Mengupas Tuntas: Kenapa Ada Benjolan di Leher?
Munculnya benjolan atau pembengkakan di area leher seringkali memicu kekhawatiran yang signifikan. Leher adalah rumah bagi banyak struktur vital dan jaringan limfatik, sehingga setiap perubahan ukuran atau tekstur jaringan di area ini memerlukan perhatian serius. Meskipun sebagian besar benjolan bersifat jinak (tidak berbahaya) dan disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi umum, beberapa benjolan dapat menjadi indikasi kondisi medis yang lebih kompleks dan memerlukan evaluasi segera dari profesional kesehatan.
Untuk memahami mengapa benjolan dapat terbentuk, kita harus terlebih dahulu mengapresiasi kompleksitas anatomi leher. Struktur ini tidak hanya terdiri dari kulit dan otot, tetapi juga mengandung kelenjar getah bening (limfa), kelenjar tiroid, kelenjar ludah, pembuluh darah utama, saraf, serta sisa-sisa perkembangan embriologis yang terkadang dapat membentuk kista di kemudian hari. Oleh karena itu, penyebab benjolan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori besar, mulai dari infeksi dan peradangan hingga kelainan kongenital dan neoplasma (tumor).
I. Struktur Anatomi Leher dan Titik Pembentukan Benjolan
Lokasi benjolan seringkali memberikan petunjuk awal yang sangat penting mengenai penyebabnya. Seorang dokter akan membagi leher menjadi zona atau segitiga untuk memetakan asal usul benjolan. Pemahaman dasar ini krusial dalam proses diagnosis diferensial.
Gambar 1: Jaringan Vital di Leher
1. Kelenjar Getah Bening (Limfonodus)
Kelenjar getah bening adalah penyebab benjolan leher yang paling umum. Mereka bertindak sebagai filter sistem imun, menjebak bakteri, virus, atau sel abnormal. Terdapat ratusan kelenjar getah bening di leher, yang tersebar di area submandibular (di bawah rahang), servikal anterior (depan), servikal posterior (belakang), dan supraklavikula (di atas tulang selangka). Ketika terjadi infeksi, kelenjar ini membengkak—suatu kondisi yang disebut limfadenopati.
2. Kelenjar Tiroid
Kelenjar endokrin berbentuk kupu-kupu ini terletak di bagian bawah depan leher, di sekitar trakea. Benjolan yang berasal dari tiroid dapat berupa pembesaran kelenjar secara keseluruhan (goiter/gondok) atau nodul spesifik (massa padat atau kista di dalam kelenjar).
3. Kelenjar Ludah
Dua kelenjar ludah utama (parotis dan submandibular) terletak di leher/wajah. Infeksi (seperti gondongan atau sialadenitis) atau tumor pada kelenjar ini dapat bermanifestasi sebagai benjolan.
4. Jaringan Lunak Lainnya
Ini termasuk lipoma (benjolan lemak jinak), kista (kantong berisi cairan), dan jaringan otot. Benjolan yang terasa lunak, mudah digerakkan, dan terletak tepat di bawah kulit seringkali adalah lipoma atau kista sebasea.
II. Kategori Utama Penyebab Benjolan Leher
Benjolan di leher harus ditelaah berdasarkan etiologinya. Secara umum, penyebabnya dibagi menjadi empat kelompok besar: Inflamasi/Infeksi, Kongenital, Neoplastik (Jinak), dan Neoplastik (Ganas).
A. Benjolan Akibat Infeksi dan Peradangan (Limfadenopati Reaktif)
Ini adalah penyebab benjolan leher yang paling sering terjadi, terutama pada anak-anak. Ketika tubuh melawan infeksi, kelenjar getah bening bekerja keras, menyebabkan mereka membesar dan terkadang terasa nyeri.
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
Flu biasa, radang tenggorokan (faringitis), tonsilitis (radang amandel), dan sinusitis seringkali menyebabkan pembengkakan kelenjar di bagian depan leher (servikal anterior). Benjolan biasanya lunak, mudah digerakkan, dan dapat mereda setelah infeksi diatasi.
2. Mononukleosis (Penyakit Kelenjar)
Disebabkan oleh virus Epstein-Barr (EBV). Mononukleosis sering menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening yang signifikan di seluruh tubuh, termasuk di leher bagian belakang (servikal posterior). Pembengkakan ini bisa berlangsung berminggu-minggu.
