Pengantar Siklus Lisogenik
Replikasi virus, khususnya yang menyerang bakteri (bakteriofag), dapat diklasifikasikan menjadi dua mode utama: siklus litik dan siklus lisogenik. Sementara siklus litik bersifat destruktif dan berakhir dengan penghancuran sel inang untuk melepaskan virion baru, siklus lisogenik menawarkan strategi kelangsungan hidup yang jauh lebih subtil dan kooperatif—setidaknya untuk sementara waktu.
Siklus lisogenik adalah jalur replikasi di mana genom virus berintegrasi ke dalam kromosom inang dan bereplikasi bersamanya tanpa membunuh sel inang. Virus yang mampu melakukan jalur ini disebut fag temperata (temperate phages). Mekanisme ini memungkinkan virus untuk "bersembunyi" dan menyebar secara vertikal ke semua sel anak inang, menunggu kondisi lingkungan yang optimal sebelum beralih ke jalur litik.
Pemahaman mendalam tentang fase replikasi virus secara lisogenik tidak hanya krusial dalam virologi dasar, tetapi juga memiliki implikasi besar dalam bioteknologi, pengobatan, dan studi tentang resistensi antibiotik, khususnya melalui fenomena konversi lisogenik.
Fase Awal: Adsorpsi dan Penetrasi Genom
Langkah-langkah awal siklus lisogenik identik dengan siklus litik. Proses ini memastikan virus menemukan sel inang yang tepat dan berhasil memasukkan materi genetiknya.
1. Adsorpsi (Perlekatan)
Virus mengenali dan melekat pada reseptor spesifik yang terdapat di permukaan sel inang. Dalam kasus bakteriofag, reseptor ini bisa berupa protein, lipopolisakarida, atau struktur pilus. Pengenalan ini sangat spesifik, memastikan bahwa virus hanya menargetkan inang yang kompatibel. Interaksi yang tepat antara protein ekor atau kapsid virus dengan reseptor inang memicu perubahan konformasi yang diperlukan untuk tahap berikutnya.
2. Penetrasi (Injeksi)
Setelah perlekatan yang stabil, genom virus (DNA atau RNA, meskipun lisogeni paling sering dikaitkan dengan DNA untai ganda) diinjeksikan ke dalam sitoplasma sel inang. Untuk fag temperata seperti Lambda (
Fase Kritis: Pengambilan Keputusan dan Integrasi Profag
Inti dari siklus lisogenik terletak pada bagaimana virus mengambil keputusan molekuler dan bagaimana genomnya disisipkan ke dalam inang. Keputusan ini sering dipengaruhi oleh kondisi metabolik sel inang dan tingkat nutrisi di lingkungan sekitar.
1. Pengambilan Keputusan Molekuler (Lytic vs. Lysogenic)
Di dalam sel inang, DNA virus yang melingkar memulai ekspresi gen awal. Keputusan apakah akan menjadi litik atau lisogenik ditentukan oleh keseimbangan konsentrasi dua protein regulator kunci: protein Repressor (misalnya, Repressor CI pada Fag Lambda) dan protein Cro.
- Jika kondisi sel inang buruk (misalnya, kepadatan populasi inang tinggi, nutrisi terbatas), virus cenderung memilih jalur lisogenik. Kondisi ini mendukung stabilitas protein CI (repressor), yang akan menekan gen-gen litik dan mendorong integrasi.
- Jika kondisi sel inang optimal (metabolisme tinggi), virus cenderung memilih jalur litik. Kondisi ini mendukung ekspresi protein Cro, yang memblokir produksi CI, sehingga memungkinkan ekspresi gen litik dan replikasi virus secara masif.
Gambar 1: Skema keputusan molekuler antara jalur lisogenik (dominasi CI) dan jalur litik (dominasi Cro).
2. Integrasi Genom (Pembentukan Profag)
Jika virus memilih jalur lisogenik, genomnya harus secara permanen disisipkan ke dalam kromosom inang. Proses ini disebut integrasi, dan hasil dari DNA virus yang terintegrasi disebut profag (prophage).
