BAB Keluar Darah: Gejala Apa dan Kapan Harus Khawatir?
Penting! Darah dalam tinja bukanlah hal yang normal. Meskipun seringkali disebabkan oleh kondisi ringan, gejala ini harus selalu dievaluasi oleh profesional medis untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab serius.
Munculnya darah saat buang air besar (BAB) adalah gejala yang sering menimbulkan kecemasan. Fenomena ini, yang secara medis dikenal sebagai pendarahan saluran cerna bawah (Lower Gastrointestinal Bleeding), dapat bervariasi dari bercak merah muda terang yang hanya terlihat sesekali, hingga aliran darah merah gelap yang signifikan dan bercampur dengan tinja.
Memahami karakteristik darah — seperti warna, jumlah, dan apakah ia bercampur dengan tinja — adalah langkah awal yang sangat penting dalam membantu diagnosis. Warna darah dapat memberikan petunjuk kasar mengenai lokasi pendarahan:
Darah Merah Terang (Hematochezia): Biasanya menunjukkan sumber pendarahan di saluran cerna bagian bawah, seperti usus besar, rektum, atau anus. Kondisi ini sering dikaitkan dengan wasir atau fisura ani.
Darah Merah Tua atau Gelap: Pendarahan yang terjadi lebih tinggi di usus besar atau usus halus. Darah memiliki waktu lebih lama untuk dicerna, sehingga warnanya menjadi lebih gelap.
Tinja Hitam, Lengket, dan Berbau Busuk (Melena): Ini menandakan pendarahan di saluran cerna bagian atas (lambung, kerongkongan, atau usus halus bagian atas). Darah telah teroksidasi dan terurai oleh asam lambung dan enzim pencernaan.
Penyebab Paling Umum: Kondisi Anorektal Ringan
Dalam banyak kasus, pendarahan saat BAB disebabkan oleh masalah di sekitar anus dan rektum yang relatif mudah ditangani. Namun, pengabaian gejala ini dapat memperburuk kondisi atau menunda diagnosis penyakit yang lebih serius.
1. Wasir (Hemoroid)
Wasir adalah penyebab paling umum dari BAB berdarah merah terang. Kondisi ini terjadi ketika pembuluh darah di anus dan rektum bawah membengkak atau meradang. Pembengkakan ini dapat terjadi di dalam (wasir internal) atau di luar (wasir eksternal).
Klasifikasi dan Gejala Wasir Internal:
Wasir internal sering kali tidak terasa sakit karena sedikitnya saraf perasa nyeri di area tersebut, namun dapat menyebabkan pendarahan. Klasifikasi didasarkan pada tingkat keparahan prolaps (penonjolan keluar):
Tingkat I: Pembuluh darah membengkak, tetapi tidak menonjol keluar dari anus. Gejala utama adalah pendarahan.
Tingkat II: Wasir menonjol keluar saat BAB, tetapi kembali masuk secara spontan setelah selesai. Pendarahan dan ketidaknyamanan mungkin terjadi.
Tingkat III: Wasir menonjol keluar dan harus didorong kembali secara manual. Gejala termasuk rasa gatal, nyeri, dan pendarahan yang lebih sering.
Tingkat IV: Wasir menonjol keluar secara permanen dan tidak dapat didorong kembali. Ini adalah kondisi yang menyakitkan dan membutuhkan intervensi medis segera.
Diagnosis dan Pengobatan Wasir
Diagnosis wasir biasanya dilakukan melalui pemeriksaan fisik, termasuk colok dubur. Pilihan pengobatan bervariasi tergantung tingkat keparahan:
Modifikasi Gaya Hidup: Peningkatan asupan serat (minimal 25-30 gram per hari), minum banyak air, dan menghindari mengejan saat BAB.
Obat-obatan Topikal: Krim atau supositoria yang mengandung hidrokortison atau zat mati rasa untuk meredakan nyeri dan bengkak (untuk wasir tingkat I dan II).
Prosedur Minimal Invasif:
Ligasi Pita Karet (Rubber Band Ligation): Pita karet kecil diletakkan di sekitar dasar wasir internal untuk memotong suplai darah, menyebabkannya layu dan lepas (efektif untuk Tingkat II dan III).
