Eren Jaeger, protagonis utama dari seri fenomenal Attack on Titan, memulai perjalanannya sebagai pahlawan archetypal yang idealis dan penuh gairah. Namun, seiring berjalannya cerita, karakternya mengalami transformasi radikal, memicu perdebatan sengit di kalangan penggemar: apakah Eren Jaeger benar-benar menjadi jahat? Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban sederhana, melainkan memerlukan analisis mendalam mengenai trauma masa lalu, penemuan kebenaran dunia, dan beban takdir yang tak terhindarkan yang membelenggunya.
Sejak kecil, Eren telah menunjukkan karakter yang keras kepala, pemberani, dan memiliki hasrat membara akan kebebasan. Dia selalu merasa tercekik di balik tembok raksasa yang membatasi dunia Eldia, memimpikan lautan, gunung es, dan padang pasir yang diceritakan dalam buku Armin. Keinginannya untuk melihat dunia luar bukan sekadar rasa penasaran; itu adalah dorongan fundamental yang membentuk inti kepribadiannya.
Tragedi yang menimpanya di hari Tembok Maria runtuh adalah titik balik yang tak terhapuskan. Saksama melihat ibunya dimakan hidup-hidup oleh Titan, di samping rasa tak berdaya dan ketidakmampuan untuk bertindak, menanamkan kebencian yang mendalam terhadap Titan. Ini memicu janji impulsif untuk "membunuh semua Titan" dan membebaskan umat manusia. Pada titik ini, motivasinya jelas dan heroik: membalas dendam dan mencapai kebebasan bagi semua.
Hubungannya dengan Mikasa dan Armin juga sangat penting. Mikasa adalah pelindung setianya, dan Armin adalah suara rasionalitas serta sumber inspirasi akan dunia di luar tembok. Ketiganya membentuk ikatan yang tak terpisahkan, saling mendukung dan menjaga. Eren, dengan segala kekurangannya, adalah seorang anak yang didorong oleh trauma dan impian polos, percaya bahwa kejahatan itu jelas dan solusinya adalah kekuatan.
Bergabung dengan Survey Corps, pasukan yang paling banyak mengorbankan nyawa demi menjelajahi dunia luar, adalah langkah logis bagi Eren. Di sana, ia bertemu dengan sosok-sosok seperti Komandan Erwin Smith dan Kapten Levi Ackerman, yang akan sangat memengaruhinya. Namun, bahkan dengan kekuatan Attack Titan yang baru ditemukannya, Eren sering kali didera keraguan, kemarahan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kekuatannya sepenuhnya. Banyak keputusan awalnya didasarkan pada emosi murni, bukan strategi yang matang.
Perjalanan di dalam Survey Corps membawanya melihat lebih banyak kekejaman, pengkhianatan, dan keputusasaan. Ia menyaksikan kematian teman-temannya, menghadapi pengkhianatan Reiner dan Bertholdt, dan harus membuat pilihan sulit. Setiap pengalaman ini mengikis idealismenya sedikit demi sedikit, menggantinya dengan pragmatisme yang brutal. Ia mulai menyadari bahwa musuh bukanlah sekadar Titan bodoh, melainkan Titan dengan kecerdasan, dan akhirnya, manusia lain.
Pertarungan demi pertarungan, ia belajar untuk tidak hanya mengandalkan kemarahan, tetapi juga pada pikiran dan strategi. Dia mulai memahami bahwa kebebasan yang ia dambakan tidak akan datang dengan mudah, dan mungkin akan menuntut harga yang jauh lebih tinggi dari yang pernah ia bayangkan. Pembunuhan Titan Female, Titan Colossal, dan Titan Armored mengajarkannya tentang kekejaman perang dan kenyataan bahwa di balik wujud mengerikan, ada jiwa yang sama menderitanya.
Momen paling krusial dalam evolusi Eren datang ketika Survey Corps akhirnya berhasil mencapai ruang bawah tanah keluarga Jaeger. Di sana, mereka menemukan buku-buku dan jurnal Grisha Jaeger yang mengungkap kebenaran mengerikan: dunia di luar tembok bukanlah kehampaan yang dipenuhi Titan, melainkan peradaban manusia yang maju. Mereka, penduduk Paradis, adalah bangsa Eldia, keturunan Ymir, yang diyakini sebagai "iblis" oleh dunia luar, terutama oleh bangsa Marley.