3. Infeksi Gigi dan Kulit
Abses gigi, infeksi gusi, atau infeksi kulit di wajah/kulit kepala dapat menyebabkan kelenjar submandibular atau preaurikular membengkak, karena mereka menyaring area tersebut. Kondisi ini disebut limfadenitis lokal.
4. Tuberkulosis Limfatik (Skrofula)
Meskipun TBC paru lebih dikenal, bakteri Mycobacterium tuberculosis juga dapat menyerang kelenjar getah bening di leher. Benjolan TBC biasanya kronis, cenderung menyatu, dan bisa membentuk abses dingin yang kemudian pecah mengeluarkan nanah. Ini adalah penyebab penting dari benjolan leher kronis yang harus selalu dipertimbangkan di daerah endemik.
5. Toksoplasmosis
Infeksi parasit ini seringkali didapat dari kucing atau makanan yang terkontaminasi. Toksoplasmosis dapat menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening yang persisten dan seringkali tanpa gejala sistemik lainnya.
B. Benjolan dari Kelenjar Tiroid
Tiroid adalah kelenjar endokrin yang rentan membentuk massa.
1. Goiter (Gondok)
Merupakan pembesaran umum kelenjar tiroid. Goiter bisa nodular (dengan benjolan kecil-kecil) atau difus (pembesaran merata). Goiter sering dikaitkan dengan kekurangan yodium (di masa lalu), atau kondisi autoimun seperti Penyakit Graves (hipertiroidisme) atau Tiroiditis Hashimoto (hipotiroidisme).
2. Nodul Tiroid Soliter
Adalah massa tunggal di dalam kelenjar tiroid. Nodul tiroid sangat umum, terutama pada wanita dan seiring bertambahnya usia. Lebih dari 90% nodul tiroid bersifat jinak (seperti kista berisi cairan atau adenoma koloid), namun setiap nodul memerlukan evaluasi untuk menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid.
3. Tiroiditis Subakut dan Kronis
Peradangan tiroid (tiroiditis) dapat menyebabkan pembengkakan nyeri dan nyeri tekan (tiroiditis subakut) atau pembesaran tiroid yang keras dan tidak nyeri seiring waktu (tiroiditis Hashimoto).
C. Kista dan Kelainan Kongenital (Bawaan)
Beberapa benjolan di leher adalah sisa-sisa struktur yang seharusnya menghilang selama perkembangan janin.
1. Kista Duktus Tiroglosus (Thyroglossal Duct Cyst)
Benjolan ini terbentuk dari sisa saluran yang dilalui kelenjar tiroid saat bergerak dari dasar lidah ke posisi akhirnya di leher. Kista ini selalu terletak di garis tengah leher, biasanya tepat di bawah tulang hyoid. Ciri khasnya adalah benjolan akan bergerak naik ketika pasien menjulurkan lidah.
2. Kista Celah Brakialis (Branchial Cleft Cyst)
Terbentuk dari jaringan yang gagal menyatu di daerah leher saat perkembangan embrio. Kista celah brakialis biasanya muncul di sisi lateral (samping) leher, seringkali di depan otot sternokleidomastoid. Benjolan ini bisa tidak terdeteksi hingga usia dewasa, seringkali muncul setelah terinfeksi.
3. Lipoma
Benjolan jaringan lemak yang lunak, kenyal, dan mudah digerakkan di bawah kulit. Lipoma bersifat jinak dan sangat umum, dapat tumbuh lambat di lokasi mana pun, termasuk leher dan punggung.
D. Benjolan dari Kelenjar Ludah (Salivarius)
Benjolan ini berlokasi di area parotis (depan telinga) atau submandibular (di bawah rahang).
1. Sialadenitis
Peradangan pada kelenjar ludah, seringkali disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus (seperti gondongan/mumps). Menyebabkan pembengkakan yang nyeri dan biasanya disertai demam.
2. Batu Kelenjar Ludah (Sialolitiasis)
Terbentuknya batu kalsium di saluran kelenjar ludah, menghalangi aliran air liur. Ini menyebabkan pembengkakan yang terasa nyeri, terutama saat makan, karena kelenjar berusaha mengeluarkan air liur yang terhalang.
