Pendahuluan: Misteri Stabilitas Prefiksasi dalam Bahasa Indonesia
Dalam tata bahasa baku Bahasa Indonesia, awalan verbal meN- (dibaca sebagai 'mem-, men-, meng-, meny-, atau menge-') merupakan salah satu elemen morfologis yang paling aktif dan kompleks. Fungsinya adalah membentuk verba transitif, intransitif, atau statif, serta menandakan peran pelaku (agens). Namun, di antara semua dinamika peluluhan dan asimilasi yang terjadi pada komponen nasal (N), terdapat serangkaian kasus krusial di mana prefiks tersebut menolak hukum perubahan. Inilah fenomena ketika awalan 'meng-' tetap 'meng-', tanpa ada peluluhan konsonan awal kata dasar, dan tanpa adanya perubahan pada bentuk nasal itu sendiri.
Kajian ini akan membongkar tuntas alasan fonologis, historis, dan leksikal mengapa stabilitas bentuk 'meng-' ini dipertahankan. Pemahaman mendalam mengenai kasus-kasus khusus ini tidak hanya esensial bagi ahli bahasa, tetapi juga sangat penting untuk memastikan penulisan dan pengucapan Bahasa Indonesia yang benar sesuai kaidah baku, terutama mengingat kekeliruan sering terjadi di ranah publik dan penulisan formal.
Diagram morfologi bahasa Indonesia yang menjelaskan stabilitas awalan 'meng-' ketika dilekatkan pada konsonan tertentu (L, R, Y, W, G, H) dan vokal.
I. Mengurai Mekanisme Peluluhan Standar sebagai Kontras
Untuk memahami mengapa beberapa kata dasar mempertahankan 'meng-', kita harus terlebih dahulu menguatkan pemahaman tentang mekanisme peluluhan standar yang justru menghilangkan konsonan awal kata dasar. Proses ini terjadi sebagai upaya efisiensi artikulasi, di mana komponen nasal pada prefiks (N) berasimilasi dengan konsonan awal kata dasar.
Aturan yang paling terkenal melibatkan empat konsonan tak bersuara, sering disingkat K-P-T-S:
- Konsonan /k/ (Velar Plosif Tak Bersuara): MeN- + K = meng- dan /k/ luluh. Contoh:
meN- + kupasmenjadimengupas(bukan *menkupas). - Konsonan /p/ (Bilabial Plosif Tak Bersuara): MeN- + P = mem- dan /p/ luluh. Contoh:
meN- + pukulmenjadimemukul. - Konsonan /t/ (Alveolar Plosif Tak Bersuara): MeN- + T = men- dan /t/ luluh. Contoh:
meN- + tulismenjadimenulis. - Konsonan /s/ (Alveolar Frikatif Tak Bersuara): MeN- + S = meny- dan /s/ luluh. Contoh:
meN- + sapumenjadimenyapu.
Dalam semua kasus di atas, komponen nasal (N) berubah (dari /ŋ/ menjadi /m/, /n/, atau /ɲ/) dan konsonan awal kata dasar hilang. Namun, saat kata dasar diawali oleh konsonan lain yang bukan termasuk kelompok K-P-T-S, atau konsonan yang memiliki sifat resonan tertentu, proses peluluhan ini tidak terjadi. Di sinilah letak stabilitas 'meng-' yang menjadi fokus utama kajian ini.
II. Kelompok Konsonan Resonan yang Mempertahankan 'Meng-'
Kelompok konsonan ini dikenal sebagai sonoran atau konsonan bersuara tertentu yang secara fonologis tidak menyebabkan perubahan posisi artikulasi hidung (nasal) ke tempat artikulasi konsonan awal kata dasar. Oleh karena itu, bentuk nasal yang paling dasar dan universal, yaitu /ŋ/ (velar nasal, ditulis 'ng'), tetap dipertahankan.
A. Konsonan /L/ (Alveolar Lateral)
Ketika prefiks meN- bertemu dengan kata dasar yang diawali /l/, awalan yang digunakan adalah 'meng-'. Konsonan /l/ tidak luluh. Prosesnya adalah meN- + L = meng- + L.
Analisis Fonologis: Konsonan /l/ (lateral) diproduksi dengan menghalangi aliran udara di tengah mulut dan membiarkannya mengalir di samping lidah. Urutan bunyi /ŋ/ diikuti oleh /l/ (misalnya, *meng-larang*) secara artikulatoris jauh lebih mudah diucapkan dibandingkan jika terjadi peluluhan atau perubahan nasal. Kedua bunyi ini dapat diproduksi secara berurutan tanpa perubahan radikal pada posisi lidah, sehingga tidak ada tekanan untuk berasimilasi atau meluluhkan /l/.
