Kerajinan anyaman telah menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Indonesia. Mulai dari keranjang belanja, tudung saji, hingga elemen dekoratif rumah modern, kebutuhan akan material yang kuat namun fleksibel sangat penting. Material utama tentu saja adalah bambu. Namun, tidak semua jenis bambu cocok untuk dijadikan bilah anyaman. Pemilihan jenis bambu yang tepat akan menentukan kualitas, daya tahan, dan keindahan produk akhir.
Kunci sukses dalam menganyam terletak pada pemilihan batang bambu yang memiliki karakteristik ideal: diameter yang seragam, dinding yang tidak terlalu tebal, serta memiliki kekuatan tarik yang baik setelah proses pengolahan (pemisahan menjadi bilah atau lidi).
Bambu yang paling sering digunakan untuk kerajinan biasanya adalah bambu yang memiliki ruas relatif rapat dan batang yang lurus. Berikut adalah beberapa ciri fisik yang dicari oleh pengrajin:
Di Indonesia, terdapat ratusan jenis bambu. Namun, beberapa di antaranya secara tradisional telah terbukti unggul untuk dijadikan bahan baku kerajinan. Pengrajin seringkali harus melakukan eksperimen, tetapi beberapa nama berikut mendominasi pasar kerajinan tangan karena kualitasnya yang teruji:
Bambu Apus sering dianggap sebagai 'raja' bagi para pengrajin anyaman di Jawa. Bambu ini tumbuh tegak lurus dan memiliki ruas yang cukup rapat. Keunggulan utamanya adalah warna batang yang cenderung kuning cerah setelah dikeringkan, memberikan tampilan yang sangat alami dan bersih pada produk akhir. Selain itu, Apus memiliki dinding yang cukup tipis dibandingkan beberapa jenis bambu keras lainnya, sehingga mudah diiris menjadi bilah yang tipis untuk detail anyaman yang halus. Apus sangat disukai untuk pembuatan furnitur rotan imitasi dan tas premium.
Bambu Kuning, seperti namanya, memiliki corak belang kuning dan hijau pada batangnya. Meskipun sering digunakan sebagai tanaman hias, jenis ini juga populer di beberapa daerah karena kekuatannya. Bilah yang dihasilkan dari Bambu Kuning cenderung lebih kaku dan awet, cocok untuk kerajinan yang memerlukan struktur lebih kokoh, seperti keranjang besar atau alas piring. Namun, proses pengolahannya memerlukan ketelitian lebih karena tingkat kekerasannya.
Bambu Betung dikenal karena ukurannya yang besar dan dindingnya yang tebal. Walaupun ukurannya besar, Betung tetap digunakan dalam kerajinan, terutama untuk membuat rangka atau komponen anyaman yang membutuhkan kekuatan struktural tinggi, misalnya tiang penyangga atau bingkai keranjang pasar. Untuk bagian bilah anyaman yang membutuhkan detail halus, Betung jarang digunakan kecuali jika sudah melalui proses pemisahan yang sangat hati-hati untuk mendapatkan bilah yang sangat tipis.
Bambu Hitam sangat dicari karena keindahan estetikanya. Batangnya yang berwarna hitam keunguan memberikan kesan mewah dan eksklusif. Meskipun tidak sepopuler Apus dalam volume produksi massal, Bambu Hitam sering menjadi pilihan utama untuk produk kerajinan tangan kelas atas, seperti hiasan dinding atau aksesori fesyen. Kekuatan dan kerapatan seratnya memastikan hasil anyaman yang tahan lama.
Apapun jenis bambu yang dipilih, keberhasilan anyaman tidak lepas dari proses pasca panen. Bambu harus melalui proses pengeringan yang tepat. Bambu segar (hijau) mengandung kadar air tinggi yang membuatnya mudah berjamur dan tidak lentur. Pengrajin biasanya membiarkan bambu kering alami (diangin-anginkan di tempat teduh) selama beberapa minggu, atau menggunakan teknik pengasapan ringan. Setelah kering, batang bambu dibelah menjadi bilah (seperti lidi) atau diiris sangat tipis menggunakan pisau khusus atau alat pemotong modern. Kualitas irisan ini sangat menentukan kelancaran proses menganyam.
Memahami perbedaan karakteristik antara Bambu Apus yang lentur, Bambu Kuning yang kokoh, dan Bambu Hitam yang eksklusif akan membantu pengrajin dalam menentukan bahan baku yang paling sesuai dengan fungsi dan target pasar kerajinan anyaman yang mereka ciptakan.