Skleroterapi: Menyuntikkan larutan kimia ke dalam wasir yang menyebabkan pembuluh darah mengecil.
Pembedahan (Hemorrhoidectomy): Pengangkatan wasir secara bedah, biasanya untuk Tingkat III atau IV yang parah atau yang tidak merespons pengobatan lain.
2. Fisura Ani (Anal Fissure)
Fisura ani adalah robekan kecil pada lapisan tipis dan lembap yang melapisi anus. Robekan ini seringkali disebabkan oleh tinja yang keras, trauma saat melahirkan, atau diare kronis. Meskipun ukurannya kecil, fisura ani dapat menyebabkan rasa sakit yang luar biasa dan pendarahan.
Gejala Khas Fisura Ani:
Nyeri Tajam: Rasa sakit yang tajam, seperti ditusuk, yang terjadi selama BAB dan dapat bertahan selama beberapa jam setelahnya.
Darah Merah Terang: Darah biasanya sedikit, sering hanya berupa garis-garis pada tinja atau tisu toilet.
Kejang Otot Sfingter: Nyeri menyebabkan sfingter anus kejang, yang mengurangi aliran darah ke fisura dan menghambat penyembuhan.
Penanganan Fisura Ani
Fisura ani akut (baru terjadi) biasanya sembuh dalam beberapa minggu dengan perawatan konservatif, termasuk pelembut tinja, sitz bath (mandi rendam air hangat), dan peningkatan serat. Jika kondisi menjadi kronis (berlangsung lebih dari 8-12 minggu), dokter mungkin meresepkan:
Krim Nitroglycerin: Untuk meningkatkan aliran darah ke area tersebut dan melemaskan sfingter.
Suntikan Botulinum Toxin (Botox): Untuk melumpuhkan sfingter sementara, mengurangi kejang, dan memungkinkan penyembuhan.
Sphincterotomy Lateral Internal (LIS): Prosedur bedah untuk memotong sebagian kecil otot sfingter internal, mengurangi tekanan secara permanen.
Ilustrasi Sumber Pendarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
Penyebab Lebih Serius: Penyakit Radang dan Struktural
Ketika pendarahan tidak disebabkan oleh wasir atau fisura, atau jika disertai dengan gejala sistemik seperti penurunan berat badan, demam, atau perubahan kebiasaan BAB yang drastis, dokter akan mencari penyebab yang lebih kompleks.
3. Penyakit Radang Usus (IBD)
IBD adalah istilah umum untuk kondisi peradangan kronis yang memengaruhi saluran pencernaan. Dua bentuk utama IBD adalah Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn.
a. Kolitis Ulseratif (UC)
UC menyebabkan peradangan jangka panjang dan ulkus (luka) pada lapisan terdalam usus besar (kolon) dan rektum. Pendarahan rektal adalah gejala umum, sering kali bercampur dengan diare dan lendir.
Lokasi: Selalu dimulai di rektum dan menyebar ke atas secara terus menerus.
Gejala Khas: Diare berdarah (sering kali 10-20 kali sehari selama serangan akut), nyeri perut, urgensi BAB, dan anemia.
b. Penyakit Crohn
Penyakit Crohn dapat menyerang bagian mana pun dari saluran pencernaan, dari mulut hingga anus, dan memengaruhi seluruh lapisan dinding usus. Meskipun pendarahan rektal tidak seumum pada UC, ini bisa terjadi jika usus besar atau rektum yang meradang.
Lokasi: Dapat diskontinu (terdapat bercak sehat di antara area yang meradang) dan paling sering di usus halus bagian akhir (ileum).
Gejala Khas: Nyeri perut parah, diare non-berdarah (kecuali jika kolon terlibat), penurunan berat badan, dan komplikasi seperti fistula (saluran abnormal antara organ) dan striktur (penyempitan).
Diagnosis dan Pengobatan IBD
Diagnosis IBD memerlukan kombinasi pemeriksaan, termasuk endoskopi (kolonoskopi) dengan biopsi, tes darah (mencari penanda peradangan seperti CRP), dan pencitraan. Pengobatan IBD bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan remisi, seringkali melibatkan obat-obatan anti-inflamasi (5-ASA), kortikosteroid, imunosupresan, dan terapi biologis (obat berbasis antibodi monoklonal).
