Qodho (atau Qada’) secara bahasa berarti menyelesaikan atau menunaikan. Dalam konteks syariat Islam, Qodho sholat merujuk pada pelaksanaan sholat wajib di luar waktu yang telah ditentukan, karena sholat tersebut terlewatkan (luput) dari waktu aslinya.
Kewajiban meng-qodho’ sholat didasarkan pada Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa yang lupa sholat atau tertidur sehingga terlewat, maka tebusannya (kaffarah) adalah ia harus sholat ketika ia mengingatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Meskipun hadits ini menyebutkan uzur (alasan yang dibenarkan seperti lupa atau tidur), para ulama sepakat bahwa jika qodho wajib bagi yang lupa, maka ia lebih wajib bagi mereka yang meninggalkannya dengan sengaja (meskipun penundaan yang disengaja membawa dosa besar).
Penting membedakan dua istilah utama ini:
Secara substansi gerakan dan bacaan, sholat Qodho’ sama persis dengan sholat Ada’. Perbedaan mendasarnya terletak pada niat dan waktu pelaksanaan.
Sholat Maghrib adalah sholat ganjil (tiga raka’at), menjadikannya unik di antara sholat fardhu lainnya. Jika terlewat, niat qodho’ harus secara spesifik menyebutkan jumlah raka’at yang diganti, yaitu tiga raka’at, memastikan semua rukun dipenuhi sebagaimana sholat Maghrib yang tunai (ada').
Mengganti Sholat: Fokus pada waktu yang telah berlalu.
Proses qodho' Maghrib harus mengikuti semua rukun dan sunnah yang berlaku pada sholat Maghrib yang dilaksanakan pada waktunya. Berikut adalah langkah-langkah praktisnya:
Niat adalah rukun pertama sholat dan harus dilakukan di dalam hati bersamaan dengan takbiratul ihram. Dalam niat Qodho, ada tambahan kata ‘Qodho’an’ (sebagai ganti) dan penetapan sholat mana yang diganti (Maghrib).
Transliterasi: Ushallii fardhal-maghribi tsalaatsa raka‘aatin qodhaa’an lillaahi ta‘aalaa.
Arti: "Saya niat sholat fardhu Maghrib tiga rakaat, sebagai qodho’ karena Allah Ta’ala."
Jika Anda meng-qodho’ Maghrib berjamaah (misalnya, beberapa orang yang sama-sama tertinggal di jalan), niatnya disesuaikan:
Semua rukun harus dipenuhi. Jika salah satu rukun terlewat, sholat tersebut batal dan wajib diulang.
Mengucapkan Allahu Akbar sambil mengangkat tangan sejajar telinga (pria) atau bahu (wanita), diikuti dengan niat di dalam hati.
Berdiri sempurna menghadap kiblat. Ini adalah rukun bagi sholat fardhu.
Dilakukan di setiap raka’at. Al-Fatihah adalah rukun bacaan, tanpanya sholat tidak sah.
Membungkuk hingga punggung rata, disertai ketenangan (thuma'ninah) sejenak.
Berdiri tegak kembali setelah ruku’.
Meletakkan tujuh anggota badan di lantai (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dua ujung kaki).
Duduk sejenak di antara sujud pertama dan kedua.
Dilakukan pada raka’at kedua. Dalam Maghrib, tasyahhud awal adalah wajib (sunnah ab’adh menurut Syafi'i, yang jika ditinggalkan harus diganti sujud sahwi).
Duduk untuk tasyahhud akhir (rukun) dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW setelah tasyahhud (rukun menurut Mazhab Syafi'i).
Mengucapkan ‘Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah’ sambil menoleh ke kanan. Ini mengakhiri sholat.
Melakukan semua rukun di atas sesuai urutan yang benar, tanpa melompati atau membalikkan urutan.
