Pertanyaan mengenai hukum memelihara anjing dalam Islam seringkali menimbulkan diskusi di kalangan umat Muslim. Dalam ajaran Islam, terdapat panduan yang cukup jelas terkait interaksi dengan hewan, termasuk anjing. Artikel ini akan mengulas pandangan mayoritas ulama mengenai isu tersebut, mengacu pada dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadits.
Mayoritas ulama bersepakat bahwa memelihara anjing untuk tujuan selain yang dibenarkan oleh syariat adalah haram atau tidak dianjurkan. Dasar utama dari pandangan ini datang dari beberapa hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits yang paling sering dirujuk adalah sabda beliau:
"Barangsiapa memelihara anjing, maka pahalanya berkurang setiap hari sebanyak satu qirath, kecuali anjing penjaga kebun atau ternak." (HR. Muslim)
Dalam hadits lain, disebutkan:
"Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar (makhluk bernyawa) atau anjing." (HR. Bukhari dan Muslim)
Larangan memelihara anjing secara umum bukan berarti Islam membenci hewan tersebut. Namun, ada beberapa hikmah dan pertimbangan di balik aturan ini:
Anjing, menurut sebagian pandangan fiqih, dianggap najis (terutama air liurnya). Ketaatan umat Islam terhadap syariat menuntut menjaga kebersihan diri dan lingkungan, termasuk rumah. Jika rumah kemasukan najis secara berulang karena anjing, maka akan menyulitkan dalam melaksanakan ibadah seperti shalat yang mensyaratkan suci dari najis. Para ulama menjelaskan bahwa jika anjing tersebut menjilat wadah makanan atau minuman, maka wadah tersebut harus dicuci sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah. Hal ini menunjukkan penekanan pada aspek kebersihan yang harus dijaga.
Hadits yang menyebutkan malaikat tidak masuk rumah yang ada anjingnya mengindikasikan adanya potensi terhalangnya rahmat dan berkah. Keberadaan malaikat rahmat di rumah sangat diharapkan oleh seorang Muslim. Oleh karena itu, menghindari sesuatu yang dapat menghalangi hal tersebut menjadi penting.
Namun, penting untuk dicatat bahwa larangan ini tidak berlaku mutlak. Islam memperbolehkan memelihara anjing untuk tujuan yang spesifik dan mendesak, yaitu:
Dalam kasus-kasus yang dibolehkan ini, umat Muslim tetap dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta tidak membiarkan anjing tersebut masuk ke dalam rumah tanpa keperluan yang jelas, terutama ke area yang sering digunakan untuk ibadah.
Perlu digarisbawahi bahwa ada perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai kadar najisnya anjing dan batasan memeliharanya. Sebagian ulama, terutama dari mazhab Maliki, memiliki pandangan yang lebih ringan terkait najisnya anjing secara umum, namun tetap menekankan perlunya menjaga kebersihan.
Konteks modern juga membawa diskusi baru. Misalnya, memelihara anjing sebagai teman (pet) di perkotaan yang tidak memiliki fungsi penjagaan yang jelas, seringkali dianggap tidak termasuk dalam kategori yang dibolehkan. Peningkatan jumlah anjing peliharaan yang dikaitkan dengan gaya hidup tanpa mempertimbangkan aspek syariat seringkali menjadi sorotan.
Secara garis besar, hukum memelihara anjing dalam Islam adalah haram atau makruh (tidak disukai) apabila tidak ada kebutuhan yang mendesak dan dibenarkan oleh syariat. Hal ini didasarkan pada hadits-hadits Nabi yang menjelaskan tentang pengurangan pahala dan terhalangnya malaikat rahmat. Namun, Islam juga memberikan keringanan dan pengecualian bagi anjing yang memiliki fungsi penting seperti menjaga harta benda atau untuk berburu. Bagi umat Muslim, penting untuk selalu merujuk pada Al-Quran dan Hadits serta berkonsultasi dengan ulama yang terpercaya dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Keputusan untuk memelihara hewan apapun harus didasari oleh pemahaman yang benar dan niat yang ikhlas untuk mengikuti tuntunan syariat.