Ketika kita membahas harga emas di pasar global, patokan utamanya selalu merujuk pada satuan Dolar AS, yang dikenal dengan simbol pasar XAU/USD. XAU adalah kode kimia untuk emas (Aurum), dan USD adalah Dolar Amerika Serikat. Harga yang Anda lihat di bursa komoditas utama, seperti LBMA (London Bullion Market Association) dan COMEX, hampir selalu mencerminkan berapa banyak Dolar yang dibutuhkan untuk membeli satu ons troy emas.
Pemahaman mengenai dinamika XAU/USD sangat penting karena Dolar AS bukan hanya sekadar mata uang; ia adalah mata uang cadangan dunia (reserve currency). Keputusan kebijakan moneter yang diambil oleh Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat memiliki dampak riak yang meluas melampaui batas-batas AS, secara langsung mempengaruhi daya beli Dolar dan, akibatnya, harga relatif emas.
Standar denominasi ini berakar dari sejarah, khususnya pasca-Perang Dunia II di bawah sistem Bretton Woods. Meskipun sistem tersebut telah runtuh, Dolar tetap menjadi mata uang yang paling likuid dan diterima secara universal untuk penyelesaian transaksi komoditas. Ini menciptakan hubungan inheren yang hampir selalu bersifat invers antara nilai Dolar dan harga emas:
Korelasi negatif ini adalah pilar fundamental yang harus dipahami oleh setiap investor, baik ritel maupun institusional. Pergerakan Dolar, yang diukur melalui Indeks Dolar (DXY), sering kali menjadi indikator utama untuk arah jangka pendek harga emas.
Tidak ada faktor tunggal yang lebih dominan dalam menentukan harga XAU/USD selain kebijakan suku bunga dan program moneter yang dijalankan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed. Kebijakan ini memengaruhi dua variabel krusial: suku bunga riil dan daya tarik aset tanpa imbal hasil (yield-bearing assets).
Suku bunga riil (real interest rates) adalah suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi. Ini adalah metrik yang paling sensitif bagi emas. Emas adalah aset yang tidak memberikan dividen atau bunga. Ketika suku bunga riil tinggi, menyimpan uang dalam obligasi pemerintah AS (Treasury) menjadi sangat menarik, karena memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dari inflasi, mengurangi biaya peluang memegang emas.
Sebaliknya, ketika suku bunga riil rendah atau bahkan negatif (inflasi lebih tinggi daripada suku bunga), biaya peluang memegang emas turun drastis. Dalam skenario suku bunga riil negatif, memegang uang tunai atau obligasi berarti nilai riil kekayaan terkikis. Emas berfungsi sebagai penyimpan nilai yang lebih unggul, mendorong investor beralih ke logam mulia.
Program pelonggaran kuantitatif (QE) melibatkan pembelian aset (biasanya obligasi pemerintah) oleh The Fed untuk menyuntikkan likuiditas ke pasar dan menjaga suku bunga jangka panjang tetap rendah. QE dilihat sebagai pencetakan uang (money printing), yang dapat memicu kekhawatiran inflasi di masa depan. Kekhawatiran inflasi ini adalah bahan bakar utama bagi harga emas, karena emas diyakini sebagai lindung nilai (hedge) terbaik terhadap devaluasi mata uang.
Sebaliknya, proses Tapering (pengurangan laju pembelian aset) dan Quantitative Tightening (QT) sinyal bahwa The Fed sedang menarik likuiditas dari pasar. Ini biasanya memperkuat Dolar dan meningkatkan suku bunga riil, memberikan tekanan substansial ke bawah pada XAU/USD. Siklus The Fed dari akomodatif (dovish) menjadi mengetat (hawkish) adalah siklus yang harus dipantau ketat oleh pedagang emas.
Harga emas tidak hanya merespons inflasi saat ini (CPI), tetapi juga ekspektasi inflasi di masa depan. Jika pasar memperkirakan inflasi akan melonjak karena stimulus fiskal pemerintah atau masalah rantai pasokan global, investor akan proaktif membeli emas sebagai asuransi. Ekspektasi inflasi ini sering diukur melalui Break-Even Inflation Rate, yang merupakan selisih antara hasil obligasi Treasury biasa dan obligasi yang dilindungi inflasi (TIPS).