Penemuan ini menghancurkan seluruh pandangan dunia Eren. Musuh yang ia benci seumur hidupnya ternyata hanyalah alat, dan musuh sejati adalah kebencian dan prasangka yang mengakar pada seluruh dunia. Realitas bahwa mereka adalah bangsa yang terisolasi dan dibenci oleh seluruh dunia mengubah segalanya. Impian Eren akan kebebasan tiba-tiba menjadi mimpi buruk yang rumit; kebebasan untuk dirinya dan teman-temannya berarti konfrontasi dengan seluruh dunia.
Tidak hanya itu, Eren juga mulai memahami kekuatan Attack Titan miliknya. Attack Titan memiliki kemampuan unik untuk melihat dan memengaruhi memori pemegang Attack Titan di masa lalu dan masa depan. Ini adalah kekuatan yang sangat berat, karena Eren mulai melihat fragmen-fragmen masa depan yang mengerikan, masa depan yang ia sendiri takuti namun merasa terdorong untuk mewujudkannya.
Keputusan Eren untuk menyusup ke Marley sendirian adalah langkah besar yang menunjukkan betapa jauh ia telah berubah. Ia tidak lagi mencari persetujuan atau bimbingan dari teman-temannya; ia bertindak sendiri, didorong oleh visi masa depan yang ia lihat dan rasa urgensi yang mendalam. Di Marley, ia menyamar sebagai seorang prajurit yang terluka, mengalami kehidupan di sisi "musuh."
Di sana, ia berinteraksi dengan anak-anak prajurit Marleyan seperti Falco Grice dan Gabi Braun. Ia melihat kebencian yang ditanamkan pada mereka terhadap bangsa Eldia, namun juga melihat kemanusiaan mereka. Ironisnya, ia melihat penderitaan dan ketidakadilan yang mirip dengan apa yang dialami bangsa Eldia di Paradis. Perjalanan ini memaksanya untuk memahami bahwa tidak ada sisi yang sepenuhnya "baik" atau "jahat." Namun, alih-alih melunakkan hatinya, pengalaman ini justru memperkuat keyakinannya bahwa satu-satunya cara untuk melindungi Paradis adalah dengan bertindak lebih kejam daripada musuhnya.
Momen paling signifikan di Marley adalah pertemuannya kembali dengan Reiner Braun, sang Armored Titan. Dalam percakapan yang penuh ketegangan, Eren mengungkapkan pemahamannya tentang penderitaan Reiner, tetapi juga menegaskan bahwa mereka berdua adalah sama, dipaksa untuk bertindak kejam demi bertahan hidup. Ini bukan pengampunan, melainkan pengakuan brutal akan kenyataan yang suram, yang menggarisbawahi tekad Eren untuk melanjutkan jalannya sendiri, tidak peduli betapa mengerikannya itu.
Attack Titan, sebagai salah satu dari sembilan Titan, memiliki kemampuan unik yang membedakannya dari yang lain: kemampuannya untuk melihat memori dari pemegang masa lalu dan bahkan memengaruhi memori pemegang di masa lalu. Ini berarti bahwa Eren tidak hanya melihat masa lalu Grisha, tetapi juga Grisha melihat masa depan melalui mata Eren. Ini menciptakan paradoks waktu yang rumit dan berat. Eren secara efektif menjadi "dalang" bagi tindakan Grisha di masa lalu, termasuk pembantaian keluarga Reiss dan pencurian Founding Titan.
Visi-visi masa depan yang terus-menerus menghantui Eren, menunjukkan kepadanya kehancuran yang tak terhindarkan jika ia tidak bertindak. Ini bukanlah pilihan, melainkan sebuah 'takdir' yang terus-menerus memaksanya. Ia melihat gambaran mengerikan tentang Rumbling, genosida massal yang akan ia lakukan, tetapi ia juga melihat satu-satunya cara untuk menyelamatkan teman-temannya dan pulau Paradis dari kehancuran total yang direncanakan dunia.
Beban mengetahui masa depan yang mengerikan ini, dan mengetahui bahwa ia adalah instrumen utama dalam mewujudkannya, mengikis jiwanya. Ia menjadi lebih pendiam, dingin, dan jauh dari teman-temannya. Ia tidak bisa lagi berbagi bebannya, karena mengungkapkan apa yang ia lihat akan mengubah masa depan yang sudah ia ketahui akan terjadi. Ini mengisolasi Eren, memaksanya untuk memikul beban seluruh dunia sendirian.
