Simbol pertanyaan dan seruan dalam lingkaran.
Pertanyaan mengenai keberadaan anjing di muka bumi, sementara dalam ajaran Islam ia dikategorikan sebagai hewan yang haram untuk disentuh dan dikonsumsi, seringkali muncul dalam benak umat Muslim. Mengapa Sang Pencipta yang Mahatahu dan Mahabijaksana menciptakan makhluk seperti anjing jika ia memiliki status demikian dalam syariat? Pertanyaan ini mengundang kita untuk merenungkan lebih dalam tentang hikmah di balik penciptaan dan peran setiap makhluk di alam semesta ini.
Penting untuk terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan 'haram' dalam konteks Islam. Haram berarti suatu perbuatan atau sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Larangan ini biasanya didasari oleh pertimbangan kemaslahatan (manfaat) dan mafsadat (mudharat) bagi umat manusia. Dalam kasus anjing, larangan menyentuhnya secara langsung (terutama air liurnya) dan mengonsumsinya memiliki alasan syar'i yang kuat, salah satunya adalah terkait kebersihan dan kesucian (thaharah).
Namun, 'haram' dalam Islam tidak selalu berarti bahwa makhluk tersebut tidak memiliki fungsi atau peran dalam penciptaan. Banyak hewan yang hukumnya haram dikonsumsi atau tidak boleh dijadikan peliharaan secara umum, tetapi tetap memiliki peran ekologis atau bahkan manfaat dalam kondisi tertentu yang diizinkan oleh syariat (misalnya, untuk berburu dengan syarat tertentu).
Allah SWT menciptakan segala sesuatu dengan tujuan dan hikmah yang seringkali melampaui pemahaman terbatas manusia. Keberadaan anjing, meskipun memiliki status hukum tertentu bagi umat Muslim, tidak terlepas dari kebesaran dan kebijaksanaan-Nya. Beberapa poin berikut dapat menjadi bahan renungan:
Anjing, sebagai bagian dari alam semesta ciptaan Allah, memiliki peran dalam keseimbangan ekosistem. Mereka dapat membantu mengendalikan populasi hewan lain, menjadi pemakan bangkai yang membantu membersihkan lingkungan, dan dalam beberapa kasus, naluri berburu mereka bisa berperan dalam menjaga kelangsungan spesies lain dari populasi yang berlebihan. Alam adalah sebuah sistem yang saling terkait, dan setiap komponennya, meskipun tampak kecil atau memiliki batasan bagi manusia, memiliki fungsinya sendiri.
Meskipun umat Muslim dilarang menjadikan anjing sebagai hewan peliharaan rumah tangga yang membuat rumah tidak dimasuki malaikat (kecuali untuk tujuan tertentu), anjing memiliki fungsi yang sangat penting dan diakui dalam syariat. Misalnya, anjing pemburu yang dilatih (mu'allam) dan disebut nama Allah saat melepaskannya untuk berburu, daging buruannya menjadi halal untuk dikonsumsi. Ini menunjukkan bahwa anjing bisa memiliki manfaat yang sah dan diizinkan dalam panduan agama.
Selain itu, anjing juga dapat dimanfaatkan untuk tugas-tugas penjagaan, penyelamatan, dan bahkan sebagai anjing pemandu bagi tunanetra. Dalam konteks ini, jika terjadi kontak dengan anjing tersebut, ada kaifiyah (cara) bersuci yang diajarkan dalam Islam. Ini mengindikasikan bahwa larangan tersebut lebih kepada aspek kesucian dan pencegahan daripada penolakan mutlak terhadap keberadaan dan manfaatnya.
Keberadaan anjing juga bisa menjadi ujian bagi keimanan seorang Muslim. Bagaimana seorang Muslim menyikapi aturan syariat mengenai anjing, bagaimana ia berinteraksi dengan anjing jika memang diperlukan (misalnya, menjaga ternak atau membantu dalam penyelamatan), dan bagaimana ia menjaga kesuciannya, semuanya merupakan bagian dari ketaatan dan pengabdian kepada Allah SWT. Menjalani larangan dan anjuran Allah adalah bentuk ibadah.
Allah SWT menciptakan makhluk-Nya dalam keragaman yang luar biasa, mulai dari yang paling kecil hingga yang terbesar, dari yang bermanfaat langsung bagi manusia hingga yang perannya lebih terselubung. Keragaman ini menjadi tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya. Anjing hanyalah salah satu dari jutaan spesies yang ada, masing-masing diciptakan dengan 'izin' dan 'takdir' dari Sang Pencipta.
Pertanyaan "kenapa Allah menciptakan anjing padahal haram" pada dasarnya mengarah pada keinginan kita untuk memahami kehendak Ilahi. Namun, sebagai hamba-Nya, yang terbaik adalah beriman bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah adalah baik dan memiliki hikmah, meskipun hikmah tersebut tidak selalu dapat kita pahami sepenuhnya. Keharaman anjing dalam Islam adalah bagian dari aturan hidup yang diberikan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat manusia. Sementara itu, keberadaan anjing di alam semesta adalah bukti kebesaran Allah dan perannya dalam sistem ciptaan-Nya yang kompleks.
Oleh karena itu, sebagai Muslim, kita diajarkan untuk bertawakkal (berserah diri) kepada Allah dan tawadhu' (rendah hati) dalam memahami ayat-ayat-Nya, baik yang tertulis dalam Al-Qur'an maupun yang terbentang dalam alam semesta. Kepercayaan pada kebijaksanaan Allah adalah inti dari keimanan kita.