Karena Maghrib hanya 3 raka’at, struktur duduknya berbeda dengan sholat 4 raka’at:
Apakah Qodho’ Maghrib dibaca keras (jahr) atau pelan (sirr)? Ini tergantung pada waktu pelaksanaannya Qodho’ dan Mazhab yang diikuti:
Menurut Mazhab Syafi’i, sholat qodho’ dilakukan sesuai sifat sholat aslinya, bukan waktu pelaksanaannya. Maghrib aslinya sholat malam (jahr).
Dua masalah fiqh krusial dalam qodho’ adalah kapan harus melaksanakannya (urgensi) dan apakah harus berurutan (tartib) jika ada sholat yang terlewat lainnya.
Ini adalah perbedaan utama tergantung alasan sholat itu terlewat:
Tartib berarti sholat qodho’ harus didahulukan sebelum sholat ada’ (tunai) berikutnya, jika jumlah sholat qodho’ yang terlewat tidak terlalu banyak.
| Mazhab | Hukum Tartib (Mengurutkan) | Pengecualian Penting |
|---|---|---|
| Hanafi | Wajib | Jika jumlah qodho’ melebihi 6 waktu sholat (disebut Fawait Katsir), maka tartib gugur. |
| Maliki | Wajib | Jika lupa bahwa ada sholat qodho’, atau waktu sholat ada’ hampir habis. |
| Syafi'i | Sunnah (Tidak Wajib) | Tartib sangat dianjurkan untuk keluar dari khilaf (perbedaan pendapat ulama), tetapi tidak wajib. Jika seseorang langsung sholat Isya’ sebelum meng-qodho’ Maghrib, sholat Isya’nya tetap sah, namun ia kehilangan keutamaan. |
| Hambali | Wajib | Gugur jika lupa, atau jika waktu sholat ada’ (yang akan dilaksanakan) sudah sempit. |
Kesimpulan Praktis: Untuk menghindari keraguan dan dosa, jika Anda ingat harus meng-qodho’ Maghrib saat waktu Isya’ sudah masuk, dahulukan qodho’ Maghrib, kecuali jika waktu Isya’ sudah sangat mepet sehingga khawatir terlewat.
Fokus dan ketenangan (Thuma'ninah) adalah kunci dalam setiap rukun sholat qodho.
Penerapan Qodho’ bisa bervariasi tergantung kondisi pelakunya atau situasi di mana sholat itu terlewat.
Jika seseorang melewatkan sholat Maghrib saat sedang dalam perjalanan (safar) yang membolehkan Qashar (meringkas sholat), apakah ia meng-qodho’ 3 raka’at atau 2 raka’at (seperti sholat Isya’ yang diqashar)?
Jawabannya: Sholat Maghrib tidak boleh diqashar (diringkas). Ia harus diqodho’ dalam jumlah raka’at aslinya, yaitu 3 raka’at, terlepas apakah saat meng-qodho’ ia masih dalam perjalanan atau sudah kembali ke rumah (muqim).
Terkadang, Maghrib dan Isya’ terlewat bersamaan, misalnya karena perjalanan panjang atau pingsan.
Jika kedua sholat tersebut terlewatkan:
Bagi mereka yang baru bertaubat atau kembali menunaikan ibadah setelah lama meninggalkan sholat (Maghrib, Isya’, Subuh, Dzuhur, Ashar), jumlah qodho’ bisa mencapai ratusan atau ribuan. Ini disebut Ashab Fawa’it Katsirah.
Wanita yang melewati waktu Maghrib dalam kondisi haid atau nifas tidak wajib meng-qodho' Maghrib tersebut. Namun, jika ia suci sebelum waktu Maghrib berakhir (misalnya, suci 10 menit sebelum Isya' masuk), ia wajib segera mandi dan melaksanakan sholat Maghrib tersebut. Jika ia melewatkan sisa waktu tersebut hingga masuk waktu Isya', maka ia wajib meng-qodho' Maghrib. Selain itu, jika ia suci pada waktu Isya', ia wajib meng-qodho' Maghrib bersama Isya' (hukum jamak taqdim secara qodho').