Mekanisme Rekombinasi Spesifik Situs
Integrasi pada bakteriofag temperata, khususnya Fag Lambda, terjadi melalui mekanisme rekombinasi spesifik situs (site-specific recombination). Proses ini memerlukan:
- Situs AttP (Attachment Phage): Sekuens spesifik pada DNA virus.
- Situs AttB (Attachment Bacterial): Sekuens homolog spesifik pada kromosom inang (sering kali di antara gen-gen tertentu).
- Enzim Integrase (Int): Protein yang dikodekan oleh virus yang memediasi pemutusan dan penyambungan kembali kedua molekul DNA.
Integrase, dibantu oleh faktor inang (seperti IHF—Integration Host Factor), mengenali situs AttP dan AttB. Integrase kemudian memotong kedua molekul DNA pada situs homolog ini dan menyambungkannya, memasukkan DNA virus secara linier ke dalam kromosom inang. DNA virus sekarang menjadi bagian integral dari genom inang, dan pada titik ini, ia secara resmi disebut profag.
Penyisipan profag ini biasanya tidak merusak fungsi gen inang, karena situs AttB sering terletak di daerah non-esensial. Namun, keberadaan profag dapat memicu perubahan fenotip inang, suatu kondisi yang dikenal sebagai konversi lisogenik.
Fase Stabilitas: Tahap Profag dan Represi Permanen
Tahap ini adalah esensi dari lisogeni, di mana virus memasuki keadaan dormansi yang stabil, atau latensi. Profag tidak bereplikasi secara independen; ia direplikasi hanya ketika sel inang membelah.
1. Represi Transcriptional
Stabilitas profag dipertahankan oleh dominasi protein Repressor CI. Repressor CI memiliki afinitas tinggi terhadap operator (promoter) gen-gen litik pada genom virus. CI berikatan dengan operator ini, secara efektif memblokir transkripsi semua gen yang diperlukan untuk replikasi litik (termasuk gen Cro, gen kapsid, dan gen lisis).
Protein CI tidak hanya menekan gen litik tetapi juga mempromosikan transkripsinya sendiri pada tingkat basal tertentu, memastikan bahwa selalu ada konsentrasi CI yang memadai untuk mempertahankan represi. Ini adalah mekanisme umpan balik positif yang menjaga profag tetap tenang.
2. Imunitas Lisogenik
Kehadiran profag memberikan imunitas superinfeksi pada sel inang terhadap virus yang sama atau virus yang berkerabat dekat. Jika virion kedua dari jenis yang sama mencoba menginfeksi sel lisogenik, protein Repressor CI yang sudah ada dalam sitoplasma inang segera berikatan dengan DNA virus pendatang (DNA infeksi kedua) dan mencegah ekspresi gen litiknya. Dengan demikian, infeksi kedua akan gagal, karena virus pendatang langsung dipaksa ke jalur represi. Ini memberikan keuntungan evolusioner bagi sel inang yang sudah terinfeksi, mencegah pemborosan energi akibat infeksi berulang yang tidak perlu.
3. Replikasi Vertikal
Karena profag terintegrasi langsung ke dalam kromosom bakteri, setiap kali sel inang membelah melalui pembelahan biner, profag secara otomatis diduplikasi bersama dengan DNA inang. Ini merupakan strategi replikasi yang sangat efisien dan konservatif. Virus menyebar ke seluruh populasi bakteri tanpa menghancurkan sel inang, menyebarkan genomnya secara vertikal dari generasi ke generasi. Profag dapat bertahan dalam inang selama ribuan generasi sampai ada sinyal untuk beralih jalur.
Tahap profag adalah masa tunggu yang panjang, di mana virus bertindak sebagai gen inang tambahan, berevolusi bersama inangnya, dan berkontribusi pada stabilitas genetik inang hingga sinyal berbahaya muncul.
Dampak Lisogeni: Konversi dan Transduksi
Lisogeni jauh lebih dari sekadar strategi bertahan hidup virus; ia secara mendasar mengubah biologi sel inang, sebuah proses yang dikenal sebagai konversi lisogenik.
