Tonsilektomi adalah prosedur bedah untuk mengangkat amandel. Keputusan untuk menjalani operasi ini didasarkan pada serangkaian kriteria medis yang ketat, terutama infeksi berulang atau masalah pernapasan obstruktif yang signifikan. Pemahaman menyeluruh mengenai proses ini, mulai dari persiapan hingga pemulihan, sangat penting bagi pasien dan keluarga.
Amandel (tonsil palatina) adalah sepasang massa jaringan limfoid yang terletak di kedua sisi bagian belakang tenggorokan (faring). Mereka merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, bertindak sebagai garis pertahanan pertama melawan patogen yang masuk melalui mulut dan hidung. Meskipun fungsi ini vital, amandel dapat menjadi sumber masalah kesehatan kronis ketika sering terinfeksi (tonsilitis) atau membesar hingga menghalangi saluran pernapasan.
Tonsilitis adalah peradangan pada amandel, biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri (seperti Streptococcus pyogenes, penyebab radang tenggorokan). Gejala umum meliputi nyeri tenggorokan hebat, kesulitan menelan (disfagia), demam, dan pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Tonsilitis akut yang berulang atau kronis adalah indikasi utama untuk tonsilektomi.
Operasi amandel telah dilakukan selama ribuan tahun, meskipun dengan metode yang sangat primitif. Prosedur modern Tonsilektomi berkembang pesat sejak abad ke-19 dan ke-20, bergerak dari teknik ‘potong dan tarik’ yang kasar menuju metode yang lebih presisi, meminimalkan perdarahan dan trauma jaringan. Saat ini, operasi ini adalah salah satu prosedur bedah yang paling umum dilakukan, terutama pada anak-anak.
Lokasi Amandel (Tonsil Palatina) di kedua sisi tenggorokan.
Tonsilektomi bukanlah keputusan yang diambil ringan. Pedoman klinis internasional, seperti yang sering diacu oleh American Academy of Otolaryngology—Head and Neck Surgery (AAO-HNS), menetapkan kriteria yang jelas. Kriteria utama dibagi menjadi dua kategori besar: infeksi berulang dan obstruksi pernapasan.
Kriteria Paradise, yang dinamai dari studi ekstensif oleh Dr. Jeri A. Paradise, sering digunakan untuk menentukan perlunya operasi pada kasus tonsilitis berulang. Operasi diindikasikan jika pasien memenuhi frekuensi infeksi tertentu:
Penting: Episode infeksi harus didefinisikan secara ketat, biasanya melibatkan kombinasi gejala seperti suhu tubuh di atas 38,3°C, eksudat pada amandel, pembesaran kelenjar getah bening servikal anterior, dan tes strep positif (atau indikasi kuat infeksi bakteri).
Ini adalah indikasi yang semakin dominan, terutama pada anak-anak. Amandel yang sangat besar (hipertrofi) dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas. Indikasi ini meliputi:
Selain dua kategori utama di atas, tonsilektomi juga dapat dilakukan untuk kondisi yang kurang umum tetapi serius:
Persiapan yang cermat sangat penting untuk memastikan keamanan dan kelancaran prosedur. Proses ini melibatkan evaluasi menyeluruh oleh dokter THT, dokter anak (jika pasien anak), dan ahli anestesi.
Sebelum operasi, pasien akan menjalani serangkaian tes untuk menilai kesehatan umum dan memastikan tidak ada kontraindikasi:
Beberapa obat harus dihentikan setidaknya 10-14 hari sebelum operasi karena dapat meningkatkan risiko perdarahan. Yang paling umum adalah:
Tonsilektomi dilakukan di bawah anestesi umum. Ahli anestesi akan menjelaskan proses intubasi dan pemantauan selama operasi. Mereka akan memastikan bahwa pasien berpuasa (NPO - nil per os) selama jangka waktu yang ditentukan (biasanya 6-8 jam) untuk mencegah aspirasi (masuknya isi lambung ke paru-paru) selama induksi anestesi.
Manajemen Kekhawatiran Pra-Operasi:
Banyak pasien, terutama anak-anak, merasa cemas. Komunikasi terbuka dan penjelasan yang sederhana mengenai apa yang akan terjadi dapat sangat membantu. Rumah sakit sering menawarkan tur pra-operasi untuk membiasakan anak-anak dengan lingkungan operasi.
Seiring berjalannya waktu, teknik untuk mengangkat amandel telah berevolusi secara signifikan, beralih dari instrumen tajam sederhana (cold steel) menuju penggunaan energi termal dan radiofrekuensi untuk meminimalkan trauma jaringan dan perdarahan intraoperatif. Pilihan teknik sering kali bergantung pada preferensi dokter bedah, ketersediaan peralatan, dan kondisi spesifik pasien.