Ketika ekspektasi inflasi meningkat, korelasi positif antara emas dan inflasi menjadi sangat kuat. Inilah mengapa pengumuman data inflasi AS selalu menjadi momen volatilitas tinggi bagi XAU/USD.
Indeks Dolar AS (DXY) mengukur nilai Dolar terhadap sekeranjang enam mata uang utama dunia: Euro (EUR), Yen Jepang (JPY), Pound Sterling Inggris (GBP), Dolar Kanada (CAD), Krona Swedia (SEK), dan Franc Swiss (CHF). Euro memiliki bobot terbesar dalam indeks ini, menjadikannya faktor penentu utama pergerakan DXY.
Dolar AS mempertahankan posisinya sebagai mata uang dominan melalui tiga fungsi utama: pembayaran perdagangan global, denominasi utang global, dan statusnya sebagai aset safe haven utama. Dominasi ini berarti bahwa ketika ketidakpastian global meningkat, permintaan untuk aset dalam USD (seperti US Treasury) melonjak, yang secara inheren memperkuat Dolar, menekan emas.
Hubungan antara DXY dan XAU/USD sangat jarang terlepas. Dalam periode krisis, jika krisis tersebut berpusat di luar AS (misalnya krisis utang Eropa), DXY akan menguat karena investor mencari perlindungan di aset USD, sementara emas mungkin mengalami tekanan jual jangka pendek karena kebutuhan likuiditas (cash-out) untuk menutupi kerugian di tempat lain.
Meskipun Dolar tetap dominan, isu de-dolarisasi—upaya beberapa negara (terutama ekonomi besar yang menjadi rival AS) untuk mengurangi ketergantungan pada USD—menjadi topik yang semakin relevan. Jika negara-negara ini beralih dari USD untuk penyelesaian perdagangan atau cadangan devisa, mereka sering beralih ke emas.
Fenomena ini terlihat jelas dari peningkatan pembelian emas oleh bank sentral secara global. Pembelian masif ini, terutama dari bank sentral negara berkembang dan negara-negara BRICS, berfungsi sebagai lantai (support) harga yang kuat di pasar. Pembelian bank sentral adalah sinyal jangka panjang bahwa institusi global melihat emas sebagai aset cadangan yang fundamental, terlepas dari pergerakan harian DXY.
Pada dasarnya, permintaan fisik emas oleh bank sentral dan institusi global dapat memberikan 'kehangatan' pada harga, yang terkadang mampu melawan tekanan bearish yang diakibatkan oleh penguatan Dolar AS jangka pendek. Ini adalah pertarungan antara faktor moneter (Fed/DXY) dan faktor permintaan fisik/geopolitik.
Emas dikenal sebagai aset safe haven klasik, sebuah tempat berlindung ketika instabilitas politik, ekonomi, atau sosial global meningkat. Permintaan safe haven ini secara langsung meningkatkan harga XAU/USD, karena investor global melikuidasi aset berisiko (saham, properti, mata uang berisiko) dan beralih ke emas.
Setiap kali terjadi eskalasi konflik militer, ketegangan perdagangan internasional, atau krisis diplomatik besar, harga emas biasanya bereaksi dengan lonjakan cepat. Hal ini terjadi karena konflik menciptakan ketidakpastian yang tidak dapat diukur, dan emas adalah salah satu dari sedikit aset yang dianggap memiliki nilai intrinsik abadi.
Reaksi ini, bagaimanapun, sering kali bersifat jangka pendek. Jika konflik mereda atau pasar menemukan kepastian baru, harga emas cenderung mundur kembali ke tingkat yang lebih sesuai dengan fundamental moneter (suku bunga riil dan DXY). Namun, konflik yang mengancam stabilitas sistem keuangan global dapat memicu reli emas yang bertahan lama.
Pasar emas, terutama pasar futures di COMEX, sangat dipengaruhi oleh sentimen spekulatif. Manajer uang dan hedge fund mengambil posisi besar (long atau short) berdasarkan pandangan mereka tentang arah makroekonomi AS dan global. Laporan Komitmen Pedagang (COT) mingguan adalah alat vital untuk mengukur sejauh mana sentimen ini telah membebani pasar.