1. Fenomena Konversi Lisogenik
Konversi lisogenik terjadi ketika profag membawa gen yang memberikan karakteristik fenotip baru pada inangnya. Beberapa contoh paling terkenal memiliki signifikansi klinis yang mendalam:
- Toksin Difteri: Bakteri Corynebacterium diphtheriae hanya memproduksi toksin difteri (penyebab penyakit) jika terinfeksi oleh fag temperata spesifik yang membawa gen toksin (tox).
- Toksin Botulinum: Bakteri Clostridium botulinum, penyebab botulisme, memproduksi toksinnya hanya ketika membawa profag yang relevan.
- Toksin Kolera: Gen yang mengkodekan toksin kolera pada Vibrio cholerae disebarkan dan diaktifkan oleh profag CTX
$\phi$ .
Ini menunjukkan bahwa gen toksisitas yang paling berbahaya bagi manusia seringkali bukan merupakan bagian intrinsik dari genom bakteri itu sendiri, melainkan warisan genetik dari virus yang berintegrasi. Ini adalah bukti kuat bagaimana virus membentuk patogenisitas bakteri.
2. Transduksi Spesial (Specialized Transduction)
Lisogeni juga memfasilitasi transfer gen antar-bakteri melalui proses yang disebut transduksi. Transduksi khusus terjadi ketika profag meninggalkan kromosom inang secara tidak sempurna selama induksi (eksisi yang salah). Dalam eksisi yang salah ini, profag membawa serta beberapa gen bakteri yang berdekatan dengan situs integrasinya. Virion yang dihasilkan kemudian dapat menginfeksi bakteri lain, menyuntikkan gen bakteri lama ke inang baru.
Gambar 2: Proses Integrasi Genom Virus (Profag) ke dalam Kromosom Inang.
Fase Akhir: Induksi dan Transisi ke Siklus Litik
Meskipun profag dapat bertahan untuk waktu yang lama, ia tidak sepenuhnya pasif. Dalam menghadapi bahaya atau sinyal stres lingkungan, profag akan "melarikan diri" dari inang melalui proses yang disebut induksi, memaksa transisi ke siklus litik.
1. Pemicu Lingkungan
Induksi terjadi ketika sel inang mengalami kerusakan DNA yang parah. Pemicu umum meliputi:
- Radiasi Ultraviolet (UV).
- Agen pengalkilasi atau zat kimia mutagenik.
- Kekurangan nutrisi yang ekstrem.
Sinyal-sinyal ini menunjukkan bahwa kelangsungan hidup sel inang berada dalam risiko besar. Dalam situasi ini, strategi vertikal (menunggu inang bereplikasi) menjadi tidak layak, dan virus harus beralih ke strategi horizontal (mereplikasi cepat dan menyebar).
2. Respon SOS dan Aktivasi RecA
Ketika DNA inang rusak, bakteri mengaktifkan Respon SOS, suatu mekanisme perbaikan darurat. Respon SOS melibatkan aktivasi protease RecA. RecA, selain fungsi perbaikannya, juga memiliki kemampuan kofaktor proteolitik. Dalam konteks lisogeni, RecA yang teraktivasi menargetkan Repressor CI.
3. Inaktivasi Repressor CI
RecA memicu autoproteolisis (pemotongan diri) pada protein Repressor CI. Ketika CI dipotong, ia kehilangan kemampuan untuk berikatan dengan situs operatornya dan menekan gen litik. Akibatnya, konsentrasi CI bebas menurun drastis.
Begitu penekanan hilang, gen litik dapat diaktifkan. Ini termasuk ekspresi gen Cro, yang segera diekspresikan dan mulai menekan sisa produksi CI, mengunci virus ke jalur litik.
4. Eksisi (Pemotongan) Profag
Untuk memulai siklus litik, genom virus harus terlebih dahulu memisahkan diri dari kromosom inang. Proses ini, disebut eksisi, adalah kebalikan dari integrasi.