Ini adalah teknik tradisional di mana seluruh jaringan amandel, termasuk kapsulnya, diangkat dari fossa tonsilaris. Tujuannya adalah menghilangkan semua jaringan limfoid untuk memastikan tidak ada kekambuhan tonsilitis. Teknik ini memiliki risiko perdarahan yang sedikit lebih tinggi karena paparan pembuluh darah yang lebih besar di dasar fossa, dan pemulihan pasca-operasi sering kali lebih nyeri karena kontraksi otot faring yang terekspos.
Dalam teknik ini (contoh: tonsillectomy dengan Coblation atau mikrodebrider), sebagian besar jaringan amandel yang menonjol dan terinfeksi diangkat, tetapi lapisan tipis jaringan amandel dipertahankan di atas kapsul. Tujuannya utama adalah mengurangi obstruksi (seperti pada kasus OSA) sambil melindungi otot faring di bawahnya. Keuntungan utamanya adalah nyeri pasca-operasi yang jauh lebih ringan dan risiko perdarahan sekunder yang lebih rendah. Namun, ada risiko sangat kecil (sekitar 1-5%) amandel dapat tumbuh kembali dan mengalami infeksi di masa mendatang.
Ini adalah metode klasik menggunakan pisau bedah (scalpel) dan disektor untuk memisahkan amandel dari fossa. Instrumen penjepit dan jahitan (ligasi) atau tekanan digunakan untuk mengontrol perdarahan. Metode ini sering dianggap sebagai "standar emas" dalam hal hasil patologi jaringan dan trauma termal minimal. Namun, perdarahan intraoperatif seringkali lebih banyak dibandingkan metode energi.
Elektrokauter adalah alat yang menggunakan arus listrik frekuensi tinggi untuk memotong jaringan dan pada saat yang sama menutup pembuluh darah kecil (koagulasi). Teknik ini sangat efektif dalam mengontrol perdarahan (hemostasis).
Coblation adalah teknik modern yang paling banyak digunakan karena menawarkan keunggulan dalam mengurangi nyeri. Coblation menggunakan energi frekuensi radio untuk menciptakan lapisan plasma yang terionisasi pada suhu yang relatif rendah (sekitar 60°C). Suhu rendah ini memungkinkan pengangkatan jaringan secara molekuler (ablasi) sambil secara bersamaan melakukan hemostasis, meminimalkan kerusakan termal pada jaringan sehat di sekitarnya.
Pemilihan teknik harus didiskusikan antara pasien/orang tua dan dokter bedah. Untuk kasus OSA, tonsilektomi intrakapsular (menggunakan Coblation atau mikrodebrider) sering diutamakan karena risiko nyeri dan perdarahan yang lebih rendah, sehingga mempercepat pemulihan dan mengurangi risiko dehidrasi. Untuk kasus tonsilitis kronis berulang, tonsilektomi ekstrakapsular sering dipilih untuk memastikan semua jaringan yang rentan infeksi telah dihilangkan.
Representasi teknologi Coblation yang menggunakan plasma suhu rendah untuk pemotongan yang presisi dan hemostasis.
Seluruh prosedur tonsilektomi biasanya memakan waktu antara 30 hingga 60 menit, tergantung teknik yang digunakan dan kondisi anatomis pasien. Prosedur ini dilakukan di ruang operasi steril.
Dokter bedah THT memulai pembedahan dengan mengidentifikasi batas amandel dan kapsulnya. Jika menggunakan teknik cold steel, sayatan dimulai di sepanjang pilar anterior faring dan amandel dipisahkan dari jaringan otot di fossa tonsilaris menggunakan disektor tumpul dan tajam. Jika menggunakan energi (elektrokauter atau Coblation), energi diterapkan untuk memotong dan mengkoagulasi secara bersamaan.
Peran Fossa Tonsilaris:
Fossa tonsilaris adalah area sensitif yang mengandung pembuluh darah penting. Tujuan utama selama eksisi adalah memastikan pengangkatan bersih sambil melindungi struktur di sekitarnya, termasuk otot konstriktor faring dan, yang paling krusial, arteri karotis interna yang terletak jauh di posterior dan lateral.
Ini adalah langkah paling penting dari prosedur. Perdarahan kapiler kecil dikontrol dengan koagulasi (menggunakan elektrokauter atau Coblation). Untuk pembuluh darah yang lebih besar, mungkin diperlukan ligasi (pengikatan) dengan benang jahit yang dapat diserap (absorbable sutures). Hemostasis yang sempurna sangat penting; sedikit saja perdarahan yang tertinggal dapat meningkatkan risiko perdarahan pasca-operasi yang serius.