Konsep 'Jalur' (Paths) adalah kunci untuk memahami kekuatan sebenarnya di balik semua Titan. 'Jalur' adalah dimensi di luar ruang dan waktu, tempat semua Eldia terhubung secara mental dan fisik. Ini adalah tempat di mana Ymir Fritz, pendiri semua Titan, menciptakan Titan dari pasir. Hanya Founding Titan yang memiliki kekuatan untuk memanipulasi 'Jalur' dan mengendalikan semua Eldia.
Ketika Eren akhirnya mencapai 'Jalur' bersama Zeke, ia memiliki kesempatan untuk berbicara langsung dengan Ymir Fritz dan memanipulasi 'Jalur'. Di sana, ia mengungkapkan kebenaran tentang Ymir: ia bukanlah dewi atau iblis, melainkan seorang budak yang menderita selama dua ribu tahun. Eren meyakinkan Ymir untuk menggunakan kekuatannya untuk kebebasan, bukan untuk melayani, dan pada saat itulah Eren mendapatkan kendali penuh atas Founding Titan.
Momen ini adalah titik tanpa kembali. Dengan kekuatan Founding Titan di tangannya, Eren sekarang memiliki kemampuan untuk memicu Rumbling, melepaskan puluhan juta Colossal Titan dari Tembok dan menghancurkan dunia. Ia bukan lagi pion dalam permainan orang lain; ia adalah pemain utama, dalang di balik kehancuran yang akan datang, didorong oleh keyakinan bahwa ini adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan rakyatnya.
Untuk mencapai tujuannya, Eren dengan cerdik memanipulasi saudaranya tiri, Zeke Jaeger, yang memiliki kekuatan Beast Titan dan darah bangsawan, yang diperlukan untuk mengaktifkan Founding Titan sepenuhnya. Zeke sendiri memiliki rencana eutanasia Eldia, yaitu sterilisasi semua Eldia agar mereka tidak bisa melahirkan anak lagi, mengakhiri penderitaan mereka secara perlahan. Eren berpura-pura setuju dengan rencana Zeke, mendapatkan kepercayaannya, dan menggunakan Zeke untuk mencapai 'Jalur'.
Namun, setelah berada di 'Jalur' dan berbicara dengan Ymir, Eren mengkhianati Zeke, menunjukkan bahwa ia tidak pernah berniat mengikuti rencana eutanasia. Manipulasi ini sangat kejam, karena Zeke benar-benar percaya bahwa ia dan Eren memiliki tujuan yang sama. Ini adalah bukti lebih lanjut bahwa Eren rela mengorbankan ikatan keluarga dan kepercayaan demi mencapai apa yang ia yakini sebagai satu-satunya solusi.
Tindakan manipulatif Eren juga meluas ke teman-temannya. Ia sengaja membuat jarak, mengatakan kata-kata menyakitkan kepada Mikasa dan Armin, bahkan memukul Armin, untuk mendorong mereka menjauh dan membuat mereka percaya bahwa ia telah menjadi musuh. Ia ingin mereka membencinya, sehingga ketika tiba waktunya mereka harus menghentikannya, mereka tidak akan ragu-ragu. Ini adalah beban psikologis yang mengerikan bagi Eren, yang harus berpura-pura membenci orang-orang yang paling ia sayangi demi tujuan yang lebih besar.
Penyerangan mendadak Eren terhadap distrik Libero di Marley adalah aksi yang paling terang-terangan dan paling brutal yang ia lakukan. Tanpa sepengetahuan Survey Corps, Eren menyusup ke Marley, menunggu waktu yang tepat untuk menyerang saat Willy Tybur, seorang pejabat Marleyan yang berpengaruh, mendeklarasikan perang terhadap Paradis di hadapan delegasi dunia. Ini adalah pernyataan yang jelas bahwa Eren tidak akan menunggu lagi, tidak akan bernegosiasi.
Penyerangan ini mengakibatkan kematian ribuan warga sipil Marleyan, termasuk anak-anak dan wanita, serta banyak pejabat penting dari berbagai negara. Ini adalah tindakan terorisme massal yang disengaja. Bagi banyak orang, momen ini adalah titik di mana Eren benar-benar melewati batas dan menjadi "jahat." Ia tidak lagi hanya membunuh Titan atau tentara musuh; ia membunuh orang tak bersalah demi mengirim pesan yang brutal.
