Kenapa Haram Menyentuh Anjing dalam Islam?

Simbol Penjelasan

Pertanyaan mengenai hukum menyentuh anjing dan apakah haram atau tidak merupakan salah satu isu yang sering dibahas dalam fikih Islam. Sebagian besar ulama sepakat bahwa air liur anjing, terutama yang mengenai pakaian atau badan, dihukumi najis mughallazah (najis berat) yang mewajibkan pencucian berulang kali. Namun, bagaimana dengan menyentuh bulu atau bagian tubuh anjing yang tidak basah oleh liurnya?

Dasar Hukum dan Perbedaan Pendapat

Perbedaan pandangan ulama dalam masalah ini berakar pada interpretasi terhadap dalil-dalil syar'i yang ada. Salah satu dalil yang paling sering dirujuk adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apabila anjing menjilat wadah salah seorang dari kalian, maka hendaknya ia mencucinya tujuh kali, yang pertama dengan tanah." Hadits ini secara jelas menunjukkan najisnya air liur anjing.

Dari sini, timbul dua penafsiran utama:

1. Pendapat yang Menghukumi Najis (Mayoritas Ulama)

Mayoritas ulama, termasuk mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hanbali, berpendapat bahwa seluruh tubuh anjing, termasuk bulunya, dihukumi najis. Argumentasi mereka adalah bahwa hadits tersebut secara umum berbicara tentang najisnya anjing, dan air liur adalah bagian dari tubuh anjing. Jika air liurnya najis berat, maka bagian tubuh lainnya yang bersentuhan dengannya pun ikut terkena hukum najis. Oleh karena itu, menyentuh anjing yang basah oleh liurnya atau airnya akan mewajibkan penyucian, dan bahkan menyentuh bagian yang kering pun dianggap makruh atau lebih baik dihindari untuk mencegah najis.

Dalam pandangan ini, "najis" di sini merujuk pada sesuatu yang secara syar'i dianggap kotor dan menghalangi sahnya ibadah, seperti shalat, jika terkena pada badan atau pakaian. Menyentuh anjing yang basah dengan tangan yang basah, misalnya, akan membuat tangan tersebut menjadi najis dan perlu dibersihkan.

2. Pendapat yang Menyatakan Suci (Sebagian Ulama Kontemporer dan Pendapat Lain)

Sebagian ulama lain, terutama beberapa ulama kontemporer, berpendapat bahwa yang dihukumi najis adalah air liur anjing, bukan seluruh tubuhnya. Argumentasi mereka adalah bahwa hadits tersebut secara spesifik menyebutkan tentang "menjilat", yang berkaitan dengan air liur. Jika hanya air liur yang disebutkan najisnya, maka bagian tubuh anjing yang kering hukumnya suci. Dalam pandangan ini, menyentuh bulu anjing yang kering tidak dianggap najis dan tidak menghalangi sahnya shalat, meskipun tetap disarankan untuk membersihkan diri setelahnya sebagai bentuk kebersihan.

Pendapat ini seringkali dikaitkan dengan adanya kemudahan dan keringanan dalam agama, serta penekanan pada aspek kebersihan fisik secara umum, bukan semata-mata ritual keagamaan. Namun, pendapat ini masih menjadi perdebatan dan tidak diterima oleh mayoritas ulama.

Hikmah di Balik Larangan/Ketidaknyamanan

Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai najisnya secara mutlak, ada beberapa hikmah dan pertimbangan yang dapat diambil:

Bagaimana dengan Kebutuhan dan Keadaan Darurat?

Penting untuk dicatat bahwa Islam mengajarkan fleksibilitas dalam menjalankan ajaran-Nya. Jika ada kebutuhan mendesak yang mengharuskan menyentuh anjing, misalnya menyelamatkan anak kecil yang digigit anjing, atau menolong anjing yang terjebak dan membahayakan dirinya sendiri, maka hal tersebut diperbolehkan. Dalam keadaan seperti ini, kaidah "darurat menghilangkan larangan" (al-dharurat tubih al-mahzurat) berlaku.

Setelah melakukan tindakan tersebut, tentu saja perlu segera membersihkan diri dan pakaian yang terkena kontak dengan anjing sesuai tuntunan syariat jika dianggap terkena najis.

Kesimpulan

Mayoritas ulama berpendapat bahwa air liur anjing adalah najis berat. Terkait sentuhan pada tubuh anjing yang kering, terdapat perbedaan pendapat antara yang menganggap seluruh tubuhnya najis dan yang menganggapnya suci. Namun, untuk kehati-hatian dan menjaga kesucian diri dari najis, banyak umat Muslim memilih untuk menghindari kontak langsung dengan anjing, terutama saat akan beribadah.

Apapun pendapat yang diikuti, prinsip kebersihan dan kesehatan tetap menjadi hal yang ditekankan. Memahami dasar-dasar hukumnya akan membantu seorang Muslim dalam menjalani agamanya dengan keyakinan dan ketenangan.

🏠 Homepage