E. Keganasan (Kanker)
Meskipun jarang, benjolan leher yang persisten harus dipertimbangkan sebagai potensi kanker. Keganasan di leher dapat dibagi menjadi kanker primer (berasal dari jaringan leher itu sendiri) atau metastasis (penyebaran dari kanker lain).
1. Limfoma
Kanker yang berasal dari sistem limfatik. Limfoma (Hodgkin dan Non-Hodgkin) seringkali bermanifestasi sebagai pembengkakan kelenjar getah bening yang keras, tidak nyeri, dan cenderung tumbuh secara progresif. Seringkali disertai gejala B sistemik seperti demam malam, keringat malam hebat, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
2. Kanker Tiroid
Kanker tiroid adalah keganasan endokrin yang paling umum. Meskipun mayoritas nodul tiroid jinak, sekitar 5-10% bersifat ganas (tipe papiler, folikuler, meduler, atau anaplastik). Kanker tiroid seringkali terasa keras, terfiksasi (tidak dapat digerakkan), dan dapat disertai suara serak jika telah melibatkan saraf laringeus rekuren.
3. Metastasis (Penyebaran Kanker Lain)
Penyebab paling umum dari limfadenopati maligna pada orang dewasa adalah penyebaran dari kanker primer di tempat lain. Kanker yang paling sering bermetastasis ke leher meliputi:
- Kanker Kepala dan Leher: Kanker orofaring (mulut/tenggorokan), laring (kotak suara), dan nasofaring.
- Kanker Non-Kepala/Leher: Kanker paru-paru dan kanker payudara.
- Node Supraklavikula Kiri (Node Virchow): Pembesaran di area ini sangat mencurigakan dan sering menjadi tanda metastasis dari kanker di perut atau panggul (misalnya kanker lambung, pankreas).
Benjolan metastasis cenderung sangat keras dan terfiksasi pada jaringan di sekitarnya. Karakteristik ini menunjukkan pertumbuhan sel kanker yang invasif.
III. Karakteristik Benjolan: Kunci Diagnosis Diferensial
Ketika seorang pasien datang dengan benjolan leher, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mengidentifikasi karakteristik spesifik massa tersebut. Detail-detail ini sangat membantu dalam mempersempit kemungkinan diagnosis sebelum tes pencitraan atau biopsi dilakukan.
A. Lokasi dan Zona Leher
- Garis Tengah (Midline): Lebih mungkin Kista Duktus Tiroglosus, atau nodul/kanker tiroid.
- Lateral (Samping): Kista Celah Brakialis, limfadenopati (infeksi atau limfoma), atau tumor kelenjar ludah parotis.
- Supraklavikula: Risiko tertinggi keganasan (metastasis abdominal/toraks atau limfoma).
- Submandibular/Submental: Terkait dengan infeksi gigi atau mulut.
B. Konsistensi (Kekerasan)
- Lunak dan Kenyal (Soft and Rubbery): Kelenjar limfa akibat infeksi virus, kista jinak, atau lipoma.
- Keras Seperti Batu (Stony Hard): Sangat mencurigakan keganasan atau metastasis.
- Kenyal dan Elastis (Firm): Sering terlihat pada Limfoma.
- Fluktuatif (Berisi Cairan/Nanah): Abses (infeksi parah) atau kista terinfeksi.
C. Mobilitas (Dapat Digerakkan atau Terfiksasi)
Ini adalah salah satu petunjuk terpenting dalam membedakan antara jinak dan ganas. Benjolan jinak, seperti limfadenopati reaktif atau lipoma, biasanya mudah digerakkan dari jaringan di bawahnya.
Sebaliknya, benjolan ganas (kanker) seringkali bersifat terfiksasi. Ini berarti benjolan melekat erat pada struktur dalam, seperti otot atau pembuluh darah, menunjukkan invasi lokal oleh sel tumor.
D. Nyeri (Pain)
- Benjolan Nyeri Akut: Hampir selalu mengindikasikan proses inflamasi atau infeksi (misalnya, limfadenitis akut, tiroiditis subakut, abses).