Setelah kedua amandel diangkat dan area bedah benar-benar kering tanpa perdarahan, gagang mulut dilepas. Anestesi dikurangi, dan tabung pernapasan dilepas ketika pasien mulai sadar dan dapat bernapas sendiri dengan efektif. Pasien kemudian dipindahkan ke Ruang Pemulihan Pasca Anestesi (PACU).
Fase pemulihan pasca-tonsilektomi dikenal sebagai periode yang menantang, terutama karena nyeri akut yang disebabkan oleh luka terbuka di faring. Manajemen nyeri yang agresif dan dukungan hidrasi adalah kunci keberhasilan pemulihan.
Sebagian besar tonsilektomi pada anak-anak dilakukan secara rawat jalan (pulang pada hari yang sama), asalkan tidak ada komplikasi perdarahan dan pasien dapat mentoleransi cairan. Namun, rawat inap 24 jam dianjurkan jika:
Rasa sakit memuncak sekitar Hari ke-3 hingga Hari ke-7 pasca-operasi. Nyeri yang tidak terkontrol dapat menyebabkan pasien menolak minum, yang berujung pada dehidrasi dan memperlambat penyembuhan.
Peringatan Khusus: JANGAN pernah memberikan aspirin atau produk yang mengandung aspirin kepada anak-anak karena risiko Sindrom Reye.
Asupan cairan adalah prioritas mutlak. Dehidrasi adalah komplikasi pasca-operasi yang paling umum dan seringkali memerlukan kunjungan ke UGD untuk rehidrasi intravena. Nyeri saat menelan membuat minum sulit, tetapi penting untuk mendorong cairan sesering mungkin.
Makanan dingin membantu menenangkan area bedah dan mendukung hidrasi selama pemulihan.
Meskipun tonsilektomi umumnya aman, seperti prosedur bedah lainnya, ada risiko komplikasi yang perlu diwaspadai. Dokter bedah harus menjelaskan risiko ini secara rinci dalam proses persetujuan (informed consent).
Perdarahan adalah komplikasi paling serius dan paling ditakutkan pasca-tonsilektomi. Insiden perdarahan bervariasi antara 1% hingga 5% dari semua kasus.
Terjadi dalam 24 jam pertama pasca-operasi. Ini biasanya karena kegagalan koagulasi intra-operatif (hemostasis yang kurang sempurna). Karena pasien masih di rumah sakit atau baru saja pulang, ini sering ditangani relatif cepat dengan koagulasi ulang di ruang operasi.
Terjadi 5 hingga 10 hari pasca-operasi. Periode ini bertepatan dengan saat keropeng (scab/eschar) yang menutupi luka mulai terlepas. Jika keropeng terlepas sebelum dasar luka benar-benar sembuh, pembuluh darah di bawahnya dapat terbuka dan berdarah. Perdarahan sekunder sering memerlukan intervensi medis segera, termasuk kembalinya pasien ke ruang operasi untuk kauterisasi ulang atau ligasi pembuluh darah. Perdarahan sekunder adalah penyebab utama morbiditas pasca-tonsilektomi yang memerlukan kewaspadaan tinggi dari pasien dan orang tua.
Nyeri yang parah menyebabkan pasien takut menelan, yang mengakibatkan penurunan asupan cairan. Dehidrasi dapat menyebabkan peningkatan risiko perdarahan (karena dinding pembuluh darah menjadi lebih rapuh) dan memperpanjang penyembuhan. Tanda-tanda dehidrasi meliputi output urin yang sangat berkurang, mulut kering, dan lesu.
Meskipun jarang karena luka berada di lingkungan yang kaya limfoid, infeksi dapat terjadi. Ini ditandai dengan peningkatan rasa sakit setelah hari ke-10, demam tinggi, dan bau mulut yang sangat busuk (halitosis) yang tidak membaik. Antibiotik dapat diberikan jika ada indikasi infeksi bakteri.
Seperti semua operasi dengan anestesi umum, ada risiko yang terkait, termasuk reaksi alergi terhadap obat-obatan, masalah pernapasan, atau kerusakan pada gigi/bibir selama intubasi.
Pemulihan penuh dari tonsilektomi biasanya memakan waktu 10 hingga 14 hari. Perawatan di rumah yang tepat sangat menentukan hasil akhir.
Nyeri mengikuti pola yang khas. Hari 1-2 relatif mudah berkat sisa obat bius. Hari 3-7 adalah yang paling sulit. Setelah Hari ke-7, nyeri biasanya mulai menurun tajam.