Meskipun tindakan ini berhasil mengalahkan Marley dan mencuri kekuatan War Hammer Titan, serta mengirimkan pesan kepada dunia bahwa Paradis tidak akan tunduk, harganya sangat mahal. Ia mengorbankan moralitasnya, reputasinya di mata dunia, dan bahkan dalam beberapa hal, hubungannya dengan teman-temannya yang terkejut dan jijik dengan tindakannya. Ini adalah awal dari perjalanannya sebagai antagonis global.
Puncak dari transformasi Eren menjadi sosok yang menakutkan adalah inisiasi Rumbling. Setelah mengaktifkan Founding Titan dan membebaskan puluhan juta Colossal Titan dari tembok, Eren menyatakan niatnya kepada semua Eldia melalui 'Jalur': ia akan menginjak-injak seluruh dunia di luar pulau Paradis untuk melindungi rakyatnya dan mengakhiri siklus kebencian.
Rumbling adalah genosida massal yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah fiksi. Eren, dalam wujud Founding Titan-nya yang mengerikan, memimpin pasukan Titan Colossal yang tak terhentikan, menginjak-injak kota, desa, dan jutaan nyawa. Ia percaya bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk memutus lingkaran kebencian yang telah berlangsung ribuan tahun, satu-satunya cara untuk menjamin kebebasan dan kelangsungan hidup Paradis.
Tindakannya ini bukan hanya menghancurkan dunia, tetapi juga menghancurkan hubungan Eren dengan sebagian besar teman-temannya. Armin, Mikasa, Jean, Conny, dan Levi, bersama dengan para prajurit Marleyan yang tersisa, bersatu untuk menghentikan Eren. Mereka tidak dapat membiarkan dia memusnahkan dunia, bahkan jika itu berarti harus membunuh sahabat mereka sendiri. Eren telah menjadi musuh dunia, dan ia menerima peran itu dengan berat hati, namun penuh tekad.
Sepanjang hidupnya, satu-satunya hasrat Eren yang paling kuat dan tidak tergoyahkan adalah kebebasan. Bukan hanya kebebasan fisiknya dari kurungan tembok, tetapi juga kebebasan fundamental dari takdir, dari musuh, dan dari pilihan yang dipaksakan. Ketika ia menemukan bahwa kebebasan Paradis terancam oleh seluruh dunia, hasrat ini berubah menjadi obsesi destruktif. Ia tidak bisa mentolerir gagasan bahwa ia dan teman-temannya akan dikurung atau dihancurkan. Baginya, mati tanpa melawan adalah penghinaan terhadap nilai-nilai kebebasan yang ia junjung tinggi.
Rumbling, dalam pandangan Eren, adalah manifestasi terakhir dari keinginan mutlak akan kebebasan ini. Ia percaya bahwa untuk menjadi benar-benar bebas, ia harus menghapus semua ancaman eksternal yang ada. Pilihan ini, meskipun mengerikan, adalah hasil dari akumulasi trauma, pengkhianatan, dan visi masa depan yang tak terhindarkan. Ia melihat dirinya sebagai budak dari kebebasan, terpaksa melakukan tindakan ini karena tidak ada jalan lain yang ia lihat.
Eren juga sangat dipengaruhi oleh gagasan tentang individu yang berani melawan arus. Ia memandang orang-orang yang tidak berani memperjuangkan kebebasan mereka sebagai 'domba' yang pasrah. Ini adalah alasan mengapa ia sangat membenci Raja Fritz yang menolak melawan musuh dan memilih hidup dalam ilusi. Eren menolak untuk menjadi domba; ia memilih untuk menjadi serigala, bahkan jika itu berarti ia harus mengorbankan jiwanya sendiri.
Salah satu aspek paling tragis dari karakter Eren adalah bagaimana ia terjebak dalam lingkaran takdir. Kekuatan Attack Titan yang memungkinkannya melihat masa depan, paradoxically, juga mengikatnya pada masa depan itu. Ia tidak memilih masa depannya; ia hanya melihatnya dan kemudian merasa terpaksa untuk mewujudkannya. Ini menciptakan fatalisme yang mendalam dalam dirinya.
Eren tahu bahwa Rumbling akan terjadi, dan ia tahu bahwa ia adalah agen utama di baliknya. Meskipun ia merasa jijik dengan apa yang harus ia lakukan, ia merasa tidak berdaya untuk mengubahnya. Ia melihat dirinya sebagai budak dari visi masa depan itu, budak dari kebebasan itu sendiri. Ini bukan hanya sebuah keputusan, tetapi sebuah penderitaan yang harus ia jalani, sebuah peran yang harus ia mainkan hingga akhir.