Eksisi memerlukan dua protein virus: Integrase (Int) dan Excisase (Xis). Excisase secara spesifik diproduksi setelah inaktivasi CI. Kombinasi Int dan Xis mengenali batas-batas profag (situs AttL dan AttR, yang terbentuk selama integrasi) dan memotong DNA virus keluar dari kromosom inang.
Setelah eksisi, DNA virus kembali menjadi molekul sirkular bebas, dan ia segera memasuki tahapan akhir dari siklus litik: replikasi genom, sintesis protein kapsid, perakitan virion baru, dan akhirnya, lisis sel inang untuk melepaskan virion ke lingkungan.
Analisis Molekuler Mendalam: Kaskade Regulasi Fag Lambda
Untuk memahami sepenuhnya stabilitas dan induksi lisogeni, kita perlu meneliti secara detail bagaimana gen-gen regulator virus berinteraksi, khususnya pada model klasik bakteriofag Lambda (
1. Organisasi Operator Lambda ($O_R$ dan $O_L$ )
Keputusan antara litik dan lisogenik dikendalikan di wilayah operator utama, Operator Kanan (
- Situs
$O_R1$ : Paling kuat mengikat CI. Ketika CI berikatan di sini, ia memblokir transkripsi Cro. - Situs
$O_R3$ : Paling kuat mengikat Cro. Ketika Cro berikatan di sini, ia memblokir transkripsi CI. - Situs
$O_R2$ : Mengikat CI dengan kuat. CI yang berikatan di$O_R2$ justru meningkatkan transkripsi CI itu sendiri (autoregulasi positif).
2. Mekanisme Kunci Lisogenik (Dominasi CI)
Ketika sel inang berada dalam kondisi buruk, protein regulator tambahan (cII dan cIII) stabil. cII mengaktifkan promotor untuk CI (
Selanjutnya, CI berikatan dengan
3. Mekanisme Kunci Litik (Dominasi Cro)
Jika kondisi inang optimal, protein cII dan cIII tidak stabil dan cepat didegradasi. Repressor CI tidak diproduksi dalam jumlah yang cukup. Sebaliknya, Cro diekspresikan. Cro memiliki preferensi pengikatan yang berbeda dari CI. Cro pertama kali berikatan pada
Pengikatan Cro pada
4. Peran RecA dalam Induksi
Induksi, atau eksisi profag, adalah pembalikan dari dominasi CI. Ketika RecA teraktivasi oleh kerusakan DNA, ia memotong CI. Repressor yang terpotong tidak lagi fungsional. Karena
Gen Cro yang tadinya tertekan kini dapat diekspresikan. Cro berikatan di
Strategi Evolusioner dan Perbandingan Mendalam
Siklus lisogenik adalah manifestasi dari strategi evolusioner yang kompleks. Virus tidak hanya berjuang untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk beradaptasi dengan kondisi inang dan lingkungan yang selalu berubah. Pemilihan jalur replikasi adalah hasil dari tekanan selektif yang konstan.
1. Keuntungan Adaptif Lisogeni
Mengapa virus memilih mode laten dan berisiko mereplikasi secara perlahan? Jawabannya terletak pada maksimisasi peluang survival dalam kondisi tertentu:
- Kelangsungan Hidup Inang: Jika sel inang langka atau berada di lingkungan yang keras (misalnya, kekurangan nutrisi), membunuh inang adalah strategi yang buruk. Lisogeni memungkinkan virus untuk tetap hidup dan bereplikasi selama sel inang bertahan.
- Penyebaran Gen Vertikal: Metode replikasi yang tenang ini menjamin penyebaran genom virus ke banyak sel anak secara efisien tanpa harus menghadapi tantangan menemukan inang baru secara eksternal.
- Imunitas: Sel inang lisogenik menjadi "benteng" bagi profag, mencegah infeksi oleh virus lain, menjamin profag tetap menjadi satu-satunya pemain genetik.
- Efek Konversi: Profag dapat meningkatkan kemampuan inang untuk bertahan hidup (misalnya, resistensi terhadap fag lain atau produksi toksin yang menghambat predasi), yang secara tidak langsung menguntungkan profag itu sendiri.
