Visualisasi sederhana interaksi dan struktur sosial.
Antropologi sosial merupakan cabang ilmu yang secara mendalam mempelajari masyarakat manusia dan budaya mereka dalam konteks sosial. Berbeda dengan sosiologi yang sering berfokus pada masyarakat industri modern, antropologi sosial secara historis lebih menekankan pada studi perbandingan (komparatif) masyarakat non-Barat atau kelompok kecil, meskipun cakupannya kini telah meluas ke segala bentuk organisasi sosial. Memahami pokok-pokoknya adalah kunci untuk mengapresiasi keragaman cara hidup manusia.
Salah satu fondasi utama antropologi sosial adalah pendekatan holistik. Ini berarti seorang antropolog berusaha memahami suatu aspek budaya atau masyarakat—seperti sistem kekerabatan, agama, atau ekonomi—dalam kaitannya dengan keseluruhan sistem kehidupan masyarakat tersebut. Tidak ada fenomena sosial yang bisa dipisahkan sepenuhnya dari konteksnya. Misalnya, praktik pertanian tidak hanya dipandang sebagai kegiatan ekonomi, tetapi juga terkait erat dengan ritual keagamaan, struktur kepemilikan tanah, dan peran gender. Holisme memastikan analisis tidak parsial dan lebih komprehensif.
Relativisme budaya adalah prinsip metodologis yang sangat penting. Prinsip ini mengajarkan bahwa kepercayaan, nilai, dan praktik suatu masyarakat harus dipahami dalam konteks budaya masyarakat itu sendiri, bukan dinilai berdasarkan standar nilai budaya lain (terutama standar Barat). Antropologi sosial menolak pandangan etnosentrisme, yaitu kecenderungan melihat budaya lain melalui lensa budaya sendiri yang dianggap superior. Dengan relativisme budaya, peneliti berupaya melihat dunia dari sudut pandang informan mereka, memungkinkan pemahaman yang lebih jujur tentang logika internal suatu sistem budaya. Meskipun demikian, penting dicatat bahwa relativisme budaya sebagai metode penelitian berbeda dengan relativisme moral absolut.
Metode penelitian inti dalam antropologi sosial adalah etnografi, yang diwujudkan melalui kerja lapangan jangka panjang yang disebut observasi partisipan. Peneliti tidak hanya mengumpulkan data secara pasif (wawancara atau kuesioner), tetapi juga hidup bersama subjek penelitiannya. Melalui observasi partisipan, peneliti terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang dipelajarinya. Interaksi mendalam ini memungkinkan peneliti menangkap "makna dari dalam" (emic perspective) mengenai perilaku sosial, sesuatu yang sulit dicapai melalui metode penelitian kuantitatif semata. Hasil dari penelitian ini kemudian dituangkan dalam sebuah monograf atau laporan etnografi.
Antropologi sosial sangat mengandalkan perbandingan antarbudaya. Setelah melakukan penelitian mendalam pada satu masyarakat, data tersebut kemudian dikomparasikan dengan data dari masyarakat lain. Tujuan komparasi ini adalah untuk mengidentifikasi pola universalitas (apa yang dimiliki semua masyarakat manusia) dan variasi (cara unik masyarakat manusia mengatur kehidupan mereka). Perbandingan membantu peneliti merumuskan teori-teori yang lebih kuat tentang sifat dasar organisasi sosial dan budaya manusia secara umum.
Struktur sosial adalah kerangka organisasi masyarakat. Dalam antropologi sosial, studi mengenai sistem kekerabatan, aliansi, dan stratifikasi sosial selalu menjadi fokus utama, terutama pada masa awal perkembangan ilmu ini. Kekerabatan sering dianggap sebagai sistem dasar yang mengatur pembagian kerja, hak dan kewajiban, serta transmisi properti dan status. Meskipun fokus telah bergeser ke isu-isu kontemporer seperti globalisasi dan identitas, pemahaman tentang bagaimana masyarakat mengatur garis keturunan dan pernikahan tetap menjadi lensa penting untuk menganalisis tatanan sosial.
Secara keseluruhan, pokok-pokok antropologi sosial—holisme, relativisme budaya, etnografi berbasis observasi partisipan, dan studi komparatif—menyediakan perangkat konseptual yang kuat untuk menjelajahi kompleksitas dan kekayaan pengalaman manusia di seluruh dunia.