Jika posisi spekulatif 'net long' (jumlah posisi beli melebihi jual) sangat tinggi, hal itu dapat menunjukkan bahwa pasar emas rentan terhadap koreksi tajam jika sentimen berbalik. Sebaliknya, posisi 'net short' yang ekstrem dapat menandakan bahwa harga sudah terlalu rendah dan siap untuk reli, asalkan ada katalis positif.
Sentimen ritel, yang sering diukur melalui permintaan perhiasan dan koin fisik, juga penting tetapi biasanya lebih lambat merespons fluktuasi harga harian dibandingkan dengan perdagangan derivatif institusional.
Kenaikan paling dramatis dalam harga emas (dalam USD) sering terjadi ketika ada krisis kepercayaan terhadap sistem keuangan itu sendiri—khususnya krisis perbankan atau krisis utang yang dirasakan mengancam solvabilitas pemerintah. Dalam situasi seperti ini, investor tidak hanya khawatir tentang inflasi, tetapi tentang kelangsungan hidup mata uang fiat dan sistem perbankan. Emas, sebagai aset yang berdiri di luar sistem ini, menjadi primadona. Krisis Keuangan Global (GFC) adalah contoh utama bagaimana kekhawatiran sistemik mendorong harga emas ke level rekor baru.
Meskipun perdagangan emas sebagian besar didominasi oleh pasar keuangan (kertas emas), pasokan dan permintaan fisik memainkan peran struktural yang penting, terutama dalam menentukan batas bawah harga XAU/USD. World Gold Council (WGC) secara rutin merilis data yang merinci dimensi ini.
Penawaran emas berasal dari tiga sumber utama: produksi tambang (mining production), daur ulang (recycling), dan penjualan bank sentral (yang kini jarang terjadi dan lebih sering berupa pembelian).
Permintaan emas terbagi menjadi empat kategori utama, masing-masing sensitif terhadap tingkat harga XAU/USD dan kondisi ekonomi lokal:
Jika permintaan perhiasan global melemah karena harga USD yang sangat tinggi, tekanan jual dapat muncul. Namun, jika permintaan investasi (misalnya, melalui ETF yang didukung emas seperti SPDR Gold Shares GLD) menguat, ini dapat mengimbangi kelemahan di sektor fisik.
Harga emas yang kita lihat hari ini, misalnya $2000 per ons, adalah harga spot. Harga ini tidak dibentuk di toko perhiasan, melainkan di pasar over-the-counter (OTC) London dan pasar futures di Amerika Serikat, yang melibatkan kontrak derivatif bernilai triliunan Dolar.
Kontrak berjangka (futures) emas, yang diperdagangkan di bursa seperti COMEX (bagian dari CME Group), mewakili janji untuk membeli atau menjual sejumlah emas pada tanggal tertentu di masa depan. Meskipun kontrak ini hanya sebagian kecil yang berakhir dengan pengiriman fisik, volume perdagangannya sangat besar sehingga secara efektif menetapkan harga spot.
Kontrak berjangka adalah tempat spekulan terbesar beroperasi. Posisi 'net' mereka, yang mengindikasikan ekspektasi harga di masa depan, sering kali menjadi indikator momentum jangka pendek yang kuat bagi XAU/USD.
Exchange-Traded Funds (ETF) emas, seperti GLD, telah mendemokratisasi investasi emas, memungkinkan investor membeli saham yang mewakili kepemilikan emas batangan tanpa perlu menyimpan fisik emas. Perubahan dalam kepemilikan ETF adalah barometer penting dari sentimen investasi institusional dan ritel.
Ketika ETF mengalami arus masuk besar (inflow), manajer dana harus membeli emas fisik batangan untuk menyeimbangkan, memberikan tekanan beli yang signifikan pada harga XAU/USD. Sebaliknya, arus keluar (outflow) masif dapat menyebabkan tekanan jual yang substansial.