2. Perbedaan Kunci: Lisogenik vs. Litik
Meskipun kedua siklus memiliki fase awal yang sama (adsorpsi dan penetrasi), perbedaan fundamental terletak pada nasib genom setelah injeksi:
| Fitur | Siklus Lisogenik | Siklus Litik |
|---|---|---|
| Nasib Genom | Integrasi ke inang (Profag). | Tetap bebas/sirkular, replikasi independen. |
| Regulator Utama | Protein Repressor CI (dominan). | Protein Cro (dominan). |
| Replikasi | Vertikal (bersama inang). | Horizontal (cepat, independen). |
| Hasil Akhir | Sel inang bertahan, menjadi lisogenik. | Sel inang lisis (hancur). |
| Pemicu Transisi | Kerusakan DNA inang (Induksi). | Konsentrasi virion yang memadai. |
3. Lisogeni pada Virus Eukariotik
Konsep lisogeni tidak terbatas pada bakteriofag. Virus yang menginfeksi sel eukariotik juga dapat menunjukkan latensi (dormansi) yang mirip dengan lisogeni, meskipun mekanisme molekulernya berbeda (tidak selalu melalui integrasi spesifik situs, tetapi sering melalui epigenetika atau plasmid episomal).
Contoh utamanya adalah retrovirus (seperti HIV), yang menggunakan enzim reverse transcriptase dan integrase untuk menyisipkan genom DNA-nya ke dalam kromosom inang mamalia, membentuk provirus. Provirus ini dapat tetap laten selama bertahun-tahun, persis seperti profag, hingga sinyal internal memicu transkripsi dan aktivasi siklus replikasi aktif. Herpesvirus juga menunjukkan latensi yang stabil, menyimpan genomnya dalam keadaan episomal (tidak terintegrasi) di inti saraf, menunggu stresor untuk reaktivasi.
Implikasi Bioteknologi dan Signifikansi Medis
Pemahaman rinci tentang siklus lisogenik memiliki aplikasi praktis yang luas, dari rekayasa genetik hingga terapi penyakit infeksi.
1. Vektor Kloning Berbasis Fag
Dalam bioteknologi, fag temperata (terutama turunan dari Fag Lambda) digunakan sebagai vektor kloning yang sangat efisien. Kemampuan fag untuk menyisipkan DNAnya secara stabil ke dalam genom inang, dan kemudian eksisi secara tepat, membuatnya ideal untuk mengangkut gen target. Vektor-vektor ini dirancang untuk memuat fragmen DNA besar dan menyisipkannya ke dalam bakteri inang, memungkinkan amplifikasi atau ekspresi gen asing.
2. Konversi Patogenisitas
Signifikansi medis dari konversi lisogenik tidak dapat dilebih-lebihkan. Banyak bakteri patogen yang berbahaya bergantung sepenuhnya pada gen yang dibawa oleh profag untuk menghasilkan toksin mematikan. Studi lisogeni telah membuka jalur baru untuk pengobatan dengan menargetkan mekanisme represi virus itu sendiri. Dengan memblokir integrasi profag atau mencegah induksi, secara teoritis kita dapat mengurangi virulensi patogen tanpa harus membunuh bakteri (yang mungkin menyebabkan resistensi antibiotik).
3. Terapi Fag (Phage Therapy)
Ironisnya, pengetahuan tentang lisogeni juga memperkuat penggunaan terapi fag. Meskipun terapi fag biasanya menggunakan fag litik (yang membunuh bakteri secara langsung), pemahaman tentang siklus lisogenik sangat penting untuk memastikan bahwa fag yang digunakan dalam terapi tidak dapat secara tak terduga menjadi temperata dan mentransfer gen resistensi antibiotik melalui transduksi atau konversi lisogenik. Oleh karena itu, fag litik yang dipilih untuk terapi sering kali adalah fag yang "virulen obligat" (tidak mampu melakukan lisogeni).