4. Divertikulosis dan Divertikulitis
Diverticulosis adalah kondisi umum di mana kantung-kantung kecil (divertikula) terbentuk di dinding usus besar. Divertikulosis biasanya tanpa gejala, tetapi dapat menjadi sumber pendarahan yang signifikan.
Diverticular Bleeding: Pendarahan terjadi ketika pembuluh darah kecil di sekitar kantung robek. Pendarahan ini seringkali masif, tiba-tiba, tanpa rasa sakit, dan merah tua atau merah terang. Ini adalah salah satu penyebab paling umum pendarahan GI bawah yang masif pada orang dewasa yang lebih tua.
Divertikulitis: Terjadi ketika kantung-kantung ini meradang atau terinfeksi. Gejala utamanya adalah nyeri perut hebat (biasanya di kuadran kiri bawah) dan demam, bukan pendarahan masif.
5. Angiodisplasia
Angiodisplasia adalah kondisi di mana terjadi malformasi pembuluh darah kecil (kapiler) di lapisan usus besar. Pembuluh darah ini rapuh dan rentan robek, menyebabkan pendarahan berulang atau kronis. Ini sering terjadi pada lansia dan pasien dengan penyakit ginjal atau jantung tertentu.
Pendarahan akibat angiodisplasia bisa intermiten, sulit ditemukan, dan sering menyebabkan anemia defisiensi besi kronis karena kehilangan darah yang lambat namun terus-menerus. Diagnosis biasanya memerlukan kolonoskopi atau, jika pembuluh darah berada terlalu jauh ke atas, endoskopi kapsul.
6. Kolitis Iskemik
Kolitis iskemik terjadi ketika aliran darah ke bagian usus besar terhambat atau berkurang, seringkali karena penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) atau tekanan darah rendah (syok). Kekurangan oksigen ini menyebabkan peradangan, ulserasi, dan pendarahan.
Gejala: Nyeri perut mendadak, diikuti dalam 24 jam oleh diare berdarah (darah merah tua, seringkali sedikit).
Faktor Risiko: Usia tua, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan riwayat operasi perut.
Penyebab Paling Dikhawatirkan: Polip dan Kanker Kolorektal
Meskipun kurang umum dibandingkan wasir, setiap kasus BAB berdarah harus diselidiki untuk menyingkirkan kemungkinan kanker kolorektal. Pendarahan yang disebabkan oleh kanker atau polip prakanker seringkali lambat, tersembunyi, dan tidak selalu terlihat mata (darah samar).
7. Polip Kolon
Polip adalah pertumbuhan jaringan non-kanker yang muncul di lapisan usus besar. Ada beberapa jenis polip, tetapi polip adenoma berpotensi menjadi ganas dari waktu ke waktu. Saat polip tumbuh, permukaannya dapat menjadi rapuh, menyebabkan pendarahan kecil yang intermiten.
Pendarahan: Biasanya berupa darah samar yang menyebabkan anemia, atau bercak kecil darah merah tua.
Pentingnya Skrining: Pengangkatan polip melalui kolonoskopi (polipektomi) adalah cara paling efektif untuk mencegah kanker kolorektal.
8. Kanker Kolorektal (CRC)
Kanker kolorektal adalah tumor ganas yang terbentuk di usus besar atau rektum. Pendarahan adalah gejala umum, tetapi sering kali gejala lain yang menyertainya lebih menonjol.
Gejala Kanker Kolorektal yang Patut Diperhatikan:
Jika pendarahan disertai oleh salah satu gejala berikut, konsultasi medis harus segera dilakukan:
Perubahan Kebiasaan BAB: Diare atau konstipasi yang baru terjadi dan menetap lebih dari beberapa minggu.
Perubahan Bentuk Tinja: Tinja menjadi lebih tipis atau seperti pensil (menunjukkan penyempitan usus karena tumor).
Nyeri atau Kram Perut yang Tidak Jelas.
Penurunan Berat Badan yang Tidak Disengaja.
Kelelahan Ekstrem atau Anemia Defisiensi Besi (disebabkan oleh pendarahan kronis yang tidak terdeteksi).
