahak berdarah, bahkan dalam jumlah yang sedikit, sangat penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter untuk dilakukan evaluasi. Deteksi dini kondisi serius seperti TBC atau kanker paru-paru meningkatkan peluang keberhasilan pengobatan secara signifikan. Jangan pernah menganggap remeh hemoptisis, terutama jika volume darah meningkat, bersifat berulang, atau disertai dengan gejala sistemik seperti demam, sesak napas, atau penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.