Penderitaan ini terlihat jelas dalam interaksinya dengan Armin menjelang akhir cerita. Eren mengakui bahwa ia benci melakukan ini, bahwa ia sangat ingin teman-temannya hidup bahagia dan panjang umur. Namun, ia tidak bisa menghentikan dirinya sendiri. Seolah-olah ada kekuatan yang lebih besar yang menariknya ke arah kehancuran yang tak terhindarkan. Ini membuat karakternya menjadi sangat kompleks; ia adalah penjahat, tetapi juga korban dari takdirnya sendiri.
Diskusi tentang apakah Eren adalah "jahat" sering kali berkutat pada definisi pahlawan dan penjahat. Dalam banyak cerita, pahlawan adalah seseorang yang melindungi yang tak bersalah dan melawan kejahatan. Penjahat adalah seseorang yang menyebabkan penderitaan dan kehancuran. Eren, pada akhirnya, menyebabkan penderitaan dan kehancuran dalam skala global, membunuh jutaan orang tak bersalah.
Namun, motivasinya adalah untuk melindungi orang-orang yang ia cintai. Ia tidak mencari kekuasaan pribadi atau kepuasan dalam kehancuran. Ia melakukan tindakan-tindakan ini dengan berat hati, memahami sepenuhnya konsekuensinya. Ini menempatkannya dalam kategori "anti-hero" yang ekstrem, seseorang yang melakukan tindakan moral yang dipertanyakan atau bahkan keji demi tujuan yang dianggap benar olehnya, atau demi orang-orang yang ia lindungi.
Perbedaan antara "anti-hero" dan "penjahat" menjadi sangat kabur pada Eren. Ia adalah cerminan dari tragedi perang yang tak berkesudahan, di mana setiap sisi melihat dirinya sebagai korban dan lawannya sebagai iblis. Eren memilih untuk menjadi iblis demi menyelamatkan bangsanya, dan dalam prosesnya, ia kehilangan sebagian besar kemanusiaannya. Ini adalah salah satu evolusi karakter paling menarik dan memilukan dalam sejarah fiksi modern.
Armin Arlert, sahabat karib Eren, mewakili idealisme dan harapan bahwa konflik dapat diselesaikan melalui dialog dan pemahaman, bukan melalui kekerasan. Sejak awal, Armin adalah orang yang melihat dunia lebih luas, mencari solusi diplomatik, dan selalu percaya pada kebaikan dalam diri Eren. Kekejaman Eren yang meningkat sangat menghantam Armin, memaksanya untuk menghadapi kenyataan bahwa sahabatnya telah berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa ia kenali.
Konflik antara Eren dan Armin adalah inti dari narasi moral Attack on Titan. Armin berjuang mati-matian untuk menemukan jalan lain, untuk meyakinkan Eren, dan pada akhirnya, untuk menghentikan Rumbling. Pilihan Armin untuk melawan Eren adalah pilihan yang menyakitkan, tetapi ia melakukannya demi menyelamatkan dunia dan demi memegang teguh keyakinannya pada kemanusiaan. Ini adalah kontras yang tajam dengan fatalisme dan keputusasaan Eren.
Armin percaya bahwa Eren tidak pernah benar-benar ingin melakukan Rumbling, tetapi terpaksa oleh keadaan dan visi masa depan. Ia melihat sisa-sisa Eren yang lama, yang ingin melindungi teman-temannya dan memimpikan kebebasan tanpa kehancuran. Namun, ia juga memahami bahwa Eren telah melangkah terlalu jauh dan harus dihentikan, tidak peduli betapa menyakitkan keputusan itu.
Mikasa Ackerman adalah karakter lain yang paling menderita karena transformasi Eren. Kesetiaannya kepada Eren tak tergoyahkan, bahkan ketika Eren mulai bertindak kejam. Ia selalu berusaha untuk melindungi Eren, memahami motivasinya, dan berharap Eren akan kembali ke jati dirinya yang dulu. Namun, kata-kata kasar Eren tentang hubungannya yang "hanya budak" dan tindakannya yang menghancurkan dunia sangat melukai Mikasa.
Pada akhirnya, Mikasa harus membuat pilihan yang paling sulit dalam hidupnya: menghentikan Eren, bahkan jika itu berarti membunuhnya. Ini adalah manifestasi dari kasih sayang dan pengorbanan tertinggi. Ia memilih untuk menyelamatkan dunia dan membebaskan Eren dari beban takdir yang membelenggunya, meskipun itu menghancurkan hatinya. Momen ketika Mikasa memenggal kepala Eren adalah salah satu adegan paling ikonik dan tragis dalam seri ini, menggambarkan harga yang harus dibayar untuk kebebasan dan perdamaian.