- Benjolan Tidak Nyeri (Asimptomatik): Ciri khas banyak keganasan (Limfoma, Kanker Tiroid, Metastasis). Namun, kista jinak atau nodul tiroid jinak juga sering tidak nyeri.
Kapan Harus Khawatir? (Red Flags)
Meskipun mayoritas benjolan leher jinak, Anda harus segera mencari evaluasi medis jika benjolan memiliki ciri-ciri berikut:
- Benjolan yang tumbuh cepat dan terasa keras.
- Benjolan yang terfiksasi (tidak dapat digerakkan) pada jaringan di bawahnya.
- Pembengkakan yang berlangsung lebih dari 2-4 minggu tanpa tanda-tanda infeksi yang jelas.
- Disertai gejala sistemik: penurunan berat badan signifikan, keringat malam, atau demam yang tidak dapat dijelaskan.
- Disertai perubahan suara (suara serak atau parau) atau kesulitan menelan (disfagia).
IV. Pendekatan Diagnosis Medis Benjolan Leher
Diagnosis benjolan leher adalah proses bertahap yang melibatkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan serangkaian tes pencitraan serta patologi. Akurasi diagnosis sangat bergantung pada integrasi semua data klinis yang terkumpul.
A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Dokter akan memulai dengan mengumpulkan riwayat lengkap (Anamnesis):
- Durasi dan Perubahan: Kapan benjolan pertama kali muncul? Apakah ukurannya bertambah atau berkurang?
- Gejala Penyerta: Apakah ada sakit tenggorokan, demam, infeksi gigi baru-baru ini, atau gejala sistemik (kelelahan, keringat malam)?
- Riwayat Paparan: Apakah pasien memiliki riwayat merokok, minum alkohol (faktor risiko kuat untuk Kanker Kepala dan Leher), atau paparan radiasi (faktor risiko Kanker Tiroid)?
- Pemeriksaan Fisik: Palpasi (perabaan) benjolan untuk menentukan lokasi, ukuran, konsistensi, batas, mobilitas, dan nyeri tekan. Pemeriksaan leher harus selalu diikuti dengan pemeriksaan tenggorokan, telinga, mulut, dan gigi untuk mencari sumber infeksi primer atau keganasan primer.
B. Pencitraan (Imaging)
Setelah pemeriksaan fisik, tes pencitraan membantu memvisualisasikan struktur internal benjolan dan hubungannya dengan jaringan di sekitarnya.
1. Ultrasonografi (USG)
USG adalah modalitas pencitraan lini pertama karena non-invasif, murah, dan efektif, terutama untuk area leher yang dangkal. USG dapat membedakan massa padat (solid) dari kista (cair) dan memberikan petunjuk penting tentang vaskularitas (aliran darah) benjolan. Untuk nodul tiroid, USG menentukan ciri-ciri risiko tinggi (mikrokalsifikasi, batas ireguler, bentuk tinggi-lebih-lebar).
2. Computed Tomography (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Tes ini digunakan untuk memetakan benjolan yang terletak lebih dalam di leher, mengevaluasi penyebaran ke jaringan sekitar, atau mencari keganasan primer di rongga nasofaring atau orofaring. CT Scan dengan kontras sangat baik untuk menilai kelenjar getah bening yang membesar dan invasi tumor ke pembuluh darah.
C. Biopsi dan Pemeriksaan Patologi
Untuk benjolan yang dicurigai ganas atau yang tidak merespons pengobatan infeksi, pengambilan sampel jaringan adalah langkah diagnostik definitif.
1. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration - FNA)
Prosedur ini menggunakan jarum yang sangat halus untuk mengambil sampel sel dari benjolan. FNA adalah baku emas untuk mengevaluasi nodul tiroid dan kelenjar getah bening yang mencurigakan. Hasilnya dapat memastikan apakah massa tersebut adalah sel inflamasi, sel kanker, atau sel jinak dari kista.
2. Biopsi Eksisi atau Insisi
Dalam beberapa kasus, terutama jika hasil FNA tidak meyakinkan atau jika Limfoma dicurigai (yang memerlukan arsitektur jaringan lengkap untuk subtipe), seluruh benjolan (eksisi) atau sebagian besar (insisi) harus diangkat untuk analisis patologis yang komprehensif.
