Kenapa Batuk Tak Kunjung Sembuh Setelah COVID?

Infeksi COVID-19 memang telah meninggalkan jejak bagi banyak orang, tidak hanya dalam hal kondisi kesehatan jangka pendek, tetapi juga efek pasca-infeksi yang bisa cukup mengganggu. Salah satu keluhan yang paling umum dirasakan oleh penyintas COVID-19 adalah batuk yang tak kunjung sembuh. Kondisi ini bisa berlangsung berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, menimbulkan kekhawatiran dan menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Pertanyaannya, mengapa batuk pasca-COVID ini begitu membandel? Ada beberapa faktor medis yang berkontribusi terhadap fenomena ini. Memahami alasan di baliknya dapat membantu Anda dalam mencari penanganan yang tepat.

Peradangan Saluran Napas yang Tersisa

Virus SARS-CoV-2, penyebab COVID-19, secara langsung menyerang sel-sel di saluran pernapasan. Proses infeksi ini seringkali memicu respons peradangan yang signifikan pada paru-paru dan saluran udara. Meskipun virusnya telah berhasil diatasi oleh sistem kekebalan tubuh, peradangan yang terjadi bisa meninggalkan jejak kerusakan sementara. Saluran napas yang meradang menjadi lebih sensitif dan mudah teriritasi oleh berbagai stimulus, seperti udara dingin, asap, debu, atau bahkan perubahan suhu.

Peradangan ini dapat menyebabkan:

Sindrom Batuk Pasca-Infeksi (PPC - Post-Infectious Cough)

Batuk yang berlangsung lebih dari delapan minggu setelah infeksi saluran pernapasan (termasuk COVID-19) secara umum dikategorikan sebagai Post-Infectious Cough atau Sindrom Batuk Pasca-Infeksi. Ini adalah kondisi yang cukup umum terjadi setelah berbagai jenis infeksi saluran pernapasan, dan COVID-19 tidak terkecuali. Sindrom ini terjadi karena proses penyembuhan saluran napas yang membutuhkan waktu. Saraf-saraf di saluran napas mungkin tetap sensitif untuk sementara waktu, menyebabkan refleks batuk yang berlebihan bahkan terhadap rangsangan ringan.

PPC seringkali tidak menunjukkan adanya infeksi aktif lagi, melainkan akibat dari perubahan sementara pada saluran napas yang memerlukan pemulihan.

Potensi Kerusakan Jangka Panjang

Pada sebagian kasus, COVID-19 dapat menyebabkan kerusakan paru-paru yang lebih signifikan atau memperburuk kondisi paru-paru yang sudah ada sebelumnya. Kondisi seperti pneumonia atauAcute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) yang terjadi selama infeksi akut COVID-19 dapat meninggalkan jaringan parut (fibrosis) di paru-paru. Fibrosis ini dapat mengubah struktur dan fungsi paru-paru, menyebabkan batuk kronis, sesak napas, dan penurunan kapasitas paru-paru.

Bagi individu dengan riwayat penyakit paru-paru seperti asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), COVID-19 dapat memicu kekambuhan atau memperburuk kondisi yang sudah ada, sehingga gejala batuk menjadi lebih persisten.

Efek Samping Obat atau Kondisi Lain

Selain dampak langsung dari virus, perlu juga dipertimbangkan faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap batuk yang berkelanjutan. Beberapa obat yang digunakan selama atau setelah infeksi COVID-19, seperti ACE inhibitors, diketahui dapat menyebabkan batuk kering sebagai efek sampingnya. Selain itu, kondisi medis lain yang mungkin tidak terdiagnosis sebelumnya atau memburuk akibat infeksi virus, seperti refluks asam lambung (GERD) atau rhinitis alergi, juga bisa memicu atau memperparah batuk.

Apa yang Harus Dilakukan?

Jika Anda mengalami batuk yang tak kunjung sembuh setelah sembuh dari COVID-19, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter. Dokter akan melakukan evaluasi menyeluruh untuk menentukan penyebab batuk Anda. Ini mungkin meliputi pemeriksaan fisik, peninjauan riwayat kesehatan, dan mungkin pemeriksaan penunjang seperti rontgen dada atau tes fungsi paru.

Penanganan akan disesuaikan dengan penyebabnya, yang bisa meliputi:

Jangan abaikan batuk yang persisten pasca-COVID. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, Anda dapat kembali menikmati kualitas hidup yang lebih baik.

🏠 Homepage