Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa air laut terasa asin? Pengalaman mencicipi air laut, meskipun tidak disengaja, pasti meninggalkan kesan yang sama pada banyak orang. Rasa asin yang khas ini ternyata bukan tanpa alasan ilmiah yang menarik. Mari kita selami lebih dalam untuk menemukan jawaban atas pertanyaan fundamental ini, yang seringkali muncul di forum seperti Brainly.
Secara garis besar, ada dua proses utama yang berkontribusi terhadap tingginya kadar garam di lautan dunia: pelapukan batuan di daratan dan aktivitas vulkanik bawah laut.
Proses ini adalah kontributor terbesar. Ketika hujan turun, airnya tidak murni air H₂O saja. Udara atmosfer mengandung karbon dioksida (CO₂). Saat CO₂ larut dalam air hujan, terbentuklah asam karbonat (H₂CO₃). Asam karbonat ini bersifat lemah, namun cukup untuk memulai proses pelapukan batuan di permukaan bumi.
Batuan di daratan, seperti granit atau basalt, mengandung berbagai mineral. Salah satunya yang paling umum adalah feldspar. Ketika asam karbonat bereaksi dengan feldspar, terjadi reaksi kimia yang memecah mineral tersebut menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana. Proses ini dikenal sebagai pelapukan kimia.
Hasil dari pelapukan kimia ini adalah terbentuknya ion-ion terlarut, seperti ion natrium (Na⁺), ion klorida (Cl⁻), ion magnesium (Mg²⁺), ion sulfat (SO₄²⁻), dan berbagai ion lainnya. Ion-ion inilah yang pada dasarnya merupakan bahan penyusun garam yang kita kenal (natrium klorida atau NaCl). Air hujan yang membawa asam karbonat ini kemudian mengalir ke sungai-sungai.
Sungai-sungai ini bertindak sebagai pengangkut alami, membawa berbagai mineral terlarut, termasuk ion-ion garam tersebut, menuju lautan. Meskipun konsentrasi ion-ion ini dalam air sungai sangat rendah sehingga rasanya tidak asin, akumulasi selama jutaan tahun di lautan telah menghasilkan kadar garam yang signifikan.
Selain dari daratan, sumber garam lain berasal dari aktivitas vulkanik di dasar laut. Gunung berapi bawah laut melepaskan gas dan mineral ke dalam air laut. Gas-gas ini seringkali mengandung senyawa sulfur dan klorin, yang kemudian bereaksi dengan air dan membentuk asam. Asam ini kemudian dapat melarutkan mineral dari kerak bumi di dasar laut, menambah jumlah ion-ion terlarut di lautan.
Interaksi antara air laut yang panas dengan batuan di sekitar ventilasi hidrotermal di dasar laut juga melepaskan berbagai mineral ke dalam air, termasuk yang berkontribusi pada rasa asin.
Anda mungkin bertanya, jika air dari sungai terus menerus membawa garam ke laut, mengapa lautan tidak semakin asin dari waktu ke waktu dan akhirnya mengering? Jawabannya terletak pada siklus hidrologi dan proses pengikatan garam.
Air laut tidak hanya berkumpul di lautan, tetapi juga menguap membentuk awan. Proses penguapan ini meninggalkan garam dan mineral terlarut di lautan. Namun, awan yang terbentuk sebagian besar terdiri dari air murni (H₂O). Ketika awan tersebut mengembun dan turun kembali ke bumi sebagai hujan, airnya relatif tawar.
Selain itu, ada juga proses geologis yang membantu menyerap sebagian garam. Beberapa ion, seperti kalsium dan silika, digunakan oleh organisme laut untuk membangun cangkang dan kerangka mereka. Ketika organisme ini mati, sisa-sisa mereka tenggelam ke dasar laut, mengikat garam tersebut dalam sedimen. Ada juga mineral yang bereaksi dengan dasar laut dan terperangkap dalam batuan.
Meskipun demikian, laju penambahan garam dari daratan dan aktivitas vulkanik jauh lebih besar daripada laju pengurangan garam melalui proses pengendapan dan penyerapan oleh organisme. Inilah yang menyebabkan air laut secara keseluruhan tetap asin.
Garam yang terkandung di dalam air laut bukanlah hanya natrium klorida (NaCl) seperti garam dapur yang kita kenal. Namun, NaCl memang merupakan komponen paling melimpah, menyusun sekitar 85% dari total padatan terlarut di laut.
Selain natrium dan klorida, komponen utama lainnya meliputi:
Perbandingan antara ion-ion ini cenderung konstan di seluruh lautan, yang dikenal sebagai prinsip konstanta relatif (prinsip de Fore). Ini berarti bahwa meskipun salinitas (kadar garam) dapat bervariasi dari satu lautan ke lautan lain, proporsi utama garamnya tetap sama.
Jadi, lain kali Anda memikirkan mengapa air laut asin, ingatlah bahwa ini adalah hasil dari proses geologis dan kimia yang telah berlangsung selama miliaran tahun, sebuah cerita panjang tentang bagaimana air dan batuan di planet kita berinteraksi.