D. Tes Laboratorium
Tes darah dapat mendukung diagnosis infeksi atau gangguan tiroid:
- Darah Lengkap (CBC): Untuk mencari tanda-tanda infeksi (peningkatan sel darah putih) atau kelainan darah (misalnya pada Limfoma).
- Tes Fungsi Tiroid (TSH, T3, T4): Untuk menilai apakah nodul tiroid terkait dengan hipo- atau hipertiroidisme.
- Tes Serologi: Untuk mengonfirmasi infeksi tertentu seperti Mononukleosis (EBV) atau Toksoplasmosis.
V. Detil Mendalam: Patofisiologi Limfadenopati
Karena limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening) adalah penyebab dominan benjolan leher, penting untuk memahami mekanisme di baliknya secara rinci. Kelenjar getah bening membengkak karena adanya peningkatan seluler di dalamnya, dan peningkatan ini terjadi melalui tiga mekanisme utama: hiperplasia, infiltrasi, atau proliferasi seluler maligna.
A. Hiperplasia Limfoid Reaktif
Ini adalah respons imun normal terhadap antigen (virus, bakteri, jamur). Kelenjar membesar karena peningkatan jumlah limfosit (sel B dan sel T) dan makrofag yang mencoba melawan patogen. Pembengkakan ini umumnya simetris, lunak, dan dapat disertai nyeri. Contoh klasiknya adalah pembengkakan kelenjar servikal akibat infeksi flu atau radang tenggorokan streptokokus.
Pada anak-anak, paparan konstan terhadap infeksi umum membuat leher mereka seringkali memiliki limfonodus yang teraba. Hal ini normal dan disebut sebagai "shotty lymphadenopathy," yang berarti kelenjar terasa kecil seperti butiran peluru dan mudah digerakkan.
B. Limfadenitis Kronis
Beberapa infeksi menyebabkan reaksi yang lebih lama dan terkadang destruktif dalam kelenjar. Contoh paling penting adalah Tuberkulosis (TBC). Infeksi TBC pada kelenjar (skrofula) menyebabkan pembentukan granuloma. Kelenjar menjadi keras, seringkali tidak nyeri pada tahap awal, dan bisa menyatu membentuk massa yang besar dan terfiksasi, meniru keganasan. Diagnostik untuk kasus ini memerlukan biakan khusus dan identifikasi mikobakteri.
C. Infiltrasi Seluler dan Metastasis
Benjolan ganas pada kelenjar limfa terjadi ketika sel-sel yang tidak normal mulai membanjiri struktur kelenjar. Ada dua skenario:
- Limfoma Primer: Sel limfosit yang sudah ada di kelenjar mengalami mutasi dan mulai berkembang biak secara tidak terkontrol (proliferasi). Limfoma seringkali mempertahankan struktur kelenjar (walaupun membesar), membuatnya terasa kenyal dan kurang nyeri dibandingkan metastasis padat.
- Metastasis: Sel kanker dari tumor primer (misalnya karsinoma sel skuamosa dari tenggorokan) menyebar melalui sistem limfatik dan 'bersarang' di kelenjar getah bening. Sel-sel ini kemudian berkembang biak, menggantikan jaringan limfoid normal, yang mengakibatkan benjolan menjadi sangat keras dan terfiksasi karena sel kanker cenderung invasif dan melekat pada jaringan ikat.
Pemahaman mendalam tentang patofisiologi ini membantu menjelaskan mengapa karakteristik fisik (keras vs. lunak, bergerak vs. terfiksasi) memiliki nilai prediksi yang tinggi dalam membedakan etiologi benjolan.
VI. Elaborasi Spesifik: Tumor Jinak dan Keganasan Tiroid
Benjolan yang berasal dari kelenjar tiroid menempati porsi besar dari kasus benjolan leher dewasa. Meskipun mayoritas bersifat jinak, manajemen nodul tiroid sangat terstandardisasi untuk memastikan keganasan terdeteksi sejak dini.
A. Etiologi Nodul Tiroid Jinak
Nodul tiroid jinak yang paling umum adalah adenoma koloid. Ini adalah hasil dari pertumbuhan berlebih (hiperplasia) jaringan folikel tiroid yang merespons stimulasi TSH (Thyroid Stimulating Hormone) kronis. Nodul ini sering mengandung koloid (protein penyimpan hormon) dalam jumlah besar.