Keabsahan Qodho’ sangat bergantung pada kesempurnaan rukun. Berikut adalah penjelasan mendalam mengenai beberapa rukun krusial, khususnya dalam konteks Maghrib 3 raka’at:
Thuma'ninah adalah berdiam diri sejenak setelah anggota tubuh menempati posisi rukun (seperti ruku’, i’tidal, atau sujud). Durasi minimumnya adalah seukuran membaca ‘Subhanallah’.
Peringatan Khusus: Ketika mengejar Qodho’ yang banyak, seringkali muncul dorongan untuk mempercepat gerakan. Namun, menghilangkan Thuma'ninah dapat membatalkan sholat. Sholat yang batal karena ketiadaan Thuma’ninah wajib diulang, sehingga tujuan mempercepat malah gagal tercapai.
Dalam Sholat Maghrib, raka’at kedua diakhiri dengan Tasyahhud Awal. Ini adalah momen penting karena memisahkan dua bagian utama sholat.
Tasyahhud akhir adalah penutup dan rukun yang harus dipenuhi sebelum salam.
Perlu dicatat bahwa Mazhab Maliki menganggap Qunut setelah I’tidal pada raka’at ketiga Maghrib sebagai sunnah yang kuat (bahkan ada yang mewajibkannya). Bagi yang mengikuti Mazhab Syafi’i dan Hanafi, qunut Maghrib tidak disyariatkan, kecuali saat terjadi musibah besar (qunut nazilah).
Bagi yang memiliki banyak tanggungan Maghrib (dan sholat lainnya), pendekatan sistematis sangat diperlukan untuk memastikan kewajiban ini tertunaikan sebelum ajal menjemput.
Meskipun semua sholat wajib memiliki kedudukan yang sama, jika seseorang harus memilih karena keterbatasan waktu atau energi (misalnya, baru mulai meng-qodho’ di usia tua), sebaiknya ia meng-qodho’ berdasarkan urutan waktu (Maghrib, Isya’, Subuh, Dzuhur, Ashar) dan memastikan sholat ganjil (Maghrib dan Subuh) tidak terlewat, karena jumlah raka’atnya berbeda.
Dianjurkan untuk membuat catatan (ledger) sholat yang terlewat, baik per hari, minggu, atau bulan. Strategi yang efektif meliputi:
Tidak diperbolehkan niat tunggal untuk meng-qodho’ dua sholat yang berbeda (misalnya, meniatkan qodho’ Maghrib dan Isya’ sekaligus). Setiap sholat wajib (baik Ada’ maupun Qodho’) harus memiliki niat spesifiknya sendiri.
Adzan dan Iqamah adalah Sunnah Muakkadah untuk sholat Ada’ (tunai). Ketika melakukan Qodho’ secara tunggal (munfarid), disunnahkan untuk mengucapkan Iqamah sebelum memulai sholat qodho’, terutama jika ia meng-qodho’ beberapa sholat berturut-turut.
Mengganti sholat bukan hanya tindakan mekanis, tetapi juga bagian dari proses taubat dan penyucian diri dari dosa meninggalkan kewajiban terbesar dalam Islam.
Ketika sholat ditinggalkan karena uzur (lupa atau tidur), qodho’ berfungsi sebagai tebusan (kaffarah) dan tidak ada dosa yang menyertai kelalaian tersebut.
Namun, ketika Maghrib ditinggalkan dengan sengaja (tanpa uzur syar'i):
Waktu Maghrib sangat singkat. Seringkali, seseorang mengira masih berada di waktu Maghrib, padahal mega merah (Syafaq Al-Ahmar) sudah hilang dan waktu Isya’ telah masuk. Jika sholat dimulai pada batas akhir dan waktu Isya’ masuk sebelum sholat selesai, maka sholat Maghrib tersebut otomatis menjadi Qodho’.
Penting: Untuk memastikan sholat Maghrib adalah Ada’ (tunai), harus dipastikan Takbiratul Ihram dilakukan di dalam batas waktu Maghrib, meskipun salamnya dilakukan setelah waktu habis.
