Radang tenggorokan, atau faringitis, adalah keluhan umum yang hampir pernah dialami oleh semua orang. Sensasi nyeri, gatal, atau panas saat menelan bisa sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Ketika gejala ini muncul, banyak orang langsung berpikir untuk mengonsumsi obat, terutama **radang tenggorokan antibiotik**. Namun, benarkah setiap radang tenggorokan harus diobati dengan antibiotik? Jawabannya seringkali tidak.
Memahami penyebab radang tenggorokan adalah langkah pertama menentukan penanganan yang tepat. Secara umum, radang tenggorokan dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan penyebabnya:
Ini adalah penyebab radang tenggorokan yang paling sering terjadi, menyumbang sekitar 85% hingga 90% kasus. Virus yang sering menyebabkan termasuk Rhinovirus (penyebab flu biasa), Coronavirus, Adenovirus, dan virus penyebab influenza. Gejala yang menyertai biasanya adalah pilek, hidung tersumbat, batuk, dan mata berair. Untuk kasus virus, pengobatan berfokus pada pereda gejala (simtomatik), seperti istirahat yang cukup, cairan hangat, dan obat pereda nyeri/demam. Antibiotik sama sekali tidak berguna melawan virus.
Meskipun lebih jarang, infeksi bakteri bisa menjadi serius. Penyebab bakteri yang paling terkenal adalah Streptococcus pyogenes, yang menyebabkan radang tenggorokan streptokokus (Strep Throat). Gejala radang tenggorokan bakteri seringkali muncul tiba-tiba, ditandai dengan demam tinggi, bintik putih atau nanah pada amandel, dan pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Jika radang tenggorokan disebabkan oleh bakteri jenis ini, maka pengobatan dengan **radang tenggorokan antibiotik** yang diresepkan dokter adalah wajib.
Penggunaan antibiotik harus selalu berdasarkan diagnosis medis. Dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik, menanyakan riwayat gejala, dan dalam beberapa kasus, melakukan tes usap tenggorokan (swab test) untuk mengidentifikasi keberadaan bakteri Streptococcus.
Jika hasil tes mengonfirmasi infeksi bakteri, barulah dokter akan meresepkan antibiotik. Tujuannya adalah untuk:
Kesalahan fatal yang sering terjadi adalah pasien berhenti meminum antibiotik begitu merasa lebih baik. Penting untuk menyelesaikan seluruh dosis antibiotik sesuai anjuran dokter, meskipun gejala sudah hilang dalam dua atau tiga hari. Penghentian prematur dapat menyebabkan bakteri yang tersisa menjadi kebal atau resisten terhadap obat tersebut.
Karena sebagian besar kasus radang tenggorokan bersifat viral, fokus utama penanganan di rumah adalah meringankan ketidaknyamanan. Beberapa cara efektif untuk meredakan gejala tanpa perlu **radang tenggorokan antibiotik** meliputi:
Radang tenggorokan adalah kondisi yang sangat umum, namun penanganannya harus spesifik. Jangan pernah mendiagnosis sendiri dan mengonsumsi **radang tenggorokan antibiotik** tanpa resep dokter. Antibiotik adalah senjata kuat melawan infeksi bakteri, tetapi tidak berguna melawan virus dan penggunaannya yang tidak tepat dapat menimbulkan masalah kesehatan publik serius berupa resistensi antimikroba. Selalu konsultasikan kondisi Anda agar mendapatkan terapi yang paling sesuai dan aman.