Penyebab jinak lainnya meliputi kista tiroid (kantong berisi cairan, kadang-kadang darah) dan tiroiditis kronis (Hashimoto). Pada tiroiditis Hashimoto, terjadi pembentukan limfosit inflamasi, dan tiroid bisa membesar secara difus atau nodular, namun risikonya relatif kecil kecuali untuk beberapa subtipe limfoma tiroid sekunder yang sangat jarang.
B. Kanker Tiroid: Subtipe dan Prognosis
Kanker tiroid adalah penyakit yang unik karena mayoritas subtipe memiliki prognosis yang sangat baik jika dideteksi dan ditangani secara tepat. Penentuan subtipe sangat penting dalam menentukan rencana pengobatan.
1. Karsinoma Papiler Tiroid (PTC)
Ini adalah jenis kanker tiroid yang paling umum (sekitar 80% kasus). PTC seringkali memiliki pertumbuhan yang lambat dan kecenderungan untuk menyebar melalui jalur limfatik (ke kelenjar getah bening leher). Untungnya, PTC memiliki prognosis yang sangat baik dengan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun mendekati 98%.
2. Karsinoma Folikuler Tiroid (FTC)
Mewakili sekitar 10-15% kasus. FTC lebih cenderung menyebar melalui jalur pembuluh darah (hematogen) ke organ jauh seperti paru-paru atau tulang, daripada ke kelenjar limfa leher. Diagnosis definitif FTC memerlukan pengangkatan seluruh nodul (operasi) karena FNA tidak dapat membedakannya dari adenoma folikuler jinak.
3. Karsinoma Meduler Tiroid (MTC)
Kanker yang lebih jarang (sekitar 3-5%) dan berasal dari sel C (parafolikuler) yang menghasilkan kalsitonin. MTC sering dikaitkan dengan sindrom genetik Multiple Endocrine Neoplasia (MEN 2). Pemeriksaan kalsitonin serum sangat penting dalam mendiagnosis dan memantau MTC.
4. Karsinoma Anaplastik Tiroid (ATC)
Jenis yang paling langka dan paling agresif. ATC tumbuh sangat cepat, seringkali melibatkan struktur leher vital dalam hitungan minggu, dan prognosisnya sangat buruk. Kanker ini lebih sering terjadi pada usia lanjut dan sering menimbulkan gejala kompresi seperti kesulitan bernapas dan suara serak yang cepat memburuk.
VII. Kondisi Langka dan Variasi Khusus Benjolan Leher
Selain penyebab umum yang telah disebutkan, beberapa kondisi yang kurang umum juga dapat memunculkan massa di leher, menantang kemampuan diagnostik klinisi.
A. Limfoma Non-Hodgkin (NHL) Subtipe Khusus
Sementara limfoma seringkali muncul di rantai kelenjar servikal, beberapa subtipe seperti Limfoma Mantel Cell atau Limfoma Sel B Besar Difus (DLBCL) dapat bermanifestasi sebagai massa yang sangat cepat membesar dan membutuhkan kemoterapi segera. NHL memiliki presentasi yang sangat beragam, dan benjolan bisa terasa seperti massa tunggal atau rantai kelenjar yang menyatu.
B. Sarkoma Jaringan Lunak
Sarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan ikat, seperti lemak, otot, atau tulang rawan. Di leher, sarkoma bisa muncul dari otot atau jaringan lemak dalam, dan umumnya tumbuh cepat, keras, dan terfiksasi. Sarkoma memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan ahli bedah onkologi, radiasi, dan kemoterapi.
C. Aneurisma dan Kinking Pembuluh Darah
Meskipun bukan benjolan jaringan padat, kadang-kadang pembesaran pembuluh darah utama (seperti aneurisma pada arteri karotis) atau kekakuan pembuluh darah pada pasien hipertensi lanjut (kinking) dapat dirasakan sebagai massa berdenyut di leher. Pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi) yang menunjukkan suara bising (bruit) akan mengarahkan diagnosis ke masalah vaskular.