Pedagang XAU/USD sering menggabungkan analisis fundamental makroekonomi (The Fed, DXY) dengan analisis teknis (Technical Analysis) untuk menentukan titik masuk dan keluar. Beberapa alat teknis yang paling umum digunakan meliputi:
Untuk memahami sepenuhnya dinamika XAU/USD, perlu ditinjau bagaimana emas bereaksi terhadap perubahan fundamental Dolar yang ekstrem di masa lalu.
Puncak pertama emas terjadi pada tahun 1970-an, setelah Presiden Nixon mengakhiri konvertibilitas Dolar ke emas (menghilangkan standar emas Bretton Woods). Dolar terdevaluasi secara drastis, dan inflasi AS melonjak. Dalam skenario ini, Dolar melemah secara struktural, dan suku bunga riil negatif selama bertahun-tahun. Harga emas meroket dari sekitar $35 per ons menjadi lebih dari $800, menunjukkan kekuatan lindung nilai emas terhadap inflasi dan devaluasi mata uang fiat.
Pada awal 1980-an, Ketua The Fed Paul Volcker secara agresif menaikkan suku bunga nominal hingga mencapai dua digit untuk menaklukkan inflasi. Kenaikan suku bunga ini menciptakan suku bunga riil positif yang sangat tinggi. Dolar AS menguat tajam, dan biaya peluang memegang emas melonjak. Akibatnya, harga emas memasuki pasar bearish yang berlangsung selama dua dekade.
Setelah Krisis Keuangan Global, The Fed melakukan serangkaian program QE besar-besaran, menyuntikkan triliunan Dolar ke dalam sistem. Meskipun Dolar mengalami turbulensi, kekhawatiran yang dominan adalah likuiditas sistemik dan potensi hiperinflasi di masa depan. XAU/USD mencapai puncaknya di atas $1900 per ons pada 2011, didorong oleh Dolar yang lemah dan suku bunga riil yang mendekati nol.
Dalam siklus kenaikan suku bunga yang lebih baru, kita melihat respons klasik: ketika The Fed mulai menaikkan suku bunga, imbal hasil obligasi AS naik, Dolar menguat, dan emas biasanya mundur, meskipun permintaan safe haven dari sentimen geopolitik dapat memberikan dukungan sporadis.
Investor global menggunakan XAU/USD sebagai alat diversifikasi dan lindung nilai. Karena korelasinya yang rendah atau negatif dengan aset tradisional (saham dan obligasi) di masa-masa sulit, emas membantu mengurangi risiko portofolio secara keseluruhan.
Risiko ekor adalah peristiwa yang sangat jarang terjadi tetapi berdampak ekstrem (seperti pandemi global, perang nuklir, atau keruntuhan sistem keuangan). Emas menunjukkan kinerja terbaiknya sebagai lindung nilai terhadap risiko ekor, sementara aset lain runtuh. Fungsi ini adalah alasan utama bank sentral dan dana abadi mempertahankan alokasi emas yang signifikan.
Investor tidak melihat emas sebagai aset yang harus memberikan keuntungan rutin, melainkan sebagai asuransi yang akan memberikan keuntungan substansial persis ketika aset lain merugi secara signifikan. Nilai USD dari emas mencerminkan fungsi asuransi ini; semakin besar kekacauan, semakin tinggi harga yang rela dibayarkan dalam Dolar AS.
Banyak penasihat keuangan menyarankan alokasi kecil (sekitar 5% hingga 10%) dari portofolio investasi untuk emas. Alokasi ini harus dilihat bukan sebagai sarana untuk mengejar keuntungan, tetapi sebagai penyeimbang volatilitas.
Ketika harga XAU/USD naik tajam, investor dapat menjual sebagian emas mereka untuk merealokasi ke aset yang lebih berisiko yang harganya telah jatuh (rebalancing), sebuah strategi yang secara otomatis memaksa investor untuk 'jual tinggi' dan 'beli rendah'.
Selain kebijakan moneter (The Fed), kebijakan fiskal AS (pengeluaran pemerintah dan perpajakan) juga memengaruhi XAU/USD. Defisit anggaran yang besar, yang menyebabkan peningkatan pasokan obligasi Treasury, dapat melemahkan Dolar AS dalam jangka panjang. Jika pasar mulai meragukan keberlanjutan utang AS, Dolar bisa tertekan, yang secara otomatis meningkatkan harga emas sebagai alternatif mata uang.