Penderitaan Mikasa menyoroti dilema moral yang dihadapi semua karakter: apakah kesetiaan pribadi harus mengalahkan moralitas global? Bagi Mikasa, jawaban itu adalah tragis. Ia memilih untuk menghentikan genosida, bahkan jika itu berarti mengkhianati dan membunuh orang yang paling ia cintai. Ini menunjukkan kedalaman karakternya dan bagaimana Eren, dalam transformasinya, memaksa orang-orang terdekatnya untuk membuat pilihan yang tidak mungkin.
Perspektif karakter lain juga memperkaya pemahaman kita tentang Eren. Reiner Braun, yang awalnya adalah musuh, akhirnya memahami penderitaan dan motivasi Eren. Mereka berdua adalah prajurit yang dipaksa melakukan tindakan mengerikan demi tanah air mereka, dan Reiner melihat Eren sebagai cerminan dirinya sendiri. Pemahaman ini tidak berarti penerimaan, tetapi semacam solidaritas tragis antara dua orang yang terpaksa menjadi monster.
Para anggota Survey Corps yang tersisa, seperti Jean Kirschtein dan Conny Springer, mengalami konflik batin yang luar biasa. Mereka telah bertarung bersama Eren, tetapi sekarang harus melawannya. Mereka berjuang dengan kenyataan bahwa sahabat mereka telah menjadi ancaman terbesar bagi umat manusia. Pilihan mereka untuk menghentikan Eren menunjukkan bahwa meskipun mereka memahami alasan Eren, mereka tidak bisa memaafkan metodenya.
Bagi dunia di luar Paradis, Eren adalah iblis. Ia adalah perwujudan ketakutan mereka terhadap bangsa Eldia, ramalan tentang kehancuran yang mereka yakini akan datang. Tindakannya membenarkan kebencian mereka dan mengabadikan siklus konflik. Dalam pandangan dunia, Eren adalah antagonis murni, simbol kejahatan yang harus dibasmi.
Apakah Eren Jaeger menjadi jahat? Jawaban yang paling jujur adalah kompleks dan bernuansa. Ia memulai perjalanannya sebagai pahlawan yang didorong oleh trauma dan impian mulia akan kebebasan. Namun, ia secara bertahap terkorupsi oleh penemuan kebenaran dunia yang kejam, beban takdir yang tak terhindarkan dari Attack Titan, dan visi masa depan yang mengerikan. Ia bukan penjahat yang mencari kekuasaan atau kepuasan dalam penderitaan. Sebaliknya, ia adalah individu yang sangat menderita, dipaksa untuk membuat pilihan yang tidak manusiawi demi melindungi orang-orang yang ia cintai.
Eren bertransformasi dari seorang pahlawan idealis menjadi sosok yang pragmatis dan brutal, rela mengorbankan moralitasnya, jutaan nyawa, dan bahkan hubungannya dengan teman-temannya untuk mencapai apa yang ia yakini sebagai satu-satunya bentuk kebebasan. Ia menjadi 'iblis' yang harus dibunuh agar dunia bisa terus berputar, dan ia menerima peran itu dengan kesedihan yang mendalam.
Kisah Eren Jaeger adalah tragedi modern tentang bagaimana trauma dan beban takdir dapat mengubah seorang pahlawan menjadi antagonis. Ia meninggalkan warisan yang membingungkan: seorang pembunuh massal yang dikenang sebagai pahlawan oleh sebagian, dan iblis oleh yang lain. Kisahnya memaksa kita untuk merenungkan batas-batas moralitas, harga kebebasan, dan siklus kebencian yang sulit diputus. Ia adalah karakter yang akan terus diperdebatkan dan dianalisis selama bertahun-tahun, sebuah studi kasus tentang kompleksitas jiwa manusia di tengah konflik yang tak berkesudahan.
Pada akhirnya, evolusi Eren Jaeger adalah cerminan mengerikan dari kenyataan bahwa dalam perang, tidak ada pahlawan atau penjahat yang mutlak, hanya individu yang dipaksa untuk membuat pilihan yang tidak mungkin, yang konsekuensinya akan menghantui mereka dan dunia selamanya. Ia adalah gambaran tragis dari seorang pemuda yang berjuang demi kebebasan, hanya untuk menjadi budak dari takdirnya sendiri.