D. Abses Parafaringeal dan Retrosfaringeal
Infeksi mendalam di ruang leher (deep neck spaces) dapat menyebabkan pembentukan abses yang besar. Abses ini adalah keadaan darurat medis. Selain benjolan yang sangat nyeri dan bengkak, pasien sering mengalami demam tinggi, kekakuan leher (torticollis), dan kesulitan membuka mulut (trismus).
Abses di leher dalam memiliki risiko serius karena dapat menyebar ke mediastinum (dada) atau mengancam jalan napas. Diagnosis didasarkan pada CT scan dan memerlukan drainase bedah segera dan antibiotik intravena yang kuat.
E. Kelainan Vaskular Lainnya
Beberapa kelainan bawaan yang melibatkan pembuluh darah, seperti malformasi vena atau limfatik (seperti higroma kistik), dapat muncul sebagai massa lunak yang bervariasi ukurannya, tergantung pada aktivitas fisik atau posisi tubuh.
Seluruh spektrum penyebab benjolan, mulai dari yang sangat umum seperti limfadenopati reaktif hingga yang sangat jarang seperti abses leher dalam atau sarkoma, menegaskan mengapa evaluasi klinis yang cermat dan bertahap sangat diperlukan untuk setiap benjolan yang tidak kunjung hilang atau menunjukkan ciri-ciri atipikal.
VIII. Pertimbangan Epidemiologi dan Demografi
Faktor usia, jenis kelamin, dan riwayat geografis memainkan peran penting dalam memperkirakan penyebab benjolan leher.
A. Benjolan pada Anak-anak
Pada anak-anak, lebih dari 90% benjolan leher adalah karena limfadenopati reaktif atau infeksi. Limfadenitis bakteri, infeksi virus (seperti Mononukleosis atau Cytomegalovirus), dan kista bawaan (Kista Duktus Tiroglosus, Kista Celah Brakialis) adalah penyebab paling umum. Keganasan, terutama Limfoma, meski jarang, harus selalu diwaspadai jika benjolan persisten, keras, dan disertai gejala B.
B. Benjolan pada Dewasa Muda (18-40 Tahun)
Pada kelompok usia ini, infeksi masih sering terjadi. Namun, nodul tiroid mulai menjadi lebih dominan. Kanker Tiroid, khususnya tipe Papiler, sering didiagnosis pada usia ini. Keganasan lain yang harus dipertimbangkan adalah Limfoma Hodgkin.
C. Benjolan pada Dewasa Tua (Diatas 50 Tahun)
Pada populasi yang lebih tua, risiko keganasan meningkat tajam. Benjolan baru di leher pada orang dewasa yang lebih tua harus dianggap sebagai metastasis dari kanker Kepala dan Leher (laring, faring, mulut), atau kanker organ jauh, sampai terbukti sebaliknya. Limfoma Non-Hodgkin dan Karsinoma Anaplastik Tiroid juga lebih sering terjadi pada usia ini.
D. Faktor Risiko Eksternal
- Merokok dan Alkohol: Meningkatkan risiko Karsinoma Sel Skuamosa pada orofaring dan laring, yang sering bermetastasis ke kelenjar getah bening servikal.
- Paparan Radiasi: Riwayat paparan radiasi, terutama pada masa kanak-kanak, sangat meningkatkan risiko Nodul Tiroid dan Kanker Tiroid.
- Riwayat Keluarga: Riwayat keluarga Kanker Tiroid Meduler (karena MEN 2) atau sindrom kanker lainnya meningkatkan kecurigaan.
Data epidemiologi ini memberikan kerangka kerja klinis yang membantu dokter memprioritaskan investigasi diagnostik, memastikan bahwa sumber daya digunakan secara efisien dan kondisi yang mengancam jiwa dideteksi segera.
Gambar 2: Kelenjar Tiroid dan Nodul
IX. Manajemen dan Pendekatan Terapeutik
Pengobatan benjolan leher sepenuhnya bergantung pada diagnosis yang mendasari. Tidak ada satu pengobatan pun yang cocok untuk semua jenis benjolan, sehingga akurasi diagnosis sangat fundamental.
A. Benjolan Infeksi dan Inflamasi
Limfadenopati reaktif yang disebabkan oleh virus (misalnya, flu atau mononukleosis) biasanya ditangani dengan pengobatan suportif—istirahat dan pereda nyeri/demam (NSAID atau Parasetamol). Kelenjar harus menyusut dalam beberapa minggu.