Diagnosis dan Penatalaksanaan Kanker
Diagnosis CRC ditegakkan melalui kolonoskopi dengan biopsi, diikuti oleh pemindaian CT atau MRI untuk menentukan stadium. Pengobatan dapat melibatkan pembedahan (pengangkatan tumor), kemoterapi, dan/atau terapi radiasi, tergantung stadium kanker saat ditemukan.
Ketika pasien datang dengan keluhan BAB berdarah, dokter akan menjalani serangkaian langkah diagnostik yang sistematis untuk menentukan lokasi dan penyebab pendarahan. Proses ini sangat penting karena pengobatan yang efektif bergantung pada identifikasi sumber pendarahan yang tepat.
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Langkah pertama adalah mendapatkan riwayat medis lengkap (anamnesis). Dokter akan menanyakan secara rinci mengenai:
Karakteristik Darah: Warna, jumlah, apakah bercampur dengan tinja, dan apakah berupa gumpalan.
Gejala Penyerta: Rasa sakit (nyeri tajam saat BAB mengarah ke fisura), perubahan berat badan, demam, atau nyeri perut kronis.
Kebiasaan BAB: Konstipasi atau diare yang baru terjadi.
Obat-obatan: Penggunaan antikoagulan (pengencer darah) atau NSAID (obat anti-inflamasi nonsteroid) yang dapat menyebabkan pendarahan lambung atau usus.
Pemeriksaan fisik mencakup Pemeriksaan Dubur Digital (DRE), di mana dokter menggunakan jari bersarung tangan untuk merasakan adanya massa, wasir, atau robekan (fisura) di rektum bagian bawah.
2. Tes Laboratorium
Hitung Darah Lengkap (CBC): Untuk memeriksa tingkat hemoglobin. Pendarahan kronis dapat menyebabkan anemia (HB rendah).
Tes Darah Samar Tinja (FOBT/FIT): Meskipun tidak spesifik, tes ini mendeteksi darah tersembunyi (samar) dalam tinja, yang penting untuk skrining polip atau kanker.
Tes Koagulasi: Untuk menilai kemampuan darah membeku, terutama jika pasien menggunakan pengencer darah.
3. Prosedur Endoskopi (The Gold Standard)
Endoskopi memungkinkan dokter melihat secara langsung bagian dalam saluran pencernaan dan mengambil sampel jaringan (biopsi).
a. Kolonoskopi
Kolonoskopi adalah prosedur diagnostik definitif untuk sebagian besar kasus pendarahan saluran cerna bawah. Menggunakan tabung fleksibel dengan kamera (kolonoskop), dokter dapat memeriksa seluruh usus besar dan bagian akhir usus halus (ileum terminal).
Kegunaan: Mengidentifikasi polip, wasir internal, divertikula yang berdarah, lesi IBD, dan tumor.
Intervensi: Polip dapat diangkat dan pembuluh darah yang berdarah dapat dikauterisasi (dibakar) segera selama prosedur.
Persiapan: Memerlukan persiapan usus yang ketat, biasanya melalui konsumsi larutan khusus sehari sebelumnya, untuk membersihkan seluruh sisa tinja agar visualisasi maksimal.
b. Sigmoidoskopi Fleksibel
Ini mirip dengan kolonoskopi tetapi hanya memeriksa bagian bawah usus besar (sigmoid) dan rektum. Prosedur ini lebih cepat dan memerlukan persiapan usus yang kurang ekstensif, sering digunakan untuk pendarahan yang dicurigai berasal dari area anorektal (seperti wasir atau fisura).
4. Prosedur Lanjut untuk Pendarahan yang Sulit Ditemukan
Jika endoskopi gagal menemukan sumber pendarahan (terutama jika pendarahan berasal dari usus halus):
Endoskopi Kapsul: Pasien menelan kapsul kecil berisi kamera yang mengambil ribuan gambar saat melewati saluran pencernaan. Gambar ini kemudian dianalisis untuk mencari lesi di usus halus.
Angiografi: Digunakan untuk pendarahan yang sangat masif. Pewarna kontras disuntikkan ke dalam pembuluh darah untuk mengidentifikasi pembuluh darah mana yang bocor. Prosedur ini juga memungkinkan intervensi segera (embolisasi) untuk menghentikan pendarahan.
