Visualisasi proses pengajuan dan persetujuan rencana keuangan tahunan negara.
Istilah yang paling tepat untuk merujuk pada rencana keuangan tahunan pemerintahan yang disetujui oleh DPR adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN bukan sekadar proyeksi pengeluaran dan pemasukan, melainkan sebuah manifestasi dari kebijakan fiskal negara yang telah melalui proses politik dan legislatif yang sangat ketat. Proses ini memastikan bahwa alokasi dana publik sejalan dengan prioritas pembangunan nasional yang disepakati bersama antara pemerintah eksekutif dan badan legislatif.
APBN memiliki tiga fungsi utama: fungsi otorisasi, fungsi perencanaan, dan fungsi pengawasan. Fungsi otorisasi sangat krusial; ketika APBN telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dokumen tersebut secara resmi memberikan legalitas bagi pemerintah untuk melaksanakan seluruh kegiatan belanja negara. Tanpa persetujuan ini, pemerintah secara hukum tidak dapat membelanjakan uang negara, kecuali untuk kegiatan yang bersifat rutin dan mendesak.
Proses penyusunan dimulai jauh sebelum tahun anggaran berjalan. Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan dan lembaga terkait, menyusun Rancangan APBN (RAPBN) berdasarkan asumsi makroekonomi yang diproyeksikan. RAPBN ini kemudian disampaikan kepada DPR, biasanya pada pertengahan tahun berjalan, untuk dibahas secara mendalam. Pembahasan ini melibatkan rapat komisi, pendalaman materi di Badan Anggaran, hingga tingkat paripurna. Peran DPR di sini adalah sebagai representasi rakyat untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang akan dibelanjakan benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi kepentingan publik.
Persetujuan DPR atas APBN adalah puncak dari negosiasi panjang antara berbagai kepentingan politik. DPR berhak meminta perubahan atau penyesuaian terhadap alokasi dana yang diajukan pemerintah jika dianggap kurang efektif atau tidak merata. Jika pembahasan menemui jalan buntu, DPR memiliki kekuatan untuk menolak keseluruhan rancangan, yang tentu akan menyebabkan krisis fiskal karena pemerintah tidak memiliki landasan hukum untuk beroperasi penuh.
Mekanisme persetujuan ini memastikan adanya akuntabilitas vertikal. Pemerintah bertanggung jawab kepada DPR, dan DPR bertanggung jawab kepada konstituen mereka. Oleh karena itu, setiap pos belanja, mulai dari subsidi energi, pembangunan infrastruktur, hingga dana pendidikan, harus dapat dipertanggungjawabkan secara politik dan teknis. APBN yang telah disahkan ini kemudian dikenal sebagai Undang-Undang tentang APBN, menjadikannya hukum positif yang wajib ditaati oleh seluruh aparatur negara selama satu tahun ke depan.
Setelah APBN disetujui dan diundangkan, fokus beralih pada implementasi. Namun, dinamika ekonomi seringkali memerlukan penyesuaian di tengah jalan. Jika terjadi perubahan signifikan pada asumsi makroekonomi—misalnya, harga minyak dunia melonjak atau penerimaan pajak jauh di bawah target—pemerintah perlu mengajukan perubahan APBN yang juga harus melalui mekanisme persetujuan DPR. Ini dikenal sebagai Perubahan APBN (P-APBN).
Pengawasan tidak berhenti pada saat pengesahan. Sepanjang tahun berjalan, DPR terus memonitor realisasi anggaran melalui berbagai mekanisme, termasuk laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang disampaikan pemerintah di akhir periode. Proses yang melibatkan perencanaan, pengesahan oleh DPR, pelaksanaan, hingga evaluasi ini membentuk siklus tata kelola keuangan negara yang transparan dan berkesinambungan, menegaskan bahwa rencana keuangan tahunan adalah hasil kompromi dan mandat dari rakyat yang diwakilkan oleh lembaga legislatif. Keseluruhan proses ini menjamin bahwa kebijakan fiskal negara dilaksanakan dengan landasan hukum yang kuat dan pertanggungjawaban yang jelas kepada publik.