4. Penelitian Struktur Repressor dan DNA
Fag Lambda telah menjadi model utama untuk memahami interaksi protein-DNA di tingkat molekuler. Penemuan dan pemetaan situs operator, struktur Repressor CI, dan mekanisme aktivasi transkripsi adalah landasan biologi molekuler modern. Studi ini membantu menjelaskan bagaimana sel-sel mengatur gen mereka melalui mekanisme represi dan aktivasi yang presisi.
Mekanisme Terperinci: Peran Integrase, IHF, dan Excisase
Untuk melengkapi gambaran lisogeni, perluasan detail mengenai integrasi dan eksisi adalah penting, karena inilah yang membedakan lisogeni dari latensi episomal biasa. Integrasi dan eksisi adalah reaksi rekombinasi yang dikatalisis oleh protein yang sama, tetapi dengan kofaktor yang berbeda, menunjukkan efisiensi genetik virus.
1. Reaksi Integrasi (AttP + AttB $\rightarrow$ AttL + AttR)
Integrasi adalah reaksi rekombinasi tempat-spesifik antara situs perlekatan fag (AttP, terletak pada fag yang melingkar) dan situs perlekatan bakteri (AttB, pada kromosom bakteri). Reaksi ini dikatalisis oleh enzim Int (Integrase) yang dikodekan oleh fag, serta Integration Host Factor (IHF) yang dikodekan oleh inang.
IHF adalah protein pembengkok DNA. IHF mengikat DNA pada beberapa tempat di wilayah AttP yang sangat panjang dan kompleks, mengubah struktur DNA inang. Pembengkokan ini penting karena membawa situs AttP dan AttB yang jauh secara fisik menjadi berdekatan dalam ruang tiga dimensi, memungkinkan Integrase melakukan pemotongan dan penyambungan ulang yang presisi.
Produk dari integrasi adalah profag yang diapit oleh dua situs perlekatan baru: AttL (Att Left) dan AttR (Att Right). AttL dan AttR adalah hibrida yang tidak dapat diintegrasi lebih lanjut, yang secara efektif mencegah integrasi ganda profag.
2. Reaksi Eksisi (AttL + AttR $\rightarrow$ AttP + AttB)
Eksisi adalah kebalikan stoikiometrik dari integrasi. Ia mengembalikan profag menjadi DNA virus sirkular dan kromosom inang yang utuh. Reaksi ini dipicu setelah induksi (RecA memotong CI) dan memerlukan dua protein virus: Integrase (Int) dan Excisase (Xis).
Protein Excisase adalah antagonis fungsional IHF. Xis mengikat AttR dan bekerja sama dengan Int untuk mengenali batas-batas AttL dan AttR. Peran Xis adalah mengubah konformasi kompleks protein-DNA, memaksa rekombinasi yang mengarah pada pemisahan. Tanpa Xis, Int hanya dapat mengkatalisis integrasi, bukan eksisi.
Kontrol ketat atas Xis memastikan stabilitas profag. Gen Xis terletak di bawah represi kuat oleh CI. Hanya ketika CI dinonaktifkan (induksi) barulah Xis dapat disintesis dalam jumlah yang diperlukan untuk eksisi, memastikan bahwa profag hanya meninggalkan kromosom inang ketika kelangsungan hidupnya sebagai lisogenik terancam.
3. Keseimbangan Dinamis: Int, Xis, dan IHF
Keberhasilan siklus lisogenik terletak pada regulasi protein Int dan Xis. Dalam kondisi stabil (lisogeni), hanya Int yang diproduksi dan Int dikombinasikan dengan IHF inang mempromosikan integrasi dan menekan eksisi (karena tidak ada Xis). Dalam kondisi induksi (stres), Xis diproduksi bersama Int, dan keseimbangan bergeser total ke arah eksisi, melepaskan genom virus untuk memulai siklus litik.
Sistem ini menunjukkan tingkat kontrol molekuler yang luar biasa, di mana perubahan konsentrasi dan interaksi antara hanya beberapa protein—Int, Xis, CI, Cro, dan IHF—secara kolektif menentukan nasib replikasi virus dan inangnya.