Ilustrasi Prosedur Kolonoskopi
Penatalaksanaan Klinis Berdasarkan Etiologi
Pengobatan ditentukan setelah penyebab pendarahan teridentifikasi. Dalam banyak kasus, pengobatan diarahkan pada penyebab spesifik, meskipun penanganan awal selalu berfokus pada stabilisasi pasien, terutama jika kehilangan darahnya signifikan.
1. Penanganan Pendarahan Akut dan Masif
Jika pasien menunjukkan tanda-tanda syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, pucat) karena kehilangan darah yang cepat, penanganan darurat meliputi:
Resusitasi Cairan: Pemberian cairan intravena (IV) untuk menjaga volume darah.
Transfusi Darah: Jika kadar hemoglobin turun drastis.
Intervensi Endoskopik Segera: Dokter akan berusaha menghentikan pendarahan menggunakan klip, kauterisasi termal, atau injeksi epinefrin selama kolonoskopi darurat.
2. Terapi Wasir dan Fisura (Non-Bedah dan Bedah)
Seperti dijelaskan di atas, pengobatan dimulai dengan intervensi diet dan obat-obatan. Namun, jika wasir mencapai Tingkat III atau IV, atau jika fisura kronis tidak merespons terapi konservatif, prosedur definitif menjadi pilihan:
Hemorrhoidectomy: Operasi ini, meskipun menyakitkan, menghilangkan jaringan wasir secara permanen.
Ligasi Arteri Hemoroidal Terpandu Doppler (DG-HAL): Prosedur yang lebih baru yang mengikat arteri yang memasok wasir di atas garis pektinat, seringkali dengan rasa sakit yang minimal.
Sphincterotomy: Pembedahan untuk mengurangi tekanan pada sfingter anal, yang merupakan kunci untuk penyembuhan fisura kronis.
3. Penanganan Penyakit Radang Usus (IBD)
Manajemen IBD adalah jangka panjang dan bertujuan untuk mencegah kerusakan usus lebih lanjut.
Terapi Induksi dan Pemeliharaan Remisi:
Aminosalisilat (5-ASA): Digunakan untuk kolitis ulseratif ringan hingga sedang.
Kortikosteroid: Digunakan untuk menginduksi remisi selama serangan akut yang parah.
Imunomodulator (e.g., Azathioprine, Methotrexate): Digunakan untuk mempertahankan remisi pada kasus sedang hingga berat.
Terapi Biologis (Anti-TNF, Penghambat Integrin): Terapi lini depan modern yang menargetkan jalur peradangan spesifik, sangat efektif untuk IBD parah yang tidak merespons obat konvensional.
Nutrisi: Dukungan nutrisi penting, terutama pada Penyakit Crohn di mana malnutrisi sering terjadi.
4. Pengobatan Divertikulosis dan Angiodisplasia
Divertikulosis yang Berdarah: Pendarahan sering berhenti dengan sendirinya. Jika tidak, intervensi kolonoskopik (kauterisasi atau kliping) atau angiografi (embolisasi) diperlukan.
Angiodisplasia: Lesi vaskular ini dapat diobati dengan Argon Plasma Coagulation (APC) atau kauterisasi selama kolonoskopi. Jika lesi terlalu banyak atau sulit dijangkau, pengobatan farmakologis (misalnya Octreotide) mungkin dicoba.
5. Strategi Pengelolaan Kanker Kolorektal
Penatalaksanaan CRC didasarkan pada stadium tumor:
Stadium Awal (Polip Ganas/CRC Lokal): Polipektomi endoskopik sudah cukup jika polip diangkat secara keseluruhan dan memiliki margin yang bersih.
Stadium I hingga III: Biasanya memerlukan kolektomi (pengangkatan bagian usus yang mengandung tumor) diikuti oleh anastomosis (penyambungan kembali usus). Kemoterapi adjuvan sering digunakan pada Stadium III untuk mengurangi risiko kekambuhan.
Kanker Rektum: Penanganan seringkali lebih kompleks, melibatkan radiasi dan kemoterapi sebelum operasi (neoadjuvan) untuk mengecilkan tumor, diikuti oleh pembedahan (seperti reseksi anterior rendah).
