Ilustrasi sederhana dari struktur yang berpusat pada inti.
Dalam fisika dan kimia, istilah "anker atom" mungkin tidak sepopuler istilah fundamental lain seperti proton, neutron, atau elektron. Namun, konsep yang diwakili oleh kata "anker" (jangkar) sangat penting untuk memahami stabilitas dan interaksi inti atom. Secara konseptual, anker atom merujuk pada kekuatan pengikat fundamental yang menjaga partikel-partikel dalam inti atom (nukleon) tetap bersatu, melawan gaya tolak elektrostatik yang kuat antara proton bermuatan positif.
Inti atom terdiri dari proton dan neutron. Karena proton bermuatan positif, mereka seharusnya saling tolak menolak sesuai dengan hukum Coulomb. Jika hanya ada gaya elektromagnetik yang bekerja, inti atom, terutama yang besar, akan langsung terurai. Keajaiban stabilitas inti terletak pada adanya gaya nuklir kuat, yang bertindak sebagai "anker" utama. Gaya inilah yang jauh lebih dominan pada jarak yang sangat pendek di dalam inti.
Gaya nuklir kuat adalah interaksi fundamental terkuat di alam semesta. Kekuatan inilah yang berfungsi sebagai anker sejati, menarik semua nukleon (proton dan neutron) bersama-sama. Tanpa gaya ini, materi seperti yang kita kenal tidak mungkin ada. Meskipun gayanya sangat kuat, jangkauannya sangat terbatas, hanya efektif dalam rentang beberapa femtometer (1 fm = 10⁻¹⁵ meter). Di luar jarak ini, gaya elektromagnetik yang bersifat menolak akan mengambil alih, yang menjelaskan mengapa inti yang sangat besar menjadi tidak stabil.
Neutron memainkan peran krusial dalam sistem anker ini. Karena neutron tidak memiliki muatan listrik, mereka tidak mengalami gaya tolak elektromagnetik, memungkinkan mereka untuk menambah daya tarik dari gaya nuklir kuat tanpa menambah repulsi elektrostatik. Ini menjelaskan mengapa inti yang lebih berat cenderung memiliki rasio neutron terhadap proton yang lebih tinggi untuk menjaga stabilitas anker internalnya.
Konsep energi ikat inti adalah manifestasi kuantitatif dari kekuatan anker ini. Energi ikat adalah energi yang dilepaskan ketika nukleon bergabung membentuk inti yang stabil. Sebaliknya, energi yang dibutuhkan untuk memecah inti menjadi komponen dasarnya. Semakin tinggi energi ikat per nukleon, semakin kuat "anker" inti tersebut.
Kurva kurva energi ikat menunjukkan bahwa unsur-unsur dengan massa atom menengah (seperti Besi-56) memiliki energi ikat per nukleon tertinggi, menjadikannya inti yang paling stabil. Fenomena ini mendasari proses fusi (penggabungan inti ringan menghasilkan energi, seperti di Matahari) dan fisi (pembelahan inti berat menghasilkan energi, seperti pada reaktor nuklir). Keduanya adalah proses yang menuju konfigurasi nuklir yang lebih teranker dengan baik.
Memahami bagaimana anker atom bekerja sangat penting dalam rekayasa nuklir. Dalam reaksi fisi, inti berat seperti Uranium-235 dipaksa untuk memecah. Ini terjadi karena penambahan satu neutron dapat mengganggu keseimbangan antara gaya tolak dan gaya tarik yang sudah seimbang, menyebabkan anker inti melemah sementara dan inti terbelah menjadi fragmen yang lebih kecil, yang masing-masing memiliki energi ikat yang lebih tinggi per nukleon dibandingkan induknya.
Sebaliknya, dalam fusi, dua inti ringan (seperti isotop Hidrogen) bergabung. Proses ini menghasilkan inti yang lebih berat, namun dengan energi ikat per nukleon yang jauh lebih tinggi, yang melepaskan energi dalam jumlah besar. Keberhasilan rekayasa fusi bergantung pada kemampuan kita untuk menciptakan kondisi ekstrem (suhu dan tekanan sangat tinggi) yang diperlukan untuk mengatasi gaya tolak elektrostatik agar nukleon dapat saling mendekat cukup dekat sehingga gaya anker nuklir kuat dapat mengambil alih dan mengikat mereka.
Meskipun "anker atom" adalah istilah deskriptif, ia secara efektif menangkap peran sentral gaya nuklir kuat dalam menentukan sifat-sifat inti, mulai dari stabilitas radioaktif hingga pelepasan energi dalam reaksi nuklir. Stabilitas adalah hasil dari tarian kompleks antara gaya tolak dan gaya tarik yang terangkai erat dalam ruang mikroskopis inti.