Contoh Kata:
- Lompat →
menglompat - Larang →
menglarang - Lupas →
menglupas - Layani →
menglayani
B. Konsonan /R/ (Alveolar Getar/Trill)
Sama halnya dengan /l/, konsonan /r/ (getar atau alveolar frikatif bersuara pada beberapa dialek) juga mempertahankan bentuk 'meng-'. Prosesnya adalah meN- + R = meng- + R.
Analisis Fonologis: Konsonan /r/ (getar) melibatkan getaran cepat ujung lidah. Urutan /ŋ/ dan /r/ juga mudah diartikulasikan secara berurutan. Jika terjadi peluluhan, struktur fonemik kata akan menjadi tidak jelas, dan pengucapan menjadi tidak efisien. Stabilitas 'meng-' di sini menjaga kejelasan batas morfemik.
Contoh Kata:
- Rokok →
mengrokok - Rujuk →
mengrujuk - Rasa →
mengrasa(walaupun sering digantikan oleh 'merasa' sebagai bentuk yang lebih umum atau idiomatis, bentuk bakunya tetap 'mengrasa' jika merujuk pada kaidah dasar morfologi murni) - Renda →
mengrenda
C. Konsonan /Y/ (Palatal Aproksiman)
Konsonan /y/ selalu mempertahankan 'meng-' karena sifatnya sebagai semi-vokal yang transisional. Proses: meN- + Y = meng- + Y.
Analisis Fonologis: Konsonan /y/ memiliki posisi artikulasi yang mendekati vokal /i/. Nasal velar /ŋ/ memiliki artikulasi yang jauh berbeda, sehingga tidak ada dorongan untuk perubahan nasal. Urutan 'ngy' diucapkan dengan jelas tanpa hambatan. Perlu dicatat, dalam KBBI modern, kata-kata yang berawalan /y/ seringkali sudah jarang membentuk verba aktif dengan meN-.
Contoh Kata:
- Yakin →
mengyakini - Yayomi →
mengyayomi
D. Konsonan /W/ (Labial-Velar Aproksiman)
Sama seperti /y/, /w/ adalah semi-vokal. Stabilitas 'meng-' dipertahankan. Proses: meN- + W = meng- + W.
Analisis Fonologis: Karena /w/ melibatkan pembulatan bibir (labial) dan artikulasi velar, serta sifatnya yang menyerupai vokal /u/, asimilasi tidak terjadi. Komponen nasal /ŋ/ (velar) dan /w/ (labial-velar) dapat diucapkan berurutan. Peluluhan /w/ menjadi bentuk 'mew-' hanya terjadi pada dialek tertentu dan tidak diakui dalam kaidah baku (misalnya *mewarnai* dari *warna*).
Contoh Kata:
- Waris →
mengwarisi - Wajib →
mengwajibkan - Wujud →
mengwujudkan
III. Konsonan Plosif Bersuara (G, D, B) dan Frikatif Bersuara (Z)
Berbeda dengan K-P-T-S yang merupakan konsonan tak bersuara, konsonan plosif bersuara (B, D, G) serta frikatif bersuara (/z/, /v/) menunjukkan perilaku yang berbeda terhadap prefiks meN-. Dalam kasus ini, konsonan awal kata dasar tidak luluh, tetapi hanya komponen nasal (N) yang menyesuaikan diri dengan tempat artikulasi konsonan tersebut.
A. Konsonan /G/ (Velar Plosif Bersuara)
Ini adalah kasus paling penting dalam konteks 'meng-' tetap 'meng-'. Ketika meN- bertemu /g/, bentuk nasal yang dipilih adalah /ŋ/ (meng-). Konsonan /g/ tidak luluh, karena ia adalah padanan bersuara dari /k/ (yang luluh).
Analisis Fonologis: Peluluhan /g/ akan menghasilkan homofoni dengan kata dasar yang dimulai dengan /k/ setelah peluluhan. Misalnya, jika gali luluh menjadi mengali, maka akan sulit dibedakan dari kali yang juga menjadi mengali (jika *k* tidak luluh). Oleh karena itu, untuk menjaga kejelasan leksikal dan karena /ŋ/ (nasal velar) memiliki tempat artikulasi yang sama dengan /g/ (velar plosif), prefiks hanya mengambil bentuk /ŋ/ (meng-) tanpa meluluhkan /g/.