Pencegahan dan Perawatan Jangka Panjang
Mencegah kondisi yang menyebabkan BAB berdarah seringkali berpusat pada diet dan gaya hidup yang mendukung kesehatan pencernaan secara keseluruhan. Meskipun kanker dan IBD memiliki komponen genetik, faktor risiko tertentu dapat dimodifikasi.
1. Pola Makan Kaya Serat
Serat, baik yang larut maupun yang tidak larut, sangat penting. Serat membantu melunakkan tinja dan meningkatkan volumenya, mencegah konstipasi dan mengurangi tekanan saat BAB. Pengejan yang berlebihan adalah pemicu utama wasir dan fisura.
Sumber Serat: Buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh (oat, roti gandum), dan kacang-kacangan.
Suplemen: Psyllium (Metamucil) atau methylcellulose (Citrucel) dapat digunakan jika asupan diet tidak mencukupi.
2. Hidrasi yang Cukup
Minum air yang cukup adalah kunci agar serat bekerja efektif. Tanpa cairan yang cukup, serat dapat memperparah konstipasi.
3. Menjaga Kebiasaan BAB yang Sehat
Jangan Menunda: Segera pergi ke toilet ketika ada dorongan.
Hindari Mengejan: Jangan menghabiskan waktu terlalu lama di toilet (maksimal 5-10 menit).
Aktivitas Fisik: Olahraga teratur membantu meningkatkan motilitas usus dan mencegah konstipasi.
4. Skrining Kanker Kolorektal
Skrining sangat penting untuk deteksi dini polip dan kanker, terutama jika ada riwayat keluarga atau faktor risiko lain. Pedoman umum merekomendasikan skrining (biasanya dengan Kolonoskopi) dimulai pada usia 45 tahun untuk populasi berisiko rata-rata, dan lebih awal bagi mereka yang berisiko tinggi.
Kapan Harus Segera Mencari Pertolongan Medis?
Meskipun darah merah terang akibat wasir mungkin bisa diobati di rumah, ada beberapa gejala yang mengindikasikan perlunya perhatian medis darurat:
Pendarahan Masif: Pendarahan yang tiba-tiba, deras, atau tidak berhenti, menyebabkan air di toilet berwarna merah pekat.
Tanda-tanda Syok: Pusing, pingsan, kelelahan ekstrem, kulit dingin dan pucat, atau denyut nadi yang cepat.
Melena: Tinja hitam seperti tar yang sangat bau (menandakan pendarahan GI atas yang serius).
Gejala Sistemik: Pendarahan disertai dengan demam tinggi, muntah darah, atau nyeri perut yang sangat parah.
Pendarahan yang Disertai Perubahan Kebiasaan BAB Persisten: Terutama jika disertai penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
Kesimpulan
BAB keluar darah adalah gejala klinis yang kompleks dengan spektrum penyebab yang luas, mulai dari masalah anorektal yang relatif jinak hingga keganasan. Mengabaikan pendarahan, sekecil apapun, adalah tindakan yang berbahaya karena dapat menunda diagnosis penyakit kronis seperti IBD atau, yang paling penting, kanker kolorektal.
Deteksi dini melalui evaluasi medis yang tepat, yang biasanya melibatkan kolonoskopi, adalah kunci untuk hasil pengobatan yang sukses dan prognosis yang baik, memastikan bahwa kondisi serius ditangani segera, dan kondisi ringan dapat dikelola secara efektif.
Detail Mendalam Mengenai Manajemen Komplikasi dan Kasus Khusus
Komplikasi Anemia Akibat Pendarahan Kronis
Banyak kasus pendarahan saluran cerna bawah, terutama yang disebabkan oleh polip kecil, angiodisplasia, atau IBD ringan, tidak menunjukkan darah yang terlihat jelas. Sebaliknya, kehilangan darah yang lambat dan kronis ini menyebabkan anemia defisiensi besi.