Jika penyebabnya adalah bakteri (limfadenitis), diperlukan antibiotik spektrum luas. Jika infeksi telah berkembang menjadi abses (terlihat pada USG), prosedur drainase bedah (Insisi dan Drainase) mungkin diperlukan bersamaan dengan terapi antibiotik untuk mencegah penyebaran infeksi ke ruang leher dalam yang berbahaya.
B. Nodul Tiroid
Manajemen nodul tiroid didasarkan pada hasil FNA dan status hormon. Sebagian besar nodul jinak hanya memerlukan pemantauan USG rutin (biasanya setiap 6-18 bulan). Jika nodul jinak tetapi sangat besar, yang menyebabkan gejala kompresi (kesulitan menelan/bernapas), dapat dipertimbangkan terapi ablasi (penghancuran dengan frekuensi radio) atau tiroidektomi (pengangkatan tiroid).
Jika nodul didiagnosis sebagai kanker (karsinoma), pengobatan standar melibatkan tiroidektomi total atau parsial. Setelah operasi, terapi iodin radioaktif (RAI) sering digunakan untuk menghancurkan sisa jaringan tiroid atau sel kanker yang mungkin tersisa di tempat lain. Pasien memerlukan terapi penggantian hormon tiroid seumur hidup.
C. Kista Kongenital
Kista seperti Kista Duktus Tiroglosus dan Kista Celah Brakialis biasanya diobati dengan eksisi bedah. Kista ini harus diangkat secara keseluruhan, termasuk jalur atau sisa-sisa saluran asalnya, untuk mencegah kekambuhan. Pada Kista Duktus Tiroglosus, ahli bedah sering mengangkat bagian tengah tulang hyoid (prosedur Sistrunk) untuk memastikan sisa duktus tidak tertinggal.
D. Keganasan Metastasis dan Limfoma
Pengobatan keganasan di leher bersifat kompleks dan multidisiplin:
- Kanker Kepala dan Leher Metastasis: Sering ditangani dengan pembedahan leher (diseksi leher radikal atau modifikasi) untuk mengangkat semua kelenjar getah bening yang terlibat, diikuti oleh radioterapi, dan/atau kemoterapi.
- Limfoma: Tergantung pada subtipe dan stadium. Pengobatan utama adalah kemoterapi (seringkali protokol CHOP atau ABVD) dan dalam beberapa kasus, radioterapi lokal. Untuk Limfoma Non-Hodgkin tertentu, terapi biologis (seperti Rituximab) juga digunakan.
X. Implikasi Psikologis dan Pentingnya Konsultasi
Kekhawatiran tentang benjolan leher adalah hal yang wajar. Ketakutan bahwa benjolan tersebut adalah kanker seringkali menciptakan kecemasan yang signifikan. Penting untuk diingat bahwa pemeriksaan profesional bukan hanya tentang diagnosis fisik, tetapi juga untuk meredakan kekhawatiran psikologis.
Penundaan konsultasi medis karena takut akan diagnosis adalah kesalahan umum. Sebagian besar penyebabnya jinak, dan jika memang ganas, diagnosis dini adalah faktor penentu utama untuk keberhasilan pengobatan dan prognosis jangka panjang. Semakin cepat diagnosis pasti didapatkan, semakin cepat pula pengobatan yang tepat dapat dimulai, baik itu antibiotik sederhana atau intervensi bedah kompleks.
Ringkasan dari seluruh pembahasan ini menegaskan bahwa leher adalah area diagnostik yang sangat padat dan kompleks. Benjolan yang muncul di sana adalah manifestasi dari respons imun, gangguan endokrin, kelainan perkembangan, atau proses neoplastik. Setiap benjolan harus ditelaah melalui lensa riwayat pasien, karakteristik fisik, dan konfirmasi melalui teknologi pencitraan dan patologi untuk memastikan manajemen yang optimal.
Benjolan di leher tidak boleh diabaikan. Jika benjolan tidak menghilang dalam jangka waktu yang wajar (dua hingga empat minggu), atau jika disertai dengan gejala peringatan (red flags), pencarian bantuan medis dari dokter umum, spesialis THT (Otolaringologis), atau Spesialis Bedah Onkologi sangatlah dianjurkan.