Lisogeni dan Evolusi: Transfer Gen Horizontal
Selain replikasi, siklus lisogenik memiliki peran sentral dalam evolusi bakteri melalui Transfer Gen Horizontal (HGT), yang merupakan mekanisme kunci penyebaran gen resistensi antibiotik dan virulensi.
1. Transduksi Umum vs. Spesial
Meskipun kita telah membahas transduksi spesial yang terjadi saat eksisi profag, virus temperata juga dapat melakukan transduksi umum pada tingkat basal. Transduksi umum terjadi ketika fragmen acak dari DNA inang secara tidak sengaja terbungkus dalam kapsid virus selama perakitan. Namun, transduksi spesial yang difasilitasi oleh profag (seperti yang terjadi pada eksisi yang salah) memiliki dampak evolusioner yang jauh lebih terarah dan spesifik, sering kali mentransfer gen-gen yang terletak di dekat situs AttB.
2. Kontribusi pada Bakteri Patogen
Peran lisogeni dalam evolusi patogen telah mengubah paradigma mikrobiologi. Jika gen virulensi—seperti toksin—berada pada profag, patogenisitas bakteri dapat muncul dan hilang secara relatif cepat di dalam populasi melalui infeksi fag. Ini adalah mekanisme evolusi yang jauh lebih cepat daripada mutasi genetik lambat pada kromosom bakteri itu sendiri.
Sebagai contoh, jika populasi bakteri non-patogen terinfeksi oleh fag temperata yang membawa gen toksin, seluruh populasi tersebut dapat dengan cepat bertransisi menjadi patogen—suatu peristiwa yang sangat penting dalam epidemiologi penyakit infeksi.
3. Konteks Biofilm dan Kepadatan Sel
Keputusan virus untuk memilih lisogeni juga dipengaruhi oleh lingkungan mikro inang, terutama di dalam biofilm. Biofilm adalah komunitas bakteri yang padat dan terlindungi. Dalam kondisi kepadatan tinggi ini, melepaskan virion melalui siklus litik mungkin tidak efektif karena virion hanya akan menginfeksi tetangga terdekat yang sudah terinfeksi atau tidak layak. Sebaliknya, memilih lisogeni memungkinkan virus untuk menunggu dalam kondisi tenang di dalam komunitas yang padat, hanya beralih ke litik (induksi) ketika biofilm mulai rusak, memicu respon SOS inang dan memberi sinyal bahwa ada peluang untuk menyebar ke lingkungan baru.
Oleh karena itu, fag temperata berfungsi sebagai "sensor" populasi, membaca sinyal kepadatan inang dan tingkat stres untuk menentukan jalur replikasi yang paling menguntungkan secara evolusioner.
Kesimpulan
Fase replikasi virus secara lisogenik adalah sebuah mahakarya molekuler dari strategi bertahan hidup dan adaptasi. Dimulai dengan perlekatan dan injeksi genom, siklus ini segera melibatkan pengambilan keputusan genetik yang ketat, dikendalikan oleh keseimbangan antara protein Repressor CI dan Cro.
Puncaknya adalah integrasi genom virus menjadi profag melalui rekombinasi spesifik situs, yang dipelihara oleh dominasi protein CI. Profag kemudian bereplikasi secara stabil dan vertikal bersama inang, terkadang memberikan keuntungan genetik melalui konversi lisogenik. Namun, latensi ini bersifat sementara. Ketika sel inang terancam, kerusakan DNA memicu Respon SOS yang menonaktifkan CI melalui RecA, memungkinkan ekskresi (dibantu Xis) dan transisi tak terhindarkan ke siklus litik, yang pada akhirnya mengarah pada lisis dan pelepasan virion baru.
Siklus lisogenik bukan hanya sebuah jalur replikasi alternatif, tetapi merupakan faktor fundamental dalam biologi bakteri, evolusi patogen, dan dinamika transfer gen horizontal, menegaskan pentingnya virus temperata dalam ekosistem mikroba global.