Diagnosis Anemia Terkait GI Bleeding
Anemia didiagnosis melalui tes darah (CBC) yang menunjukkan rendahnya hemoglobin dan hematokrit. Tes tambahan (feritin, saturasi transferin) akan mengkonfirmasi defisiensi besi. Jika defisiensi besi ditemukan, terutama pada pria atau wanita pasca-menopause, sumber pendarahan GI harus dicari secara agresif, karena ini bisa menjadi satu-satunya petunjuk adanya polip atau kanker.
Penanganan Anemia
Suplementasi Besi: Diberikan secara oral atau intravena. Besi oral sering menyebabkan konstipasi, yang harus dihindari pada pasien dengan wasir atau fisura.
Pengobatan Sumber Pendarahan: Langkah yang paling penting adalah mengobati akar penyebab (misalnya, kauterisasi angiodisplasia atau pengangkatan polip).
Pendekatan pada Pendarahan Saluran Cerna Atas (Melena)
Meskipun fokus utama artikel ini adalah hematochezia (darah merah terang), penampilan melena (tinja hitam, lengket) memerlukan protokol penanganan yang berbeda karena sumber pendarahan berada di lambung, duodenum, atau esofagus.
Penyebab Utama Melena:
Ulkus Peptikum: Luka terbuka pada lapisan lambung atau duodenum, sering disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori atau penggunaan NSAID yang berlebihan.
Varises Esofagus: Pembuluh darah yang membesar di esofagus akibat penyakit hati kronis (sirosis), yang rentan pecah dan menyebabkan pendarahan masif.
Sindrom Mallory-Weiss: Robekan pada lapisan esofagus akibat muntah keras berulang.
Intervensi untuk Melena:
Kasus melena membutuhkan Endoskopi Saluran Cerna Atas (EGD). Dokter dapat melakukan ligasi varises, injeksi epinefrin, atau kliping pada ulkus yang berdarah. Pengobatan juga melibatkan penghambat pompa proton (PPI) dosis tinggi untuk mengurangi asam lambung dan memungkinkan ulkus sembuh.
Peran Obat-obatan dalam Memicu Pendarahan
Banyak obat yang umum diresepkan dapat meningkatkan risiko pendarahan GI, dan hal ini harus dipertimbangkan dalam setiap diagnosis:
NSAID (Ibuprofen, Naproxen): Merusak lapisan mukosa lambung dan usus, sering menyebabkan ulkus yang berdarah (lebih sering menyebabkan melena, tetapi juga bisa menyebabkan pendarahan di usus besar).
Antikoagulan (Warfarin) dan Antiplatelet (Aspirin, Clopidogrel): Obat ini tidak menyebabkan lesi pendarahan, tetapi memperparah pendarahan dari lesi yang sudah ada (misalnya, wasir kecil dapat berdarah hebat).
Obat Golongan SSRI (Antidepresan): Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan risiko pendarahan GI, terutama bila dikombinasikan dengan NSAID.
Manajemen yang tepat seringkali melibatkan penyesuaian dosis atau penggantian obat-obatan ini setelah berkonsultasi dengan dokter yang merawat.
Protokol Detail Skrining Kanker Kolorektal
Karena pentingnya deteksi dini, rincian mengenai prosedur skrining perlu ditekankan, terutama Kolonoskopi, yang merupakan prosedur pencegahan dan diagnostik sekaligus.
Persiapan Kolonoskopi: Kunci Keberhasilan
Kualitas persiapan usus adalah faktor tunggal terpenting yang menentukan keberhasilan kolonoskopi. Persiapan yang buruk (sisa tinja yang menutupi dinding usus) dapat menyebabkan dokter melewatkan polip kecil atau lesi kanker.
Protokol persiapan meliputi:
Pembatasan Diet: Biasanya dimulai 3 hari sebelum prosedur, melarang makanan berserat tinggi, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Sehari sebelum prosedur, pasien hanya diperbolehkan mengonsumsi cairan jernih (kaldu, teh, air putih).
Agen Pembersih Usus: Pasien meminum larutan osmotik dosis tinggi (seperti polietilen glikol atau kombinasi natrium fosfat) yang memicu diare parah untuk membersihkan kolon.
Waktu Minum: Larutan sering dibagi menjadi dua dosis (split-dose), dengan dosis kedua diminum beberapa jam sebelum prosedur, yang terbukti meningkatkan kualitas pembersihan.