Ketika pemerintah AS mengeluarkan paket stimulus fiskal yang besar, hal itu sering dianggap inflasi oleh pasar. Stimulus ini, meskipun awalnya dapat memperkuat Dolar melalui permintaan Treasury, akhirnya mendorong ekspektasi inflasi, yang merupakan dorongan positif jangka menengah hingga panjang bagi XAU/USD.
Memproyeksikan harga emas selalu melibatkan penimbangan kompleks antara risiko dan fundamental moneter. Jangka pendek didominasi oleh pergerakan DXY dan data ekonomi AS, sementara jangka panjang didominasi oleh kebijakan The Fed dan stabilitas geopolitik.
Skenario yang mendorong harga XAU/USD naik ke level yang lebih tinggi mencakup:
Faktor-faktor yang dapat menekan XAU/USD kembali ke level dukungan yang lebih rendah meliputi:
Pada akhirnya, harga emas dalam Dolar AS berfungsi sebagai barometer global—tidak hanya mengukur kesehatan mata uang AS, tetapi juga tingkat kepercayaan investor terhadap stabilitas politik dan ekonomi global. Ketika kepercayaan tinggi, Dolar cenderung menguat dan emas lesu. Ketika kepercayaan runtuh, Dolar mungkin menguat sebentar karena pencarian likuiditas, tetapi emas akan naik secara fundamental sebagai pertahanan terakhir melawan ketidakpastian.
Memahami 'harga emas hari ini berapa dolar' berarti tidak hanya melihat angka nominal, tetapi menggali ke dalam lapisan rumit dari suku bunga riil, neraca The Fed, dan pergerakan Indeks Dolar yang terus-menerus berinteraksi. Inilah yang membuat emas tetap menjadi salah satu aset paling menarik dan kompleks di pasar keuangan global.
Analisis XAU/USD tidak akan lengkap tanpa menelaah isu likuiditas global dan implikasi dari tingkat utang pemerintah Amerika Serikat yang terus membengkak. Meskipun utang AS dijamin oleh kemampuan pemerintah untuk mencetak mata uangnya sendiri, volume utang yang sangat besar memiliki konsekuensi langsung pada persepsi risiko Dolar AS, yang mendorong permintaan emas.
Setiap kali AS mendekati batas utangnya, pasar keuangan global, termasuk pasar emas, menjadi gelisah. Kekhawatiran default (walaupun kecil kemungkinannya) merusak kepercayaan terhadap obligasi Treasury, yang merupakan tulang punggung sistem keuangan Dolar. Dalam skenario ini, institusi besar sering kali beralih ke emas sebagai satu-satunya aset cadangan yang tidak membawa risiko kredit pemerintah.
Selain itu, ketika pemerintah AS harus mengeluarkan gelombang besar utang Treasury baru setelah resolusi batas utang, penawaran obligasi yang melimpah ini dapat menyerap likuiditas sistem (karena uang mengalir keluar dari bank komersial dan masuk ke The Fed). Pengetatan likuiditas ini, meskipun secara teknis mendukung Dolar, juga dapat menyebabkan volatilitas yang tidak terduga di pasar, di mana emas sering kali menjadi penerima manfaat akhir.
Selama periode panjang di mana The Fed menerapkan kebijakan suku bunga nol (ZIRP), secara implisit mereka melakukan devaluasi tersembunyi terhadap Dolar. Dengan biaya meminjam yang mendekati nol, insentif untuk memegang Dolar berkurang drastis, dan aset berisiko (seperti saham) menjadi lebih menarik. Namun, karena emas mempertahankan nilai intrinsiknya, ZIRP berfungsi sebagai stimulus besar bagi harga XAU/USD. Bahkan setelah ZIRP berakhir, memori akan inflasi yang dihasilkan oleh periode tersebut dapat terus menopang permintaan emas selama bertahun-tahun.