Contoh Kata:
- Guna →
menggunakan - Ganti →
mengganti - Gugat →
menggugat
B. Konsonan /H/ (Glotal Frikatif)
Konsonan /h/ (glotal frikatif) adalah salah satu konsonan yang paling stabil dan selalu mempertahankan 'meng-'. Proses: meN- + H = meng- + H.
Analisis Fonologis: /h/ diucapkan di glotis (pita suara), yang secara fisik jauh dari tempat artikulasi nasal /ŋ/ (velar). Tidak ada kesamaan tempat artikulasi yang memicu asimilasi atau peluluhan. Oleh karena itu, 'meng-' tetap menjadi bentuk default dan /h/ dipertahankan.
Contoh Kata:
- Hidup →
menghidupkan - Hina →
menghina - Hantar →
menghantar
IV. Perilaku Konsonan Pinjaman (F, V, Z)
Bahasa Indonesia kaya akan serapan dari bahasa asing (Arab, Sanskerta, Belanda, Inggris). Konsonan yang hanya ditemukan dalam kata-kata serapan seringkali mengikuti aturan yang sama dengan konsonan bersuara, yaitu mempertahankan konsonan awal kata dasar.
A. Konsonan /F/ (Labiodental Frikatif Tak Bersuara)
Meskipun /f/ tak bersuara, ia merupakan konsonan pinjaman yang secara baku tidak luluh, berbeda dengan P-T-K-S. Jika luluh, ia akan menjadi 'mem-'. Namun, dalam kaidah baku, ia mengikuti kelompok yang mempertahankan konsonan awal.
Aturan Baku: meN- + F = meng- + F.
Contoh Kata:
- Fokus →
mengfokuskan - Fitnah →
mengfitnah
Catatan Penting: Dalam praktik linguistik deskriptif sehari-hari, variasi 'memfokuskan' (dari P!) sering ditemui, menandakan adanya kecenderungan penutur menyamakan /f/ dengan /p/. Namun, menurut aturan morfofonologi baku, bentuk yang benar adalah mempertahankan 'meng-'.
B. Konsonan /V/ (Labiodental Frikatif Bersuara) dan /Z/ (Alveolar Frikatif Bersuara)
Kedua konsonan ini, yang hampir secara eksklusif muncul pada kata serapan, mengikuti aturan konsonan bersuara yang mempertahankan bentuk awal.
V (meN- + V = meng- + V):
- Vonis →
mengvonis - Validasi →
mengvalidasi
Z (meN- + Z = meng- + Z):
- Ziarah →
mengziarahi
V. Stabilitas 'Meng-' pada Kata Dasar Vokal
Salah satu kasus di mana 'meng-' tampil dalam bentuk utuhnya adalah ketika kata dasar dimulai dengan vokal. Aturan ini sangat konsisten dan tidak memiliki pengecualian yang berarti.
Ketika prefiks meN- bertemu dengan kata dasar yang diawali vokal (a, i, u, e, o, termasuk diftong), awalan yang digunakan adalah 'meng-'. Tidak ada penghilangan atau peluluhan vokal yang terjadi, melainkan 'meng-' dilekatkan langsung.
Analisis Fonologis: Bunyi nasal velar /ŋ/ berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan prefiks dengan vokal awal kata dasar. Secara artikulatoris, bunyi /ŋ/ yang merupakan konsonan hambat akan membuka jalan menuju vokal tanpa hambatan signifikan, sehingga tidak diperlukan modifikasi lebih lanjut pada nasal atau kata dasar.
Contoh Kata:
- Ambil →
mengambil - Ikat →
mengikat - Ukur →
mengukur - Eja →
mengeja(Perluasan ke bentuk 'menge-' terjadi pada kata bersuku satu, lihat Sub-Bab VII) - Olah →
mengolah
VI. Analisis Fonologi Mendalam: Mengapa Peluluhan Ditolak?
Stabilitas 'meng-' pada konsonan seperti /l/, /r/, /g/, dan /h/ bukan sekadar daftar aturan hafalan, tetapi berakar kuat pada prinsip-prinsip artikulasi manusia (fonetik artikulatoris).