Alternatif Skrining Non-Invasif
Bagi mereka yang menolak atau tidak dapat menjalani kolonoskopi, tersedia alternatif skrining (meskipun kolonoskopi tetap menjadi standar emas):
Tes Imunokimia Tinja (FIT): Mendeteksi darah samar manusia dalam tinja. Harus dilakukan setiap tahun. Jika positif, kolonoskopi diwajibkan.
Tes DNA Tinja Multitarget (Cologuard): Menganalisis DNA abnormal dari sel yang terlepas dalam tinja, menandakan kemungkinan polip atau kanker. Dilakukan setiap 3 tahun.
Kolonografi CT (Virtual Colonoscopy): Menggunakan pemindaian CT untuk menghasilkan gambar 3D usus besar. Memerlukan persiapan usus tetapi tidak memerlukan sedasi. Jika ditemukan lesi, kolonoskopi tetap diperlukan.
Manajemen Kondisi Kronis: Wasir dan IBD
Manajemen Wasir Kronis dan Pencegahan Kekambuhan
Bagi pasien yang mengalami kekambuhan wasir, fokus harus dialihkan ke manajemen jangka panjang sfingter anal dan kebiasaan buang air besar.
Menggunakan Toilet Jongkok (Squatting): Beberapa studi menyarankan bahwa posisi jongkok, atau penggunaan bangku toilet, dapat meluruskan rektum dan mengurangi kebutuhan untuk mengejan.
Sitz Bath Reguler: Merendam area anus dalam air hangat selama 10-15 menit, 2-3 kali sehari, membantu mengurangi peradangan dan nyeri.
Flavonoid Oral: Obat-obatan venoaktif (seperti Daflon) dapat digunakan untuk memperkuat dinding pembuluh darah dan mengurangi pembengkakan wasir.
Komplikasi Jangka Panjang IBD
Pasien IBD berdarah berisiko lebih tinggi terhadap komplikasi usus dan ekstra-usus. Perawatan yang ketat sangat penting.
Risiko Kanker: Kolitis Ulseratif yang melibatkan seluruh kolon selama lebih dari 8-10 tahun meningkatkan risiko kanker kolorektal secara signifikan. Pasien ini memerlukan kolonoskopi pengawasan (surveillance colonoscopy) secara teratur.
Fistula dan Abses: Komplikasi umum pada Penyakit Crohn, yang mungkin memerlukan drainase bedah atau penggunaan terapi biologis yang intensif.
Osteoporosis: Sering terjadi akibat malabsorpsi dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang, membutuhkan suplementasi vitamin D dan kalsium.
Kasus yang Jarang Terjadi: Endometriosis dan Infeksi
Infeksi Usus (Kolitis Infeksius)
Diare berdarah bisa menjadi gejala infeksi usus yang akut, sering dikenal sebagai disentri, yang biasanya disebabkan oleh bakteri (seperti E. coli O157:H7, Shigella, Salmonella, atau Campylobacter) atau parasit (seperti Entamoeba histolytica).
Gejala: Diare hebat, demam, kram perut, dan seringkali darah atau lendir yang terlihat jelas dalam tinja.
Diagnosis: Diperlukan kultur tinja untuk mengidentifikasi patogen.
Pengobatan: Umumnya membutuhkan antibiotik spesifik, meskipun beberapa kasus (misalnya, infeksi E. coli O157:H7) dikelola dengan terapi suportif karena antibiotik dapat memperburuk kondisi.
Endometriosis pada Usus
Pada wanita, pendarahan rektal yang terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi (siklus) dapat mengindikasikan endometriosis yang telah menyebar ke usus besar atau rektum. Jaringan endometrium yang tumbuh di luar rahim ini berdarah setiap bulan, menyebabkan iritasi usus dan pendarahan siklis.
Memastikan diagnosis yang akurat mengenai penyebab BAB berdarah memerlukan kerja sama erat antara pasien, dokter umum, dan spesialis gastroenterologi. Tidak ada satu pun gejala yang dapat mendefinisikan diagnosis, melainkan pola gejala, riwayat medis, dan hasil prosedur diagnostik yang digabungkan untuk mencapai kesimpulan klinis yang tepat dan merumuskan rencana perawatan yang paling efektif.