Penggunaan antibiotik pasca-tonsilektomi rutin adalah topik yang masih diperdebatkan. Beberapa dokter meresepkannya untuk mengurangi risiko infeksi pasca-operasi, terutama jika operasi dilakukan untuk abses peritonsiler. Namun, praktik yang lebih umum adalah tidak memberikan antibiotik rutin kecuali ada tanda-tanda infeksi yang jelas. Antibiotik harus selalu digunakan sesuai petunjuk dokter.
Pasien harus mencari bantuan medis darurat jika terjadi hal-hal berikut:
Ini adalah mitos umum. Amandel adalah bagian dari "Cincin Waldeyer," yang terdiri dari jaringan limfoid di sekitar faring. Setelah amandel palatina diangkat, jaringan limfoid lain (seperti amandel lingual dan adenoid) serta sistem kekebalan tubuh yang jauh lebih besar di tempat lain, akan mengambil alih peran pertahanan. Studi menunjukkan bahwa pengangkatan amandel tidak menyebabkan defisiensi imun jangka panjang atau peningkatan kerentanan terhadap penyakit lain.
Ya, ini mungkin terjadi, tetapi sangat jarang (disebut tonsillar regrowth). Jika tonsilektomi ekstrakapsular (penuh) dilakukan, kemungkinan tumbuh kembali hampir nol. Namun, jika dilakukan tonsilektomi intrakapsular (subtotal) yang meninggalkan sedikit jaringan untuk mengurangi nyeri, ada risiko kecil (sekitar 1-5%) bahwa sisa jaringan tersebut dapat membesar dan terinfeksi kembali, meskipun amandel yang tumbuh kembali jarang mencapai ukuran atau masalah yang sama seperti sebelumnya.
Bau mulut (halitosis) adalah hal yang sangat umum pasca-tonsilektomi dan disebabkan oleh adanya keropeng putih yang terdiri dari fibrin dan bakteri di dasar luka. Bau ini bisa cukup kuat, tetapi biasanya menghilang setelah keropeng terlepas sepenuhnya (sekitar Hari 10-14). Menjaga hidrasi yang baik dan kebersihan mulut yang lembut dapat membantu, tetapi jangan berkumur terlalu keras.
Tidak. Jika operasi dilakukan karena OSA, suara anak justru mungkin membaik karena ruang resonansi yang terhalang kini terbuka. Perubahan suara sementara mungkin terjadi, tetapi struktur suara jangka panjang tidak terpengaruh, kecuali dalam kasus komplikasi VPI yang sangat jarang.
Seringkali pasien melaporkan nyeri di telinga, terutama saat menelan, meskipun tidak ada masalah dengan telinga itu sendiri. Ini disebut nyeri alih (referred pain). Hal ini terjadi karena amandel dan telinga berbagi jalur saraf yang sama (saraf glosofaringeal atau saraf kranium IX). Ini adalah gejala normal yang akan hilang seiring penyembuhan tenggorokan. Penanganan nyeri tenggorokan otomatis akan mengatasi nyeri telinga.
Tonsilektomi, meskipun merupakan prosedur umum, adalah operasi besar yang memerlukan komitmen penuh terhadap manajemen pasca-operasi, terutama dalam hal manajemen nyeri dan pencegahan perdarahan. Tujuan utama operasi ini adalah menghilangkan sumber infeksi kronis dan, yang terpenting, memperbaiki kualitas hidup secara signifikan melalui penghilangan obstruksi pernapasan.
Bagi pasien yang menjalani operasi karena OSA, hasilnya seringkali dramatis, dengan perbaikan segera dalam pola tidur, perilaku, dan fokus sehari-hari. Sementara periode pemulihan (10-14 hari) membutuhkan kesabaran, manfaat jangka panjang dari tonsilektomi yang sukses secara universal dianggap melebihi ketidaknyamanan sementara tersebut. Konsultasi berkelanjutan dengan tim medis Anda dan kepatuhan terhadap pedoman perawatan adalah kunci untuk memastikan hasil yang optimal dan pemulihan yang aman.
Prosedur ini telah disempurnakan selama bertahun-tahun, dengan teknik modern seperti Coblation menawarkan jalur menuju pemulihan yang lebih nyaman. Dengan pemahaman yang tepat mengenai apa yang diharapkan, pasien dapat menjalani proses tonsilektomi dengan lebih tenang dan percaya diri.
Poin Kunci: Tonsilektomi efektif untuk tonsilitis berulang dan OSA. Fokus utama pemulihan adalah hidrasi, manajemen nyeri teratur, dan kewaspadaan terhadap perdarahan, terutama pada Hari ke-5 hingga ke-10.