Antropologi kesehatan adalah cabang ilmu yang mempelajari bagaimana budaya, masyarakat, dan konteks sosial membentuk pemahaman, pengalaman, dan respons individu terhadap penyakit, pengobatan, dan konsep kesehatan secara keseluruhan. Dalam kajian ini, pandangan dari para ahli seperti Hasan dan Prasad menjadi landasan penting untuk memahami kompleksitas fenomena kesehatan di tengah keragaman manusia.
Pendekatan antropologi kesehatan menekankan bahwa penyakit bukanlah sekadar realitas biologis semata. Sebaliknya, penyakit seringkali merupakan konstruksi sosial dan budaya. Hasan dan Prasad, melalui berbagai kajian mereka, menegaskan bahwa untuk memberikan intervensi kesehatan yang efektif, peneliti dan praktisi harus terlebih dahulu memahami sistem kepercayaan lokal (explanatory models of illness) yang dianut oleh masyarakat.
Sistem kepercayaan ini mencakup cara masyarakat mendefinisikan apa itu sehat, apa penyebab penyakit (apakah karena ketidakseimbangan spiritual, kutukan, atau faktor lingkungan), serta siapa yang berwenang menyembuhkannya. Jika model penjelasan budaya ini diabaikan, program kesehatan yang dirancang secara teknokratis sering kali gagal mencapai sasaran karena tidak selaras dengan realitas hidup pasien.
Fokus utama dalam literatur antropologi kesehatan yang dikaitkan dengan pemikiran tokoh seperti Hasan sering kali berkisar pada beberapa dimensi krusial:
Salah satu kontribusi terbesar dalam antropologi kesehatan adalah penekanan pada perbedaan antara disease (kondisi patologis yang didiagnosis secara medis) dan illness (pengalaman subjektif penderitaan seseorang). Prasad, misalnya, sering menyoroti bagaimana dokter biomedis harus mengintegrasikan explanatory model pasien ke dalam diagnosis dan rencana perawatan.
Sebagai contoh, seorang pasien mungkin datang dengan keluhan demam yang menurut dokter adalah infeksi virus (disease). Namun, bagi pasien dan keluarganya, demam tersebut disebabkan oleh stres karena melanggar pantangan leluhur (illness). Pengobatan yang hanya berfokus pada antivirus tanpa mengakui atau menanggapi ketakutan akan pelanggaran spiritual tersebut berpotensi gagal karena akar masalah sosial/budaya tidak tersentuh.
Pendekatan antropologis ini memiliki implikasi praktis yang luas, terutama dalam konteks globalisasi dan pelayanan kesehatan lintas budaya. Peningkatan kesadaran terhadap perspektif Hasan dan Prasad mendorong praktisi kesehatan untuk mengadopsi pendekatan yang lebih holistik dan empatik.
Hal ini berarti bahwa setiap program kesehatan masyarakat harus melibatkan partisipasi aktif dari komunitas sasaran. Komunikasi harus disesuaikan agar jargon medis dapat diterjemahkan ke dalam kerangka pemikiran lokal. Integrasi pengetahuan lokal dan modern, alih-alih menolak salah satunya, dianggap sebagai jalan yang paling berkelanjutan. Antropologi kesehatan, sebagaimana dipahami melalui lensa pemikiran ini, berfungsi sebagai jembatan interpretatif antara dunia biologi dan dunia makna budaya.