A. Konsep Ko-Artikulasi dan Efisiensi
Dalam proses bahasa, penutur secara naluriah mencari jalur ko-artikulasi termudah, yaitu memproduksi bunyi yang berdekatan dalam satu rangkaian ucapan dengan usaha minimal. Peluluhan (KPT S) terjadi karena nasal /N/ memiliki tempat artikulasi yang sangat dekat atau sama dengan konsonan awal kata dasar, sehingga komponen nasal 'menyerap' konsonan tersebut (misalnya, /n/ dan /t/ sama-sama alveolar).
Namun, dalam kasus /l/, /r/, /w/, /y/, /g/, dan /h/, ko-artikulasi antara nasal velar (/ŋ/) dan konsonan-konsonan ini cenderung distingtif atau terpisah:
- /ŋ/ dan Sonoran (/l/, /r/): /l/ dan /r/ adalah konsonan resonan yang dihasilkan dengan aliran udara yang tidak sepenuhnya terhambat. Urutan /ŋ/ (velar) dan /l/ (lateral) atau /r/ (getar) menuntut pergerakan lidah yang cukup besar, tetapi tidak ada tekanan fonologis untuk mengubah /ŋ/ menjadi /l/ atau /r/. Jika /l/ atau /r/ luluh, ia akan menyisakan nasal velar dan menghasilkan kata yang sulit dikenali.
- /ŋ/ dan /G/ (Velar Bersuara): /ŋ/ dan /g/ memiliki tempat artikulasi yang identik (velar). Karena /g/ adalah konsonan bersuara, peluluhannya akan menghilangkan fitur leksikal penting dan menyebabkan homofoni (kebingungan makna). Stabilitas /g/ memastikan kata tersebut tetap dikenali sebagai kata dasar /g/-awal, sementara 'meng-' adalah bentuk default karena kesamaan tempat artikulasi (velar).
- /ŋ/ dan /H/ (Glotal): Jarak artikulasi yang sangat jauh (velar vs. glotal) membuat asimilasi tidak mungkin terjadi.
B. Konservasi Fitur Leksikal
Stabilitas 'meng-' juga merupakan strategi konservasi fitur leksikal. Bahasa cenderung menghindari perubahan morfologis yang menyebabkan dua kata berbeda menjadi identik (homofoni) setelah diberi prefiks. Konservasi konsonan awal (G, L, R, H) setelah 'meng-' adalah mekanisme penting untuk membedakan kata-kata yang jika luluh akan menyatu dengan kata lain.
VII. Pembahasan Kasus Khusus: *Menge-* dan Konsonan Rangkap
Stabilitas 'meng-' seringkali dikaitkan erat dengan bentuk khusus lain dari meN-, yaitu 'menge-'. Meskipun bukan 'meng-' murni, 'menge-' adalah varian yang muncul karena kebutuhan artikulatoris yang berbeda.
A. Prefiks 'Menge-' (Khusus Kata Bersuku Satu)
Ketika meN- melekat pada kata dasar bersuku satu (monosuku), ia mengambil bentuk menge-, terlepas dari konsonan awalnya. Fungsi dari vokal /e/ pada 'menge-' adalah untuk memecah kluster konsonan yang berat, memudahkan artikulasi, dan memberikan ritme pada kata yang sangat pendek.
Contoh Kata Monosuku:
- Bor →
mengebor - Cat →
mengecat - Lap →
mengelap - Bom →
mengebom
Penting untuk dipahami bahwa, dalam kasus ini, meN- *tidak* berubah menjadi bentuk 'mem-', 'men-', atau 'meny-', melainkan mengambil bentuk 'meng-' yang diperluas dengan epentesis vokal /e/.
B. Kata Dasar dengan Konsonan Rangkap (Kluster)
Ketika kata dasar dimulai dengan konsonan rangkap (kluster, misalnya Pr-, Kr-, St-), konsonan pertama pada kluster tersebut tidak luluh. Dalam konteks ini, 'meng-' tetap 'meng-', dan ia dilekatkan pada kluster.
Contoh Kata Kluster:
- Kritik →
mengkritik(K luluh jika sendiri, namun tidak luluh dalam kluster KR) - Produksi →
memproduksi(P luluh menjadi M, namun R dipertahankan) - Struktur →
mensstrukturkan(S luluh menjadi NY, namun T dipertahankan)
Meskipun contoh di atas menunjukkan *mem-* atau *meny-*, prinsip dasarnya adalah kluster K-, G-, H-, L-, R- akan selalu mempertahankan 'meng-' (velar nasal) dan mempertahankan kluster konsonan awalnya, kecuali pada konteks yang sangat spesifik atau kata pinjaman yang masih dipertanyakan kebakuanannya.
VIII. Implikasi Semantik dan Sintaksis dari Prefiks 'Meng-'
Prefiks 'meng-' tidak hanya berfungsi sebagai penanda fonologis; ia juga membawa beban makna yang mendalam dan mengubah struktur kalimat (sintaksis). Stabilitas bentuk 'meng-' memastikan bahwa fungsi gramatikal ini tetap utuh, terlepas dari konsonan awal kata dasar.
A. Penanda Transivitas dan Intransitivitas
Fungsi utama 'meng-' adalah menciptakan verba. Verba yang dibentuk seringkali bersifat transitif (membutuhkan objek langsung), meskipun beberapa kasus bisa bersifat intransitif (tanpa objek).
- Transitvitas (meN- + Objek):
menggambar(suatu objek),menggugat(seseorang). - Intransitivitas (meN- + Keterangan):
menggonggong(hanya anjingnya yang bertindak),menggembira(verba statif).
Dalam semua kasus di mana 'meng-' tetap stabil (L, R, G, H), fungsinya sebagai penanda transivitas tetap konsisten. Misalnya, menglarang pasti membutuhkan objek (yang dilarang), dan menghitung juga membutuhkan objek (yang dihitung).
B. Penanda Agen (Pelaku)
Prefiks meN- adalah penanda penting dari diatesis aktif, artinya subjek kalimat adalah pelaku (agen) dari tindakan tersebut. Stabilitas 'meng-' pada kata dasar G, L, R, H, W, Y menguatkan identitas verba tersebut sebagai predikat aktif, membedakannya dari verba pasif atau verba yang dibentuk oleh prefiks lain (misalnya *di-* atau *ter-*).
IX. Menelaah Kekeliruan Umum dan Praktik Pedagosis
Meskipun aturan stabilitas 'meng-' telah distandardisasi dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dan tata bahasa baku, kekeliruan sering muncul, terutama pada konsonan G, L, R, dan F.
A. Kekeliruan Peluluhan G dan H
Kesalahan paling umum adalah meluluhkan /g/ dan /h/ seolah-olah mereka adalah /k/ dan /s/.
- Sering Salah: *menali* (seharusnya
menggalidari *gali*) - Sering Salah: *menindar* (seharusnya
menghindardari *hindar*)
Perlu ditekankan kembali bahwa konsonan /g/ dan /h/ adalah konsonan yang paling teguh mempertahankan 'meng-' dan menolak peluluhan untuk mempertahankan kejelasan leksikal.
B. Variasi Regional dan Bentuk Historis
Di beberapa dialek Melayu lama atau bahasa lisan, terdapat kecenderungan untuk menyederhanakan prefiks. Misalnya, di beberapa kawasan, kata 'menjaga' sering diucapkan 'njaga' dan 'mengambil' menjadi 'ngambil'. Variasi ini menunjukkan bahwa dalam bahasa lisan, komponen nasal sering kali menjadi satu-satunya yang tersisa, namun dalam konteks baku tertulis, stabilitas 'meng-' (seperti pada menggugat) adalah wajib.
C. Strategi Mengajar: Fokus pada Kelompok Non-Luluh
Dalam pengajaran Bahasa Indonesia, penting untuk mengalihkan fokus dari "konsona yang luluh" (KPT S) ke "konsonan yang tidak luluh." Struktur pembelajaran yang efektif adalah:
- Jelaskan KPT S sebagai pengecualian yang harus dipelajari pertama kali.
- Tetapkan aturan baku: Jika konsonan awal kata dasar adalah B, D, G, J, L, R, W, Y, H, atau Vokal, maka bentuk yang digunakan adalah 'meng-' (atau variasinya mem-/men-/meny- pada B, D, J), dan konsonan awal kata dasar tetap dipertahankan.
- Tekankan bahwa /L/, /R/, /W/, /Y/, /G/, /H/ adalah kelompok inti yang stabil menggunakan 'meng-' secara utuh.
X. Kajian Ekstensif Morfologi Kontemporer
Kajian mengenai stabilitas 'meng-' terus berkembang seiring masuknya kosakata baru dan perubahan frekuensi penggunaan. Dalam bahasa kontemporer, penutur sering menghadapi dilema dalam memverifikasi kata serapan yang diawali oleh konsonan yang jarang digunakan dalam Melayu asli, seperti /x/ atau /q/.
A. Perlakuan Konsonan Langka (X, Q)
Meskipun jarang, ketika kata dasar yang diawali /x/ (misalnya, Xilofon) atau /q/ (misalnya, Quran) diberi prefiks meN-, mereka umumnya diasumsikan mengikuti aturan konsonan bersuara lainnya, yakni mempertahankan konsonan awal dan mengambil bentuk 'meng-'.
mengxilofonkanmengqurankan
Asumsi ini didasarkan pada prinsip konservasi leksikal yang sama: mencegah peluluhan pada kata-kata yang sudah memiliki frekuensi rendah agar bentuk dasarnya tetap jelas.
B. Stabilitas dan Redundansi: Kasus Kata Vokal
Fenomena di mana 'meng-' tetap 'meng-' pada kata dasar vokal (seperti mengambil) menunjukkan peran 'meng-' sebagai pelindung vokal awal. Vokal awal kata dasar dalam Bahasa Indonesia cenderung lemah dan rentan terhadap penghilangan jika tidak dilindungi. Kehadiran nasal velar /ŋ/ (meng-) secara fonetik memberikan penyangga yang kuat, memastikan bahwa kata dasar tersebut mempertahankan bentuk vokalnya.
XI. Perbandingan Dialektal dan Sejarah Linguistik
Untuk benar-benar memahami stabilitas 'meng-', kita harus melihat ke belakang. Prefiks *meN-* berasal dari Proto-Melayu. Dalam beberapa dialek Melayu yang lebih konservatif, peluluhan K-P-T-S tidaklah sekuat atau sekonsisten dalam Bahasa Indonesia baku modern.
Dalam sejarah perkembangannya, Bahasa Indonesia bergerak menuju konsistensi dalam asimilasi (KPT S), yang membuat kelompok non-luluh (L, R, G, H) semakin menonjol sebagai pengecualian penting. Stabilitas 'meng-' pada konsonan-konsonan ini menunjukkan adanya perlawanan historis terhadap simplifikasi artikulasi yang terlalu jauh, demi menjaga perbedaan makna.
Contoh Historis: Dalam beberapa dialek lama, ditemukan bentuk seperti menggali atau menghitung yang sejak awal memang mempertahankan bentuk penuhnya, karena sifat artikulasi G dan H yang berbeda dari T dan K. Hal ini memperkuat pandangan bahwa stabilitas 'meng-' bukan sekadar aturan buatan, melainkan hasil dari evolusi fonologis yang sangat awal dalam rumpun bahasa Austronesia.
Penguatan kaidah ini dalam linguistik deskriptif modern telah memastikan bahwa, meskipun penutur berbahasa Indonesia memiliki kecenderungan artikulatoris untuk menyederhanakan (misalnya, meluluhkan F menjadi M), aturan baku harus dipertahankan. Hal ini terutama berlaku dalam ranah akademik, hukum, dan jurnalistik, di mana ketepatan morfologis adalah tolok ukur utama kebakuan bahasa.
Penutup: Keutuhan Morfologis sebagai Landasan Kebakuan
Pertanyaan "bagaimana awalan meng- tetap meng-" membawa kita pada inti dari morfofonologi Bahasa Indonesia. Jawabannya terletak pada interaksi kompleks antara fonetik artikulatoris, kebutuhan konservasi leksikal, dan warisan sejarah linguistik.
Stabilitas 'meng-' bukanlah anomali, melainkan manifestasi dari keutuhan struktural. Kelompok konsonan L, R, Y, W, G, H, dan seluruh vokal menolak peluluhan untuk alasan yang sangat kuat dan logis: menjaga kejelasan asal kata dan efisiensi komunikasi. Memahami bahwa 'meng-' adalah bentuk dasar yang hanya berubah atau meluluhkan kata dasar dalam kondisi K-P-T-S adalah kunci untuk menguasai sistem prefiksasi verba Bahasa Indonesia secara utuh.
Dengan demikian, setiap kali kita menemukan kata seperti menggeluti, menghampiri, atau mengolah, kita menyaksikan mekanisme bahasa bekerja secara konservatif, memprioritaskan identitas leksikal di atas kecenderungan artikulatoris untuk penyederhanaan. Kajian ini menegaskan pentingnya menaati kaidah baku yang telah ditetapkan, yang menjamin kekayaan dan presisi tata bahasa Bahasa Indonesia.