Untuk mencapai target kesempurnaan ibadah Qodho, perlu dipahami betul bagaimana pelaksanaan rukun secara detail, khususnya yang sering dilupakan atau disepelekan.
Niat harus terjadi saat Takbiratul Ihram. Niat terdiri dari tiga elemen yang harus hadir dalam hati:
Dalam konteks Qodho, penentuan jenis sholat harus spesifik menyebut 'Qodho' dan jika memungkinkan, menentukan sholat Maghrib yang mana (pertama, terakhir, yang terlewat kemarin, dll.).
Al-Fatihah harus dibaca dengan tartil dan benar, termasuk tasydid-nya (tanda pengerasan). Jika ada kesalahan fatal dalam membaca Al-Fatihah yang mengubah maknanya, sholat Qodho’ Maghrib tersebut tidak sah dan harus diulang. Ini termasuk menjaga semua huruf makhraj (tempat keluar huruf) yang benar.
Rukun tertib tidak hanya mengatur urutan antar sholat (Tartib Fawa'it), tetapi juga urutan rukun di dalam satu sholat Qodho’ Maghrib itu sendiri. Anda tidak bisa sujud sebelum ruku’, atau ruku’ sebelum Al-Fatihah. Jika urutan rukun di dalam Maghrib terbalik, sholat tersebut batal dan tidak bisa diperbaiki dengan sujud sahwi.
Kewajiban Qodho’ tetap berlaku bahkan bagi orang yang sakit parah, selama akalnya masih berfungsi (tidak gila atau pingsan total).
Jika sholat Maghrib terlewat, dan saat meng-qodho’ orang tersebut sedang sakit yang menghalangi berdiri, ia harus melaksanakannya sesuai kemampuannya:
Apapun kondisi fisiknya, niat (rukun pertama) dan kemampuan akal harus ada. Sholat yang dilakukan oleh orang gila atau pingsan total (yang tidak sadar sama sekali selama satu waktu sholat penuh) gugur kewajiban Qodho’-nya.
Jika sholat Maghrib terlewat, dan ketika hendak meng-qodho’ ia berada dalam situasi tidak ada air atau tidak bisa menggunakan air (uzur), ia tetap wajib meng-qodho’ dengan TAYAMMUM (bersuci dengan debu) sebagai pengganti wudhu dan/atau mandi, lalu melaksanakan Qodho’ Maghrib 3 raka’at.
Salah satu pembeda paling halus antara Ada’ dan Qodho’ adalah pada fleksibilitas niat, khususnya bagi makmum.
Dalam sholat Ada’ (tunai), jika seseorang datang terlambat, ia bisa berniat menjadi makmum kepada imam meskipun niatnya baru terjadi setelah Takbiratul Ihram imam, asalkan ia Takbiratul Ihram di dalam waktu sholat. Namun, dalam Qodho’ Maghrib, niat harus selalu spesifik menyebut ‘Qodho’an’ untuk mengesahkan sholat di luar waktunya. Jika seseorang lupa menyebut Qodho’ dalam niatnya, Mazhab Syafi’i dan mayoritas ulama menganggap sholatnya tidak sah karena tidak ada penetapan (ta’yin) sholat tersebut sebagai sholat yang terlewat.
Walaupun sholat Qodho’ boleh dilakukan kapan saja, waktu yang paling dianjurkan oleh ulama adalah segera setelah teringat (jika terlewat karena uzur), atau segera setelah sholat wajib berikutnya untuk mengembalikan tertib (jika ada waktu yang cukup). Tidak ada larangan khusus (waktu makruh) untuk melaksanakan sholat Qodho’, berbeda dengan sholat sunnah mutlak yang tidak boleh dilakukan pada waktu terbit atau terbenam matahari.
Ringkasan: Qodho’ Maghrib 3 raka’at adalah hutang yang harus dilunasi secepatnya, dengan niat yang jelas, thuma'ninah yang sempurna, dan mematuhi semua rukun sholat Maghrib aslinya.