Meskipun XAU/USD adalah patokan global, kita tidak boleh mengabaikan peran mata uang Asia—terutama Yuan Tiongkok dan Rupee India—karena kedua negara tersebut adalah konsumen fisik emas terbesar di dunia. Pergerakan nilai tukar mata uang lokal mereka terhadap Dolar secara langsung mempengaruhi daya beli konsumen di sana.
Misalnya, jika Yuan Tiongkok melemah tajam terhadap Dolar, harga emas dalam Yuan akan melambung tinggi, sehingga menekan permintaan perhiasan Tiongkok. Pelemahan permintaan fisik ini, meskipun tidak secara langsung memicu penurunan XAU/USD, dapat membatasi potensi kenaikan harga emas. Oleh karena itu, kondisi ekonomi di negara-negara konsumen utama berfungsi sebagai "rem" permintaan fisik yang bereaksi terhadap perubahan harga USD.
Carry trade Dolar melibatkan peminjaman dalam mata uang dengan suku bunga rendah (misalnya Yen Jepang) untuk membeli aset dalam mata uang dengan suku bunga tinggi (misalnya Dolar AS atau mata uang emerging market). Ketika carry trade Dolar menjadi populer, permintaan Dolar meningkat, yang menekan emas. Sebaliknya, ketika volatilitas pasar meningkat (seperti krisis likuiditas mendadak), carry trade ini sering dibatalkan (unwound) secara cepat, menyebabkan lonjakan Dolar AS diikuti oleh pembelian emas sebagai safe haven likuiditas. Interaksi antara likuiditas Dolar global dan volatilitas pasar adalah penentu jangka pendek yang sangat kuat bagi XAU/USD.
Untuk mencapai pemahaman yang komprehensif tentang dinamika XAU/USD, analis harus melampaui data inflasi dan suku bunga The Fed, dan menyelami metrik keuangan yang lebih halus yang menunjukkan pergerakan modal dan ekspektasi pasar yang tersembunyi. Metrik ini memberikan petunjuk yang lebih awal mengenai perubahan sentimen Dolar dan emas.
Bentuk kurva imbal hasil obligasi pemerintah AS (misalnya, perbedaan antara imbal hasil Treasury 2 tahun dan 10 tahun) adalah indikator sentimen ekonomi dan moneter yang kritis. Kurva imbal hasil yang terbalik (inverted yield curve)—di mana imbal hasil jangka pendek lebih tinggi dari jangka panjang—secara tradisional dianggap sebagai prediktor kuat resesi.
Ketika kurva terbalik, hal ini menunjukkan bahwa pasar mengharapkan The Fed akan dipaksa untuk menurunkan suku bunga di masa depan karena perlambatan ekonomi. Ekspektasi penurunan suku bunga di masa depan ini sangat bullish untuk emas, karena menyiratkan periode Dolar yang lemah dan kemungkinan QE baru. Emas sering kali mulai reli jauh sebelum The Fed benar-benar memotong suku bunga, didorong oleh pembentukan kurva terbalik.
Dalam dekade terakhir, aset digital seperti Bitcoin (BTC) telah muncul sebagai pesaing potensial untuk peran safe haven, terutama di kalangan investor muda. Analisis korelasi antara BTC dan XAU/USD menjadi semakin penting. Secara umum, ketika pasar stabil, korelasi antara emas dan aset digital seringkali rendah. Namun, selama periode volatilitas ekstrem, BTC dan emas dapat bergerak bersama, karena keduanya dianggap sebagai aset "di luar" sistem perbankan tradisional.
Namun, dalam situasi krisis likuiditas, emas fisik cenderung mempertahankan statusnya sebagai safe haven superior dibandingkan dengan aset digital yang masih sangat baru dan rentan terhadap regulasi atau masalah teknis. Bank sentral tidak membeli BTC; mereka membeli emas batangan. Hal ini memberikan keunggulan institusional yang jelas pada XAU/USD, mempertahankan daya tariknya meskipun ada pesaing baru.
Berbeda dengan mata uang fiat di rekening bank, memegang emas fisik melibatkan biaya, yang dikenal sebagai *cost of carry*. Biaya ini mencakup penyimpanan, asuransi, dan bunga yang hilang (opportunity cost of capital). Ketika suku bunga riil AS tinggi, biaya peluang ini juga tinggi, menekan harga XAU/USD. Sebaliknya, ketika biaya pinjaman Dolar AS sangat rendah (seperti selama QE), biaya carry emas menjadi sangat minimal, menjadikannya aset yang lebih menarik untuk dipertahankan, dan mendukung kenaikan harga.
Perbedaan antara harga spot dan harga futures emas (contango vs. backwardation) juga memberikan petunjuk tentang sentimen carry trade. Ketika pasar dalam contango (futures lebih mahal dari spot), ini mengindikasikan bahwa biaya penyimpanan dianggap rendah dan investor bersedia membayar premi untuk kepemilikan di masa depan—sinyal yang biasanya stabil bagi emas. Perubahan dramatis dalam kurva harga forward sering terjadi pada saat krisis likuiditas, yang dapat memengaruhi harga spot XAU/USD secara tiba-tiba.
Valuasi emas tidak terjadi dalam ruang hampa. Hubungannya dengan harga komoditas lain—terutama minyak mentah—dan dampaknya terhadap inflasi global yang pada akhirnya memengaruhi keputusan The Fed, adalah lapisan kompleksitas lain yang harus dipertimbangkan dalam menganalisis harga XAU/USD.
Harga minyak mentah (WTI atau Brent) sering berkorelasi positif dengan harga emas. Ada dua alasan utama untuk ini:
Dalam skenario stagflasi—ekonomi stagnan dengan inflasi tinggi—emas biasanya menjadi salah satu aset yang berkinerja paling baik. Ini merupakan skenario terburuk bagi Dolar, karena kebijakan The Fed (menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi atau menurunkannya untuk melawan resesi) menjadi tidak efektif, sehingga menghilangkan daya tariknya.
Meskipun imbal hasil riil AS adalah yang paling penting, imbal hasil riil dari obligasi pemerintah di negara-negara G7 lainnya (Jerman, Jepang) juga relevan. Jika imbal hasil riil di Jerman (zona Euro) anjlok, investor Eropa yang mencari perlindungan nilai dari devaluasi Euro akan cenderung membeli emas. Permintaan global ini, yang diubah kembali ke Dolar, memberikan dorongan net positif bagi XAU/USD.
Pergerakan relatif dalam suku bunga riil global mencerminkan kompetisi antara mata uang cadangan. Selama Dolar AS menawarkan imbal hasil yang lebih menarik (setelah disesuaikan dengan inflasi) dibandingkan Euro atau Yen, ia akan menarik modal, menekan emas. Ketika daya tarik relatif Dolar AS menurun, modal mengalir ke emas.
Harga emas hari ini dalam Dolar AS adalah hasil dari interaksi dinamis dan sering kali kontradiktif dari kekuatan-kekuatan moneter, geopolitik, dan permintaan fisik. Untuk memahami valuasi XAU/USD, seseorang harus menginternalisasi bahwa emas adalah komoditas yang diperdagangkan, tetapi juga mata uang yang tidak terikat oleh janji pemerintah mana pun.
Pada intinya, Dolar AS dan emas berada dalam konflik abadi. Dolar mewakili kepercayaan pada kekuatan ekonomi dan janji fiskal pemerintah AS; Emas mewakili ketidakpercayaan terhadap sistem mata uang fiat secara keseluruhan. Ketika kepercayaan terhadap Dolar AS dan sistem perbankan global tinggi (biasanya selama periode pertumbuhan yang stabil dan suku bunga riil positif), harga XAU/USD akan berada di bawah tekanan.
Sebaliknya, ketika risiko geopolitik meningkat, likuiditas sistemik dipertanyakan, atau Federal Reserve dipaksa untuk mencetak uang, permintaan emas melambung tinggi. Nilai XAU/USD yang tinggi bukanlah sinyal bahwa emas menjadi lebih berharga; itu adalah sinyal bahwa Dolar AS, dalam konteks likuiditas global dan risiko sistemik, telah menjadi kurang bernilai. Analisis harga emas adalah analisis terhadap ketakutan, kebijakan moneter, dan risiko sistemik yang dihadapi oleh Dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia.